Selain album untuk Draco, Harry juga memiliki album khusus untuk Hogwarts. Di dalamnya terdapat foto-foto kenangannya bersama Ron dan Hermione, foto-foto kelas, dan foto-foto guru-gurunya. Namun, album Draco tetap menjadi favoritnya. Ada sesuatu yang berbeda pada album itu, sebuah perasaan yang lebih dalam dan lebih intens.
Harry menutup album itu dengan perlahan, lalu menatap keluar jendela. Cahaya matahari sore menyinari ruangannya, menciptakan suasana yang hangat dan nyaman. Ia memikirkan masa depan yang tidak pasti. Penyakit yang dideritanya semakin parah, dan ia takut suatu hari nanti akan melupakan semua kenangan indah ini.
Namun, ia tidak menyesali apapun. Ia telah mencintai Draco dengan sepenuh hati, dan itu sudah cukup baginya. Album ini akan menjadi warisan yang ia tinggalkan untuk dirinya sendiri, sebuah bukti bahwa ia pernah hidup dan mencintai dengan sepenuh jiwa.
Harry memeluk erat boneka ferret putih pemberian Draco. Cahaya rembulan yang masuk melalui jendela menerpa wajahnya, menciptakan bayangan boneka itu di dinding. Dengan mata berkaca-kaca, Harry membayangkan Draco sedang tersenyum padanya. Ia terkikik geli, menggoyangkan kakinya di atas kasur yang berantakan, selimut warna-warni berserakan di lantai.
Dengan mata berbinar, Harry mengecup-ngecup hidung boneka itu berkali-kali. Ia bergumam manja.
"Kau lucu sekali, Draco..."
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka dengan sedikit bantingan. Draco masuk dengan wajah sedikit kesal.
"Potter, bagaimana cara mengganti siaran..." Ucapannya terhenti saat melihat pemandangan di depannya.
Harry sedang duduk di atas kasur, memeluk erat boneka, mengecup-ngecup boneka itu dengan penuh kegemasan. Draco mengerutkan kening, terlihat bingung.
"Apa yang kau lakukan?" tanya Draco, suaranya datar.
Harry terjatuh dari tempat tidur karena terkejut. Boneka ferret terlepas dari pelukannya dan jatuh ke lantai. Ia menutupi wajahnya dengan bantal, berharap bisa menghilang dari hadapan Draco.
"Aku... aku tidak sedang melakukan apa-apa," jawabnya terbata-bata.
Draco mendekati tempat tidur Harry dan mengambil boneka ferret itu. Ia memeriksa boneka itu dengan seksama, seolah mencari sesuatu yang aneh.
"Boneka ferret ini..." ujarnya, lalu berhenti sejenak.
"Kau memperlakukannya seperti..."
Harry membuka sedikit bantalnya, mengintip Draco dari sela-sela jari.
"Seperti apa?" tanyanya penasaran.
Draco menaikkan sebelah alisnya.
"Seperti pacarmu."
Wajah Harry langsung memerah padam. Ia melempar bantal ke arah Draco, namun tidak mengenai sasaran.
"Jangan bicara seperti itu!" teriaknya malu.
Draco tertawa kecil. "Kenapa? Memangnya bukan begitu?"
Harry hanya bisa menggelengkan kepala dan kembali menutupi wajahnya dengan bantal. Ia merasa sangat malu.
°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆
Lorong Kementerian Sihir dipenuhi dengan kesibukan khasnya. Draco Malfoy berjalan beriringan dengan Alastor Moody, tangannya membawa setumpuk berkas yang tampak terlalu berat untuk seseorang yang sudah hampir kehilangan keseimbangan. Wajahnya pucat, rambutnya sedikit berantakan-sangat tidak seperti Draco yang biasanya selalu terlihat sempurna.
YOU ARE READING
If Tomorrow Was Yesterday | Drarry
Fanfiction𝑺𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊, 𝒌𝒂𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 𝒅𝒊 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒕𝒖𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒍𝒖𝒑𝒂 𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖. 𝑰𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝑯𝒂𝒓𝒓𝒚 𝑷𝒐𝒕𝒕𝒆𝒓. ⸻Draco Malfoy 𝑫𝒖𝒍𝒖, 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈�...
~~ Chapter 10 ~~
Start from the beginning
