~~ Chapter 08 ~~

1K 91 6
                                        

Selain mengawasi Harry Potter yang diduga menjadi Obscurial, Draco Malfoy juga memiliki serangkaian tugas lain sebagai Auror yang menuntut kecerdasan, ketangkasan, dan kekuatan sihirnya yang luar biasa.

Pagi itu, sebelum melanjutkan tugas utamanya, Draco telah menyelesaikan dua misi lapangan yang cukup berbahaya. Yang pertama, melumpuhkan kelompok penyihir gelap kecil yang mencoba mencuri artefak terlarang dari gudang kementerian. Dengan satu gerakan tongkatnya dan mantra yang kuat, Draco berhasil melumpuhkan seluruh kelompok dalam waktu kurang dari lima menit.

Tugas kedua lebih rumit-melacak dan menangkap seorang buronan yang telah menyamar di Diagon Alley selama berminggu-minggu. Dengan kecerdasan dan naluri tajamnya, Draco menemukan penyihir itu di sebuah kedai usang dan berhasil menangkapnya hanya dengan sedikit perlawanan. Berkas penyelidikan yang penuh detail ia siapkan dengan cepat, diselesaikan di ruangannya dalam waktu singkat, menunjukkan profesionalisme dan keahliannya yang tak tertandingi.

Saat ia menyerahkan tumpukan berkas kepada petugas penerima di Kementerian, raut wajah Draco jelas menunjukkan rasa kesalnya.

"Lain kali, carilah Auror lain untuk menangani tugas ini" katanya dingin, melemparkan map itu ke meja petugas. Ia melangkah pergi sebelum sempat mendengar jawaban, mantel hitamnya berkibar di belakangnya.

Saat berjalan melewati lorong kementerian yang ramai, Draco bergumam pelan, namun cukup keras untuk dirinya sendiri.

"Auror sepertiku, menangani misi-misi tingkat tinggi, sekarang juga harus menjadi pengasuh Harry Potter. Apa mereka benar-benar tidak punya orang lain?" Suaranya penuh sarkasme dan frustrasi, meski ada nada samar yang menunjukkan kebingungannya sendiri.

Ia melirik sekilas ke sekeliling lorong, matanya tajam memandang para staf kementerian yang berlalu-lalang. Pikirannya tak henti-hentinya memutar pertanyaan yang sama. Kenapa aku? Kenapa mereka memilihku untuk tugas ini? Tapi tanpa berhenti terlalu lama untuk merenung,

Draco mempercepat langkahnya, bersiap untuk kembali ke misi utama yang, meskipun dibencinya, tetap membuat pikirannya tak tenang-mengawasi Harry Potter.

Lorong Kementerian Sihir terasa hidup dengan suara langkah kaki yang tergesa-gesa, suara dokumen yang berpindah dari satu tangan ke tangan lain, dan gemerisik obrolan para penyihir yang sibuk. Lampu bercahaya biru berpendar lembut di dinding batu, memberikan nuansa magis namun juga formal.

Draco Malfoy melangkah dengan cepat, mengenakan jubah hitam yang rapi dengan emblem Auror yang tersemat di bahunya. Wajahnya sudah tampak muram meski pagi baru dimulai, menunjukkan bahwa suasana hatinya sedang buruk.

Di ujung lorong, dua wajah familiar muncul. Blaise Zabini, dengan gaya santai khasnya, sedang berjalan bersama Theodore Nott, yang mengenakan mantel hijau gelap. Kedua pria itu langsung melihat Draco, dan Blaise, seperti biasa, tidak menahan diri untuk membuat komentar.

"Pagi yang cerah, Draco," Blaise menyapa, nada bicaranya ringan namun jelas menggoda.

"Wajahmu itu, seperti biasa, membawa awan kelabu ke dalam Kementerian. Apa Harry Potter lupa membuatkanmu sarapan?"

Draco berhenti di tempat, matanya menyipit dengan tajam ke arah Blaise.

"Kalau aku mendengar namanya dari mulutmu lagi, Zabini, aku bersumpah aku akan-"

"Tenang, Malfoy," potong Blaise sambil terkekeh. "Aku hanya bercanda. Kami semua tahu misi 'mulia'mu mengawasi The Chosen One. Bagaimana rasanya, eh? Tinggal di bawah satu atap dengan seorang legenda?"

Draco mendecak kesal, melipat tangan di dadanya. "Sebuah penghinaan, jika kau ingin tahu. Kementerian sudah kehilangan akal sehat mereka mengutusku untuk ini. Potter... terlalu memanjakan. Dia seperti... pelayan pribadi, aku kira."

If Tomorrow Was Yesterday | DrarryWhere stories live. Discover now