"Kita cukup dekat, Harry. Aku selalu ada untukmu, meskipun kita berasal dari rumah yang berbeda... meskipun tidak semua orang di Slytherin menyukaimu."
Mata Harry membesar sedikit. "Benarkah?" tanyanya, ada rasa ingin tahu yang tulus.
Theodore mengangguk perlahan, membiarkan jeda kecil dalam percakapan untuk menciptakan suasana yang mendalam.
"Tidak semua orang memperlakukanmu seperti itu, tentu saja. Beberapa orang..." Theodore menghentikan kalimatnya sejenak, berpura-pura enggan melanjutkan.
Harry memiringkan kepalanya sedikit, rasa ingin tahunya semakin memuncak.
"Beberapa orang seperti siapa?"
Theodore menarik napas dalam-dalam, ekspresinya berubah lebih serius.
"Draco Malfoy, misalnya" katanya tegas, sorot matanya menjadi dingin.
Harry tampak terkejut. "Malfoy? Tapi dirinya sekarang dia... dia tidak begitu buruk."
Theodore tersenyum tipis, penuh dengan sesuatu yang hampir seperti kemenangan. "Oh, dia akan mengatakan itu sekarang. Tapi dulu, dia adalah orang yang paling sering membuatmu menderita. Aku ingat betul bagaimana dia memperlakukanmu di Hogwarts. Bullying, ejekan, semua itu."
Harry menatap Theodore dengan bingung, ekspresinya sedikit tidak percaya.
"Apa dia benar-benar seburuk itu?" tanyanya pelan.
Theodore memiringkan kepalanya sedikit, matanya menatap Harry dengan penuh perhatian. "Dia bahkan tidak pernah mencoba untuk mengenalmu lebih baik. Itu hanya tentang menunjukkan kekuasaannya, memanfaatkan kelemahanmu. Kalau bukan aku, siapa yang tahu apa yang mungkin terjadi padamu dulu?"
Harry menggigit bibir bawahnya, pandangannya kembali tertuju pada buku catatan itu. Ia membolak-balik halamannya lagi, melihat nama Theodore muncul di banyak bagian.
Theodore yang membantu saat Harry kesulitan dengan mantra, Theodore yang berdiri di sisinya saat ada konflik besar di Hogwarts. Semuanya tampak seperti potret ideal dari seorang teman sejati.
Namun, ada keraguan yang mengganjal di hati Harry. Ia tidak ingat hal-hal itu. Tapi, bukti tertulis ini begitu detail, begitu nyata. Apakah benar ia telah melupakan sesuatu yang penting?
Ketika Harry terdiam, Theodore mengambil kesempatan untuk menggenggam tangan Harry. Sentuhannya lembut, seolah ingin memberikan kenyamanan.
"Harry.." katanya dengan nada penuh makna. "Kau tidak sendiri. Jika kau bingung atau ragu, aku ada di sini. Aku bisa membantumu mengingat."
Harry terkejut dengan sentuhan itu, wajahnya memerah sedikit. Ia menarik tangannya perlahan, mencoba tidak membuat suasana menjadi canggung.
"Aku... aku hanya butuh waktu. Aku belum benar-benar mengenalmu.." katanya pelan, menundukkan pandangannya.
Theodore hanya tersenyum, seolah tidak tersinggung sama sekali. "Itu wajar. Aku mengerti. Tapi, baca buku itu. Aku yakin kau akan melihat betapa pentingnya hubungan kita di masa lalu."
Harry mengangguk kecil, menggenggam buku itu lebih erat. Ia menatap Theodore dengan campuran rasa ingin tahu dan kebingungan.
"Terima kasih... untuk ini.." ucapnya, suaranya nyaris berbisik.
Di dalam hatinya, Theodore merasa puas. Harry yang rapuh dan kehilangan ingatan adalah peluang yang tidak bisa ia sia-siakan. Baginya, ini adalah kesempatan untuk membangun kembali sesuatu-atau mungkin menciptakan sesuatu yang baru-antara mereka berdua, dengan caranya sendiri.
YOU ARE READING
If Tomorrow Was Yesterday | Drarry
Fanfiction𝑺𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊, 𝒌𝒂𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 𝒅𝒊 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒕𝒖𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒍𝒖𝒑𝒂 𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖. 𝑰𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝑯𝒂𝒓𝒓𝒚 𝑷𝒐𝒕𝒕𝒆𝒓. ⸻Draco Malfoy 𝑫𝒖𝒍𝒖, 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈�...
~~ Chapter 08 ~~
Start from the beginning
