Between Waves and Speed

351 47 2
                                        

Pagi itu Elliot bangun lebih awal dari biasanya. Matahari baru saja muncul, sinarnya menembus jendela apartemen dan mengenai wajahnya. Ia menatap ponselnya yang ada di meja samping ranjang. Ada sebuah pesan baru masuk.

From: Nicolas
Morning, swimmer. I hope you slept well. Coffee later?

Elliot langsung duduk tegak. Matanya melebar. “Ya ampun…” bisiknya pelan. Tangannya gemetar saat mengetik balasan.

Morning. Slept well, thanks. Coffee sounds good… where?

Tak butuh lama, notifikasi lain masuk.

I’ll pick you up. 11 a.m. Don’t be late.

Elliot menatap layar itu lama. “Dia beneran ngajak aku…” Wajahnya memerah sendiri. Ia berguling ke kasur, menutupi wajah dengan bantal. “Kenapa aku jadi kayak remaja jatuh cinta sih…”

---

Jam 11 tepat, suara mesin mobil sport Nicolas kembali terdengar di depan apartemen Elliot. Gadis resepsionis yang berjaga di lobi sampai melongo ketika melihat Nicolas turun dari mobil dengan kacamata hitam, jas kasual, dan aura yang benar-benar seperti keluar dari majalah.

Elliot muncul beberapa menit kemudian, memakai kaos putih sederhana dan jaket denim. Rambutnya masih sedikit basah karena habis mandi.

“Ready?” tanya Nicolas sambil membuka pintu mobil untuknya.

Elliot mengangguk. “Yeah…”

Mereka berangkat menuju sebuah café di pinggir sungai Thames. Tempat itu cukup tersembunyi, hanya orang-orang lokal yang biasanya tahu. Nicolas ternyata memilih café itu karena suasananya tenang, jauh dari keramaian paparazzi.

---

“Wow…” Elliot memandang sekeliling. Café bergaya vintage itu memiliki jendela besar menghadap langsung ke sungai. Suara air yang tenang bercampur dengan musik jazz pelan dari dalam café. “Tempatnya cozy banget.”

“Glad you like it,” jawab Nicolas sambil duduk di depannya.

Mereka memesan kopi, Nicolas dengan espresso hitam, Elliot dengan cappuccino.

Saat menunggu pesanan datang, Nicolas menatap Elliot dalam-dalam. “So… tell me more about you. I only know you’re a swimmer who likes the sea.”

Elliot tersenyum kecil. “That’s pretty much it. Aku lahir di Thailand, ibu orang Thai, ayah orang Amerika. Aku pindah ke London karena training dan universitas. Swimming has always been… my escape, you know?”

“Escape?” Nicolas mengangkat alis.

Elliot mengangguk pelan. “When I swim, I feel free. Semua masalah kayak hilang di air. It’s just me, the silence, and the rhythm of my body. No expectation, no pressure. Just freedom.”

Nicolas mendengarkan dengan seksama. Matanya serius, seolah ia benar-benar menyerap setiap kata Elliot. “Sounds… peaceful. Different from my world.”

“Your world?”

“Racing,” jawab Nicolas pelan. “Balapan itu penuh tekanan. Mesin meraung, ribuan mata memperhatikan, satu kesalahan kecil bisa bikin nyawamu melayang. Aku suka kecepatan, tapi itu bukan tempat untuk mencari ketenangan. It’s chaos.”

Elliot menunduk, jari-jarinya memainkan sendok kecil. “Tapi… kamu selalu terlihat tenang di TV. Cool and confident.”

Nicolas tersenyum miring. “That’s just what people see. Inside… I’m always fighting myself.”

Ucapan itu membuat Elliot terdiam. Ada sesuatu di balik tatapan Nicolas—sesuatu yang rapuh, tersembunyi di balik topeng sang pembalap terkenal.

---

Kopi mereka datang, dan percakapan berlanjut. Mereka bicara tentang hobi, tentang makanan favorit, bahkan tentang hal-hal kecil seperti musik.

“You like jazz?” tanya Elliot.

“I do. Especially when I’m with someone interesting,” jawab Nicolas sambil melirik Elliot.

Elliot tertawa kecil, mencoba menutupi wajahnya yang memerah. “Stop flirting…”

“I’m not flirting. I’m being honest,” balas Nicolas tanpa ragu.

Percakapan mereka terus mengalir, sampai Elliot lupa waktu. Saat ia melihat jam tangannya, ternyata sudah lewat dua jam.

“Oh shoot, aku ada latihan renang sore ini,” katanya panik.

Nicolas tertawa kecil. “Relax, I’ll drive you there.”

---

Kolam renang besar tempat Elliot berlatih berada di sebuah kompleks olahraga. Begitu Nicolas memarkirkan mobilnya, beberapa orang langsung mengenalinya. Bisik-bisik terdengar, beberapa bahkan mengeluarkan ponsel untuk memotret.

Elliot merasa canggung. “Nicolas, kamu nggak apa-apa? People are staring…”

“I don’t care,” jawab Nicolas santai sambil membuka pintu mobil. “Let them stare.”

Saat mereka masuk, teman-teman Elliot Pergas, Benz, dan Channarong sudah menunggu.

“Elliot!” seru Benz, lalu matanya melebar saat melihat siapa yang datang bersama temannya. “No freaking way… is that Nicolas Partigon?!”

Elliot buru-buru mengangkat tangan. “Shhh! Jangan ribut!”

Tapi Nicolas hanya tersenyum dan menjabat tangan mereka satu per satu. “Nice to meet you. I’ve heard a lot about Elliot.”

Elliot menoleh kaget. “You have?”

“Of course,” jawab Nicolas singkat, membuat Elliot makin bingung sekaligus malu.

---

Selama Elliot berlatih, Nicolas duduk di tribun, memperhatikan. Matanya tidak lepas dari tubuh Elliot yang meluncur di air. Gerakannya elegan, kuat, dan penuh konsentrasi.

“Damn…” gumam Nicolas pelan. “He really is beautiful in his own element.”

Ketika latihan selesai, Elliot keluar dari kolam, napasnya terengah. Ia menoleh ke tribun, menemukan Nicolas masih menatapnya dengan intens. Tatapan itu membuatnya merasa… dilihat, benar-benar dilihat, bukan sekadar diperhatikan.

Dan untuk pertama kalinya, Elliot merasa mungkin dunia balap dan dunia air bisa bertemu.

---

Malam itu, Nicolas mengantar Elliot pulang lagi. Tapi sebelum Elliot turun, Nicolas menahan tangannya seperti sebelumnya.

“Elliot,” katanya pelan. “I don’t want this to end as just coffee or just training. I want to see you more. I want to know you more. Will you let me?”

Elliot terdiam lama, menatap mata Nicolas yang jujur sekaligus menantang. Hatinya berdebar, tapi ada rasa hangat yang tak bisa ia abaikan.

“I… I think I want that too,” jawabnya akhirnya.

Senyum tipis muncul di bibir Nicolas. “Good. Then this is just the beginning.”

Elliot masuk ke apartemennya dengan wajah merah padam. Sementara Nicolas menyalakan mesin mobilnya dengan hati yang entah kenapa berdegup lebih kencang daripada saat ia berada di lintasan balap.

Between the Track and the Waves • Williamest [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang