Hujan baru saja reda, meninggalkan aroma tanah basah yang menusuk hidung. London malam itu seakan memberi ruang hening bagi dua hati yang sedang kacau. Elliot berdiri di balkon apartemennya, mengenakan kaos putih tipis dan celana pendek abu-abu. Rambut cokelatnya yang masih agak basah menempel di dahi, membuat wajahnya tampak lebih rapuh dari biasanya.
Ia memandangi lampu jalan yang basah oleh sisa hujan. Tangannya bergetar saat menggenggam cangkir teh panas. Dalam pikirannya, semua percakapan dengan Nicolas beberapa hari terakhir terus terulang, seakan sebuah rekaman yang tidak pernah bisa dihentikan.
"Why do you always push me away, Nicolas?" suara Elliot sendiri terngiang di kepalanya.
"Because I don’t want you to get hurt…" jawaban Nicolas yang dingin tapi gemetar juga ikut menghantui.
Elliot menutup mata, mencoba menenangkan diri. Tapi bukannya tenang, yang muncul malah wajah Nicolas: tatapannya yang penuh amarah tapi juga kelembutan tersembunyi, genggaman tangannya yang kuat, bahkan aroma parfum maskulin yang selalu membuat Elliot merasa tak berdaya.
Di sisi lain kota, Nicolas menyalakan mesin mobil sport hitamnya. Suara knalpot meraung, mengiris keheningan malam. Ia tidak peduli sudah larut, tidak peduli juga tubuhnya masih lelah usai latihan race seharian. Yang ada di kepalanya hanyalah Elliot.
Nicolas menggertakkan giginya.
“Damn it… I can’t take this anymore.”
Ia menekan pedal gas, melaju di jalanan basah London. Wiper bergerak cepat menyapu sisa-sisa hujan dari kaca depan. Bayangan Elliot muncul di pikirannya, membuat dada Nicolas terasa sesak. Sisi dirinya yang keras kepala menolak untuk jujur, tapi sisi lain berteriak ingin memeluk Elliot, ingin memintanya untuk tidak pergi.
---
Suara bel apartemen Elliot berbunyi keras, memecah keheningan. Elliot terkejut, hampir menjatuhkan cangkir tehnya. Ia berjalan pelan ke pintu, ragu untuk membuka. Tapi hatinya tahu siapa yang berdiri di balik pintu itu.
Saat pintu terbuka, Nicolas berdiri di sana. Basah kuyup meski jelas tadi dia datang dengan mobil. Rambut hitamnya jatuh berantakan, jaket kulitnya menempel erat di tubuh, menonjolkan bahu lebar dan dada bidangnya.
“Nic…” suara Elliot pelan, nyaris bergetar.
Nicolas menatapnya dalam, mata birunya yang tajam kini terlihat seperti badai. Tanpa banyak bicara, ia melangkah masuk, menutup pintu dengan satu hentakan.
“Apa yang-” Elliot belum sempat bertanya, Nicolas sudah menariknya ke dalam pelukan.
Pelukan itu begitu kuat, seolah Nicolas takut Elliot akan menghilang kalau ia melepaskan. Elliot kaku beberapa detik, sebelum akhirnya tubuhnya ikut melemah, menyerah pada hangat yang sudah lama ia rindukan.
“Don’t… don’t push me away again, Elliot,” bisik Nicolas di telinganya. Suaranya serak, penuh luka. “I can’t… I just can’t.”
Elliot terdiam. Jantungnya berdetak begitu keras hingga terasa menyakitkan. Ia ingin marah, ingin menuntut jawaban, tapi air matanya justru jatuh lebih dulu. Ia meremas jaket Nicolas, menangis di dadanya.
“Kenapa kamu selalu bikin aku bingung, Nic? Aku… I don’t know what you want.”
Nicolas melepaskan pelukannya sedikit, menangkup wajah Elliot dengan kedua tangan. Jempolnya mengusap pipi Elliot yang basah. Tatapan itu campuran marah, cemas, cinta membuat Elliot gemetar.
“Aku mau lo, El. Just you.” Nicolas menekankan setiap kata, seakan takut Elliot tidak percaya. “I don’t care about the consequences anymore.”
Elliot menatap balik, matanya merah karena air mata.
“Kamu sadar apa yang kamu bilang? Dunia kamu beda sama aku. Aku cuma atlet renang biasa. Kamu… pembalap dunia. Fans lo, sponsor, media… mereka nggak akan pernah nerima kalau tahu lo sama gue.”
Nicolas menarik napas dalam, lalu tersenyum miris.
“Let them burn. I don’t give a damn. Kalau harus kehilangan semuanya, at least I still have you.”
Kata-kata itu menghantam Elliot lebih keras dari badai mana pun. Ia tak pernah mendengar Nicolas sejujur ini. Biasanya Nicolas selalu menutup diri, menyembunyikan perasaannya di balik dingin dan arogansi. Tapi malam ini, semuanya runtuh.
Elliot tak mampu lagi menahan dirinya. Ia mendekat, menempelkan bibirnya ke bibir Nicolas. Awalnya ragu, lembut, penuh air mata. Tapi Nicolas langsung membalas dengan intensitas yang membuat Elliot terengah.
Ciuman itu kasar, dalam, penuh hasrat terpendam. Nicolas mencengkeram pinggang Elliot, menarik tubuhnya rapat. Sementara tangan Elliot meraih rambut Nicolas, menariknya lebih dekat, seolah ingin menenggelamkan diri sepenuhnya.
Suara hujan yang tersisa di luar, detak jam dinding, semua lenyap. Yang tersisa hanya napas mereka yang berat, suara isakan tertahan, dan getaran tubuh yang saling mencari.
---
Beberapa menit kemudian, mereka terhenti, saling menatap dengan napas memburu. Dahi mereka bersandar satu sama lain.
“Elliot…” Nicolas berbisik, suaranya patah. “Don’t leave me.”
Elliot memejamkan mata, mencoba menenangkan degup jantungnya.
“I was never leaving, Nic. It’s always been you. But you… you keep building walls.”
Nicolas tersenyum pahit. “Then break those walls, El. Please. Don’t give up on me.”
Air mata kembali mengalir di pipi Elliot, tapi kali ini ia tersenyum di sela tangisnya. Ia menyentuh wajah Nicolas dengan lembut.
“Oke, Nic… Tapi lo harus janji, jangan lagi dorong gue menjauh. Gue nggak sanggup lagi kalau harus sendirian.”
“I promise,” jawab Nicolas cepat, tanpa ragu. “No more lies. No more distance.”
Elliot menunduk, bibirnya bergetar. “I love you, Nic.”
Untuk pertama kalinya, Nicolas tidak menahan kata-kata itu. Ia membalas tanpa jeda.
“I love you too, Elliot. More than I ever thought I could.”
Pelukan kembali menyatukan mereka. Kali ini bukan sekadar pelarian, tapi janji.
Di luar sana, London mungkin masih sibuk dengan gemerlapnya. Dunia mungkin akan menolak, media mungkin akan menghakimi. Tapi di dalam ruangan kecil itu, hanya ada dua hati yang akhirnya menemukan satu sama lain, meski lewat luka, amarah, dan tangis.
Malam itu, badai bukan lagi musuh. Badai adalah saksi.
YOU ARE READING
Between the Track and the Waves • Williamest [END]
Teen FictionDuh maaf ya kalo acak acak wkwkwk,gara gara lihat foto William itu di X jadi pengen buat ceritanya kaya f1 gitu, berhubungan author juga suka nontonin f1. happy reading. HANYA FIKSI GA NYATA YAAAAAA...... sinopsis dikit: Nicolas Partigon, seorang pe...
![Between the Track and the Waves • Williamest [END]](https://img.wattpad.com/cover/400044515-64-k340518.jpg)