Pagi hari yang cerah datang, Narcissa mengetuk pintu kamar Draco dengan lembut.
"Draco sayang, sudah bangun? Ibu butuh bantuanmu di toko bunga." Suaranya terdengar riang, kontras dengan suasana hati putranya yang sedang murung.
Draco membenamkan wajahnya lebih dalam ke dalam bantal.
"Ibu, ini hari liburku. Kenapa aku harus ikut berjualan bunga?" keluhnya dengan suara serak.
"Ayolah, Nak. Toko bunga ibu sedang ramai, apalagi sekarang musim semi. Kita butuh tenaga ekstra," bujuk Narcissa sambil tersenyum.
Draco menghela napas panjang. "Ibu tahu kan, aku lebih suka meracik ramuan daripada mengurus bunga-bunga itu?"
Narcissa tertawa kecil. "Ibu tahu, Nak. Tapi sesekali membantu ibumu tidak ada salahnya kan?"
Dengan malas, Draco bangkit dari tempat tidur dan mulai berpakaian. Saat melewati ruang kerja ayahnya, ia melihat Lucius sedang sibuk membaca tumpukan dokumen.
"Hei, Ayah," sapa Draco dengan nada sarkastik.
"Sibuk sekali ya? Kapan-kapan ajak aku jadi pegawai di Kementerian, biar bisa kerja sambil tidur."
Lucius melirik Draco sekilas tanpa mengangkat wajahnya dari dokumen.
"Kau? Kau lebih cocok mengurus bunga daripada mengurus dokumen penting."
Draco mendengus. "Terima kasih atas pujiannya, Ayah."
Sesampainya di toko bunga, Draco langsung disambut oleh aroma bunga yang harum. Pelanggan berlalu-lalang, memilih bunga kesukaan mereka. Narcissa terlihat sibuk melayani pelanggan dengan ramah.
"Lihat, Nak, banyak sekali orang yang menyukai bunga-bunga ibu," kata Narcissa sambil tersenyum bangga.
Draco hanya mengangguk malas. Ia mengambil sebuah pot bunga dan mulai menyiramnya.
"Ibu, aku yakin mereka lebih suka membeli bunga dari toko lain yang lebih murah."
Narcissa memukul lengan Draco pelan. "Jangan mengada-ngada. Bunga-bunga ibu ini berkualitas tinggi dan dijamin segar."
"Ya, ya, Ibu. Bunga-bunga mahal untuk para Muggle yang tidak tahu apa-apa," gumam Draco.
Narcissa tertawa. "Kau ini, memangnya siapa yang mengajarkanmu untuk berbicara seperti itu?"
"Ayahku, mungkin?" jawab Draco sambil mengangkat alis.
Toko bunga milik Narcissa Malfoy di London bagai oasis di tengah hiruk pikuk kota. Interiornya didominasi warna putih dan emas, memberikan kesan mewah dan elegan. Vas-vas kristal berisi aneka bunga langka berjejer rapi di sepanjang rak-rak kaca. Aroma bunga yang harum semerbak memenuhi ruangan, menciptakan suasana yang menenangkan.
Di tengah kemewahan itu, ada satu sosok yang tampak tidak pas: Draco Malfoy. Dengan wajah masam dan celemek bunga yang terlihat terlalu besar untuk tubuhnya, Draco berdiri di belakang meja kasir, melayani pelanggan dengan sikap acuh tak acuh. Rambut pirangnya yang biasanya disisir rapi kini sedikit berantakan, seakan menggambarkan kegelisahan hatinya.
"Draco, sayang, senyum dong! Jangan bikin pelanggan takut," tegur Narcissa sambil menghampiri putranya.
Draco mendengus. "Ibu, aku bukan pegawai toko bunga. Aku seorang profesor."
"Profesor bunga, mungkin," sahut Narcissa sambil terkekeh.
Seketika Narcissa menghampiri seorang ibu muda yang sedang memilih bunga.
YOU ARE READING
If Tomorrow Was Yesterday | Drarry
Fanfiction𝑺𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊, 𝒌𝒂𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 𝒅𝒊 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒕𝒖𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒍𝒖𝒑𝒂 𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖. 𝑰𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝑯𝒂𝒓𝒓𝒚 𝑷𝒐𝒕𝒕𝒆𝒓. ⸻Draco Malfoy 𝑫𝒖𝒍𝒖, 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈�...
