Between Friends and Tension

Start from the beginning
                                        

Ucapan itu menusuk Elliot lebih dalam daripada yang ia kira.

---

Selesai latihan, mereka semua kembali berkumpul. Nicolas masih ada di sana, menyapa Elliot dengan senyum hangat.

“Good job today,” katanya singkat.

Elliot tersenyum malu. “Thanks…”

Benz, yang tidak tahan dengan ketegangan, langsung nyeletuk. “Eh, kita rame-rame makan yuk! Nicolas, mau ikut?”

Elliot langsung menoleh cepat. “Benz—”

Tapi Nicolas mengangguk tanpa ragu. “Sure. Why not?”

Pergas mendengus pelan, jelas tidak setuju, tapi tak bisa menolak tanpa alasan.

---

Mereka memilih sebuah restoran Thailand sederhana di dekat kolam. Tempatnya tidak terlalu besar, tapi punya suasana hangat dengan aroma rempah yang kuat.

Begitu makanan datang, suasana meja langsung ramai. Benz dan Channarong banyak ngobrol, sementara Pergas lebih banyak diam, hanya sesekali melirik Nicolas.

“Jadi, Nicolas,” tanya Benz sambil mengunyah pad thai, “kenapa bisa temenan sama Elliot? Dari semua orang di dunia, kenapa dia?”

Elliot hampir tersedak. “Benz!”

Tapi Nicolas menanggapinya tenang. Ia menatap Elliot sebentar sebelum menjawab. “Because he’s different.”

Meja langsung hening. Bahkan Pergas menoleh penuh perhatian.

Nicolas melanjutkan, suaranya rendah tapi jelas. “Di dunia gue, semua orang fake. Semua orang cuma mau dekat karena uang, ketenaran, atau sesuatu yang bisa mereka ambil. But Elliot… he doesn’t want anything from me. Dia cuma jadi dirinya sendiri. Itu yang bikin gue tertarik.”

Elliot merasa wajahnya panas. Ia menunduk, jantungnya berdetak gila-gilaan.

Channarong tersenyum kecil. “That’s… sweet.”

Pergas menatap Nicolas lebih lama, seolah mencoba membaca apakah kata-kata itu tulus atau hanya akting.

---

Setelah makan, mereka berjalan keluar. Udara malam London dingin, dan lampu jalan memantulkan cahaya ke trotoar basah.

“Thanks for dinner,” kata Nicolas sambil memasukkan tangan ke saku.

Benz menepuk bahu Elliot. “Bro, gue pulang dulu. Have fun with your friend.” Ia mengedip nakal sebelum pergi bersama Channarong.

Kini hanya tinggal Elliot, Nicolas, dan Pergas.

Pergas menatap Nicolas tajam. “I don’t trust you.”

“Pergas-” Elliot mencoba menahan, tapi Pergas mengangkat tangan.

“No, El. Listen to me. Orang kayak dia… dia bisa hancurin hidup lo dalam sekejap. Gue nggak mau liat lo sakit hati.”

Nicolas tetap tenang, meski matanya sedikit menyipit. “I understand your concern. But I’m not here to hurt him.”

“Words are easy,” balas Pergas dingin. “Actions matter.”

Suasana menegang. Elliot berdiri di tengah, merasa terjepit.

“Pergas…” katanya pelan. “Aku tahu kamu peduli sama aku. But please… trust me. Just this once.”

Pergas menatap Elliot lama, lalu menghela napas berat. “Fine. Tapi kalau dia bikin kamu nangis… dia harus berurusan sama gue.”

Setelah mengatakan itu, Pergas pergi, meninggalkan mereka berdua.

---

Elliot merasa lelah secara emosional. Ia menunduk, menatap trotoar. “I’m sorry. They’re just… protective.”

Nicolas mendekat, jaraknya hanya beberapa langkah. “Don’t apologize. They care about you. That’s… a good thing.”

Elliot mengangkat wajah, matanya bertemu dengan mata Nicolas. Tatapan itu intens, membuatnya sulit bernapas.

“Elliot,” suara Nicolas pelan, nyaris berbisik. “I don’t care if they don’t trust me. What matters is… do you?”

Hati Elliot berdebar kencang. Ia ingin menjawab, tapi suaranya terjebak di tenggorokan. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan hanyalah mengangguk pelan.

Senyum tipis muncul di bibir Nicolas. Ia mendekat sedikit, cukup untuk membuat Elliot merasakan hangat napasnya di udara dingin itu.

“Good,” bisiknya. “Because I don’t plan to let you go.”

Elliot mematung. Rasanya seperti seluruh dunia berhenti bergerak. Tubuhnya panas, meski udara malam menusuk kulit.

Nicolas hampir menurunkan wajahnya, jarak mereka hanya beberapa inci. Elliot bisa merasakan detak jantungnya sendiri di telinga.

Tapi tiba-tiba suara klakson mobil membuyarkan momen itu. Mereka sama-sama tersentak. Nicolas mundur sedikit, menghela napas panjang.

“Not here,” katanya pelan. “Not yet.”

Elliot masih membeku, wajahnya merah padam. Ia hanya bisa mengangguk, sementara Nicolas tersenyum samar sebelum menuntunnya ke mobil.

Di dalam hati, Elliot tahu… ini baru permulaan.

Between the Track and the Waves • Williamest [END]Where stories live. Discover now