Lampu-lampu mewah bergemerlap di ballroom hotel bintang lima di pusat kota London. Malam itu ada acara gala amal olahraga internasional. Banyak atlet terkenal dari berbagai cabang olahraga hadir-dari sepak bola, basket, renang, sampai balap mobil. Kamera berkilauan, tamu-tamu berdandan rapi, dan suasana penuh prestige.
Elliot Wave menarik napas dalam. Ia mengenakan jas hitam sederhana yang dipadukan dengan kemeja putih bersih. Tidak terlalu mencolok, tapi cukup elegan untuk seorang atlet renang yang lebih sering memakai celana pendek dan tanktop. Tangannya dingin karena gugup, padahal ia sudah terbiasa dengan sorakan ribuan orang saat bertanding.
Tapi malam itu berbeda. Karena ada seseorang di ruangan itu.
Seseorang yang sudah lama diam-diam ia kagumi.
Nicolas Partigon.
Pembalap muda asal London yang sudah mendunia. Usianya baru 25 tahun, tapi koleksi pialanya sudah memenuhi ruangan khusus di rumah keluarganya. Wajahnya selalu muncul di majalah otomotif dan sport, dengan sorotan kamera yang seakan hanya diciptakan untuknya. Rambut cokelat gelap, mata tajam, rahang tegas-ia adalah definisi dari a dream man.
"Bro, you look nervous," bisik Pergas, salah satu sahabat Elliot yang ikut malam itu. Ia tertawa pelan sambil menepuk bahu Elliot.
"Of course I'm nervous," jawab Elliot dengan suara rendah. "He's here."
"Who?" tanya Benz, ikut menyimak sambil menyeruput minumannya.
Elliot menoleh pelan ke arah panggung, lalu menunjuk pria berjas biru navy yang sedang dikerubungi wartawan.
"That man. Nicolas Partigon."
Benz dan Pergas saling pandang lalu kompak terkekeh.
"Ya ampun, jadi ini ya orang yang selalu kamu sebut-sebut itu?"
Elliot langsung menunduk malu. "Shut up."
Sementara itu, Nicolas berdiri anggun di tengah kerumunan. Dia terbiasa dengan kamera, terbiasa dengan pertanyaan wartawan, bahkan terbiasa dengan tatapan kagum maupun iri. Senyumnya tipis, sedikit dingin, tapi justru itu yang membuatnya semakin memikat.
"Mr. Partigon, what's your next plan after Monaco?" tanya seorang jurnalis.
Nicolas hanya menanggapi singkat. "Win. Like always."
Jawabannya simpel, tapi penuh percaya diri. Dia memang tipe orang yang tidak suka banyak bicara. Dunia mengenalnya sebagai pria misterius dengan aura untouchable.
Elliot menghela napas panjang. Melihat idolanya dari jauh saja sudah cukup membuat jantungnya berdebar. Dia tidak berharap banyak bisa bicara langsung, apalagi lebih dari itu. Tapi semesta seakan punya rencana lain.
Acara berlanjut dengan pelelangan amal. Semua tamu diminta untuk duduk. Elliot dan teman-temannya duduk di meja dekat sisi kiri ballroom. Sementara Nicolas... ternyata duduk di meja sebelahnya.
Elliot hampir tersedak air mineral saat menyadari itu. "Oh my God..." bisiknya.
Nicolas duduk bersama tiga temannya-Erwin, Jey, dan Kevin. Mereka terlihat seperti geng elite dengan aura masing-masing. Erwin tampak kalem, Jey lebih santai dengan candaan kecil, sementara Kevin punya tatapan mata yang selalu penuh analisis.
Satu kali, tatapan Nicolas terangkat dari meja dan langsung bertemu dengan mata Elliot. Hanya sepersekian detik, tapi cukup membuat Elliot kaku di tempat.
"Damn, he's looking at you!" bisik Channarong yang baru datang terlambat.
"Shut up, please," Elliot menunduk, wajahnya panas.
Pelelangan berlangsung. Beberapa barang koleksi atlet terkenal berhasil dilelang dengan harga tinggi. Lalu giliran Nicolas. Ada helm balapnya yang pernah ia gunakan saat menang di kejuaraan Eropa.
"Helm ini dimulai dengan harga seratus ribu poundsterling," ucap MC.
Tangan-tangan langsung terangkat. Harga naik dengan cepat. 150 ribu... 200 ribu... 250 ribu... Elliot hanya bisa menelan ludah. Tentu dia tidak mungkin ikut-ikutan menawar.
Tapi kemudian, sesuatu yang mengejutkan terjadi.
Nicolas sendiri yang mengangkat tangannya.
Semua orang langsung bingung.
"Mr. Partigon, you cannot bid for your own item," ujar MC sambil tertawa.
Nicolas hanya menyunggingkan senyum tipis. "I can. But I won't keep it for myself."
Ruangan mendadak hening. Nicolas melanjutkan, suaranya tenang tapi penuh wibawa.
"I'll give it to... someone who really loves the ocean."
Semua orang menoleh mencari. Nicolas menatap lurus ke arah Elliot. Tatapan tajamnya seperti panah yang menusuk langsung ke dada Elliot.
Elliot terperangah. "No... is he-"
Pergas langsung menyikut lengannya. "Dude, he's looking at you. At you!"
Jantung Elliot berdegup kencang. Dia bahkan tidak bisa menggerakkan bibirnya untuk bicara. Nicolas tersenyum tipis, lalu mengangguk kecil ke arahnya.
Akhirnya helm itu 'dimenangkan' Nicolas sendiri, lalu dengan santai ia berdiri, berjalan ke arah meja Elliot, dan meletakkannya di depan Elliot. Semua kamera langsung menyorot momen itu.
"This belongs to you," kata Nicolas singkat, suaranya dalam.
Elliot menelan ludah. "M-me?"
"Yes. You."
Seisi ruangan heboh. Teman-teman Elliot langsung bersorak kecil, sementara teman Nicolas hanya tersenyum misterius. MC bahkan sempat salah tingkah.
"Wah, sepertinya Mr. Partigon sudah menemukan penerima yang tepat untuk helm bersejarahnya," ujar MC cepat.
Elliot masih tidak percaya. Ia hanya bisa memegang helm itu dengan tangan gemetar.
"Why... me?" tanyanya lirih.
Nicolas menatapnya lekat-lekat. "Because you love the ocean. And I... love the speed. Maybe one day, we'll see how the waves and the track meet."
Elliot membeku. Kata-kata itu singkat tapi meninggalkan efek besar di dadanya. Nicolas kemudian kembali ke mejanya dengan santai, seakan tidak terjadi apa-apa.
Sepanjang acara, Elliot tidak bisa berhenti menatap helm itu. Sementara Nicolas... sesekali menoleh dan tersenyum tipis.
Dan malam itu, Elliot tahu satu hal pasti-hidupnya tidak akan pernah sama lagi setelah pertemuan itu.
YOU ARE READING
Between the Track and the Waves • Williamest [END]
Teen FictionDuh maaf ya kalo acak acak wkwkwk,gara gara lihat foto William itu di X jadi pengen buat ceritanya kaya f1 gitu, berhubungan author juga suka nontonin f1. happy reading. HANYA FIKSI GA NYATA YAAAAAA...... sinopsis dikit: Nicolas Partigon, seorang pe...
![Between the Track and the Waves • Williamest [END]](https://img.wattpad.com/cover/400044515-64-k340518.jpg)