Sebuah surat bertuliskan segel lambang Kementerian Sihir mendarat di atas meja Draco. Dengan jantung berdebar, ia membuka amplop itu. Perintah resmi tertulis rapi di atas perkamen kuno. Tugas barunya? Mengawasi Harry Potter. Seorang Auror handal seperti dirinya kini harus menjadi bayang-bayang seorang mantan murid Hogwarts yang dulu pernah menjadi rival sekaligus... sesuatu yang lebih.
Tugas ini terasa seperti sebuah lelucon buruk. Draco harus meninggalkan Hogwarts dan Dunia sihir, tempat yang telah menjadi rumahnya selama bertahun-tahun, untuk mengintai seorang Potter yang kini menjadi guru taman kanak-kanak di dunia Muggle. Bayangkan saja, seorang Malfoy harus berpura-pura menjadi manusia biasa di tengah hiruk pikuk kota London.
Draco mendelik tajam pada foto itu. Di sana, Harry Potter, musuh bebuyutannya, terlihat sedang menggendong seorang anak kecil, wajahnya memancarkan senyum hangat yang begitu asing. Kontras yang mencolok antara citra Harry sebagai sang penyelamat dunia sihir dengan sosok seorang guru taman kanak-kanak membuat Draco tergelak sinis. Namun, sebuah senyum licik muncul di wajahnya saat membaca laporan terakhir.
"Taman kanak-kanak, huh? Sungguh tempat yang tak pernah kuduga." Ejeknya.
Kementerian Sihir mencurigai Harry sebagai Obscurus. Tuduhan itu bagai tamparan keras bagi Draco. Bagaimana mungkin seorang penyelamat dunia bisa menjadi ancaman? Tapi perintah adalah perintah. Dan untuk menjalankan tugasnya, Draco harus tinggal bersama Harry.
Draco Malfoy menatap surat di tangannya dengan ekspresi yang sulit diartikan-campuran jijik, marah, dan rasa penasaran yang enggan ia akui. Lambang Kementerian Sihir tertera jelas pada segel emas yang sudah ia sobek. Isinya membuat darahnya mendidih.
"Tugas Penugasan Kementerian Sihir untuk Auror Draco Malfoy: Mengawasi Harry James Potter. Lokasi: Dunia Muggle. Durasi: 1 tahun penuh. Tujuan: Memastikan Potter tidak menunjukkan tanda-tanda menjadi Obscurus. Larangan: Tidak diperbolehkan menggunakan sihir selama masa tugas. Rahasia tingkat tinggi.
Catatan: Laporan mingguan langsung kepada Kementerian melalui jalur aman.
Draco mendengus keras, membanting surat itu ke meja kerja kayu ek di ruang bacanya yang elegan. Tongkat sihirnya-yang kini tak lebih berguna dari sekadar aksesori mewah-tergeletak di samping secangkir teh yang sudah dingin.
"Ini bukan tugas. Ini penghinaan!" gumamnya dengan kesal.
"Auror paling berbakat di generasi ini dijadikan... pengasuh bayi? Untuk Potter, tidak kurang, di dunia Muggle? Sungguh lelucon konyol!"
Ia membayangkan dirinya berjalan menyusuri lorong-lorong Hogwarts, tongkat sihir terhunus, siap menghadapi segala ancaman. Namun, kini ia harus bergelut dengan dunia Muggle yang penuh kejutan. Bayangannya tentang kehidupan sebagai seorang Auror, penuh dengan petualangan dan keajaiban sihir, kini terasa begitu jauh.
Sebuah segel kuat mengunci kekuatan sihirnya. Tongkatnya, yang selama ini menjadi sahabat setianya, kini hanya menjadi hiasan belaka. Ia harus beradaptasi dengan kehidupan tanpa mantra, tanpa sihir. Sungguh sebuah penghinaan bagi seorang Malfoy.
Ruang kerja Lucius Malfoy, dengan langit-langit tinggi dan dinding berlapis kayu mahoni, dipenuhi suasana yang menekan. Di sudut, sebuah perapian besar menyala redup, api jingga menari di atas kayu-kayu yang berderak pelan. Aroma kulit tua dari buku-buku kuno bercampur dengan wangi halus tinta hitam. Lucius duduk tegak di belakang meja antiknya, memancarkan kewibawaan dingin. Ia menatap putranya, yang berdiri dengan dada naik turun, penuh amarah.
Draco membanting surat perintah itu ke meja. Kertas itu meluncur di atas permukaan kayu yang licin, berhenti tepat di depan Lucius.
"Setahun penuh! Bersama Potter! Di dunia Muggle!" Draco mendesis, nadanya setajam belati. "Ini penghinaan, Ayah. Mereka mempermainkan kita."
YOU ARE READING
If Tomorrow Was Yesterday | Drarry
Fanfiction𝑺𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊, 𝒌𝒂𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 𝒅𝒊 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒕𝒖𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒍𝒖𝒑𝒂 𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖. 𝑰𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝑯𝒂𝒓𝒓𝒚 𝑷𝒐𝒕𝒕𝒆𝒓. ⸻Draco Malfoy 𝑫𝒖𝒍𝒖, 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈�...
