London tak pernah benar-benar tidur. Lampu-lampu jalanan, suara mobil yang melintas, dan hiruk pikuk kota seakan terus berdenyut tanpa henti. Tapi bagi Elliot, dunia terasa berhenti sejak malam itu malam ketika Nicolas akhirnya mengucapkan kata-kata yang selama ini ia tunggu.
Ia masih bisa merasakan ciuman hangat yang membakar bibirnya, pelukan erat yang membuatnya merasa aman sekaligus hancur pada waktu yang sama. Nicolas pembalap dunia yang dikenal arogan, keras kepala, dan dingin ternyata menyimpan kerentanan yang hanya ia sendiri bisa sentuh.
Pagi itu, Elliot terbangun dengan kepala masih berat. Matahari menembus tirai jendela, menyoroti sosok di sampingnya. Nicolas tertidur di sofa, masih dengan jaket kulit hitam yang ia kenakan semalam. Wajahnya tampak lebih tenang dari biasanya, meski alisnya masih berkerut sedikit, seperti terbiasa memikul beban dunia bahkan saat tidur.
Elliot berdiri pelan, mengambil selimut tipis, lalu menutupi tubuh Nicolas. Ia tersenyum kecil sambil mengusap rambut hitam yang kusut itu.
"Kenapa lo harus bikin semuanya serumit ini, Nic?" gumamnya dalam hati.
---
Beberapa hari berikutnya, hubungan mereka seakan memasuki fase baru. Nicolas menjadi lebih sering menghubungi Elliot tidak lagi sekadar pesan singkat, tapi panggilan larut malam, check-in sebelum balapan, bahkan sekadar menanyakan apakah Elliot sudah makan.
“Aku nggak pernah lihat lo kayak gini sebelumnya,” komentar Max, rekan setim Nicolas, saat mereka duduk di paddock sebelum race. “Lo kelihatan… bahagia, bro. It’s weird.”
Nicolas hanya mendengus, mencoba menutupi senyuman kecilnya. “Shut up, Max.”
Tapi dalam hati, ia tahu Max benar. Ada sesuatu yang berubah dalam dirinya. Dan itu semua karena Elliot.
Namun, kebahagiaan itu tidak bertahan lama. Dunia luar mulai mencium sesuatu.
---
Semuanya bermula dari sebuah foto.
Seorang fans tanpa sengaja memotret Nicolas keluar dari apartemen Elliot larut malam. Jaket kulit hitamnya mudah dikenali, begitu juga mobil sport yang terparkir di jalan sempit itu.
Foto itu menyebar cepat di Twitter, Instagram, bahkan forum-forum fans. Caption yang menyertainya penuh spekulasi.
“Who’s that guy? Looks like Nic spent the night at his place.”
“Wait… is Nicolas dating?? That’s not a girl tho.”
“Holy sht don’t tell me he’s actually—”*
Elliot baru tahu pagi berikutnya, saat ia membuka ponselnya. Notifikasi membanjir. Ada mention, DM, bahkan komentar di akun Instagram pribadinya yang sebelumnya sepi dan hanya berisi foto-foto kolam renang serta catatan latihan.
Matanya membesar saat membaca komentar-komentar itu.
“You’re the guy in the photo, right?”
“Stay away from Nicolas! He deserves better!”
“OMG you two are actually cute together, don’t let the haters win!”
Tangannya gemetar. Ia langsung menutup aplikasi, melempar ponsel ke ranjang, lalu menutup wajah dengan kedua tangan.
“Sht… sht… sh*t…”
---
Sementara itu, Nicolas sedang menghadapi badai dari sisi lain. Ponselnya tidak berhenti berdering—telepon dari manajer, sponsor, bahkan ayahnya.
“Nicolas, what the hell is going on?” suara manajernya terdengar di seberang telepon, panik. “Photos of you with that swimmer are all over the internet. Do you have any idea how bad this could be for your career?”
Nicolas menggertakkan gigi. “So what if they know? I don’t care.”
“You don’t care?!” manajernya hampir berteriak. “Sponsors DO care! The team DOES care! Do you want to risk everything just because of a fling?”
“Don’t you dare call him that,” Nicolas mendesis, nada suaranya dingin. “He’s not a fling. He’s everything.”
Telepon terputus dengan dentuman kasar. Nicolas melempar ponselnya ke kursi, lalu menunduk, mengacak rambutnya dengan frustasi. Dunia memang sedang runtuh, tapi ia tahu satu hal: ia tidak akan membiarkan Elliot diserang sendirian.
---
Hari itu, Nicolas langsung meluncur ke apartemen Elliot.
Elliot masih duduk di lantai kamar, ponsel tergeletak jauh dari jangkauan. Wajahnya pucat, matanya sembab. Saat Nicolas masuk, ia tidak bisa menahan air matanya lagi.
“Nic…” suaranya parau. “They found out. Everyone knows. What are we gonna do?”
Nicolas berlutut di depannya, menggenggam wajah Elliot dengan kedua tangan.
“Listen to me. Let them talk. Let them hate. As long as you’re with me, none of it matters.”
Elliot menggeleng, panik. “No, you don’t understand. Ini bukan cuma tentang lo. Aku juga kena, Nic! Komentar, pesan, bahkan ada yang kirim ancaman!”
Mata Nicolas membara. “I’ll protect you. I swear. No one touches you.”
Elliot memukul dada Nicolas, frustasi. “Lo nggak bisa kontrol dunia, Nic! Mereka nggak akan berhenti. Lo bisa kehilangan semuanya title, sponsors, bahkan karir lo!”
Nicolas terdiam, menatap dalam ke mata Elliot. Lalu ia tersenyum tipis, pahit tapi tulus.
“Then let me lose everything. Because if I lose you, it won’t mean anything anyway.”
Air mata Elliot jatuh lagi. Ia benci betapa egois tapi juga indah kalimat itu. Ia benci betapa Nicolas bisa membuatnya lemah hanya dengan kata-kata.
Dengan suara bergetar, Elliot akhirnya berbisik, “You’re crazy…”
Nicolas mendekat, menyentuh kening Elliot dengan keningnya. “Crazy for you.”
---
Hari-hari berikutnya menjadi mimpi buruk. Media mulai memburu mereka. Paparazzi menunggu di depan apartemen Elliot, wartawan mengejar Nicolas di paddock, sponsor mulai mempertimbangkan kontrak.
Elliot merasa terjebak. Ia bahkan tak bisa pergi ke kolam renang tanpa disorot kamera. Sementara Nicolas yang biasanya tenang di hadapan publik kali ini benar-benar kehilangan kesabaran.
Suatu siang, saat konferensi pers menjelang balapan, seorang wartawan memberanikan diri bertanya,
“Nicolas, are the rumors true that you’re in a relationship with Elliot Hayes, the British swimmer?”
Ruangan menjadi hening. Semua mata tertuju pada Nicolas.
Elliot yang menyaksikan dari televisi di rumah menahan napas. Ia tahu ini bisa jadi momen yang menentukan segalanya.
Nicolas menatap lurus ke arah kamera. Wajahnya dingin, tapi matanya penuh tekad.
“Yes,” katanya mantap. “And I’m not ashamed of it.”
Seketika, ruangan meledak dengan suara kilatan kamera, wartawan berteriak-teriak, manajer menutup wajah dengan tangan.
Di rumah, Elliot membeku. Air matanya jatuh lagi, kali ini bukan karena takut tapi karena terharu.
Nicolas baru saja mengumumkan pada dunia bahwa ia memilih Elliot, apapun risikonya.
Dan untuk pertama kalinya dalam hidupnya, Elliot benar-benar percaya bahwa cinta bisa melawan dunia.
YOU ARE READING
Between the Track and the Waves • Williamest [END]
Teen FictionDuh maaf ya kalo acak acak wkwkwk,gara gara lihat foto William itu di X jadi pengen buat ceritanya kaya f1 gitu, berhubungan author juga suka nontonin f1. happy reading. HANYA FIKSI GA NYATA YAAAAAA...... sinopsis dikit: Nicolas Partigon, seorang pe...
![Between the Track and the Waves • Williamest [END]](https://img.wattpad.com/cover/400044515-64-k340518.jpg)