"Cukup dengan kau masih menyimpannya" jawab Theodore sambil tersenyum lebih lebar.

Saat pelayan membawa pesanan roti dan minuman, Harry mengambil cangkir susu hangatnya dan menyesap perlahan.

"Bagaimana kamu tahu aku suka susu?" tanyanya, menatap Theodore dengan bingung.

Theodore tersenyum lebar, tatapannya penuh godaan. "Harry, aku tahu lebih banyak tentangmu daripada yang kau kira," jawabnya santai.

Percakapan mereka berlanjut dengan ringan. Theodore bertanya tentang kehidupan Harry setelah perang, dan Harry menjawab singkat, menghindari fakta tentang Alzheimer dini yang ia derita.

Ketika Theodore bertanya kenapa Harry tidak mengingatnya, Harry hanya mengangkat bahu, memberi jawaban sederhana.

"Setelah perang, ingatan ku... sedikit kacau."

Mendengar itu, Theodore mengeluarkan buku kecilnya. Dengan mantra sihir, pena di buku itu mulai menulis sendiri. Harry, yang belum terbiasa dengan hal-hal seperti itu, tampak terkejut.

"Sepertinya kau lebih seperti Muggle sekarang," komentar Theodore sambil tertawa kecil.

Harry hanya tersenyum malu, lalu berkata pelan, "Malfoy sering bilang aku ini ancaman. Dia ingin aku masuk Azkaban."

Theodore menggeleng cepat, matanya menatap Harry dengan serius. "Jika aku yang mendapat tugas mengawasimu, aku akan memastikan kau baik-baik saja, Harry."

Harry tertegun mendengar kata-kata itu, lalu menunduk melanjutkan makanannya. Namun, hatinya sedikit lebih ringan, meski ia masih bingung dengan hubungan masa lalunya dengan Theodore.

Ketika Theodore mengusap remahan roti di pipi Harry, Harry menatapnya dengan polos. "Apakah aku terlihat kotor?" tanyanya.

Theodore menggeleng pelan. "Tidak, kau sempurna," jawabnya lembut, senyum tipis menghiasi wajahnya.

Saat pena berhenti menari di atas halaman, Theodore menutup buku catatan kecilnya dengan gerakan santai. Ia menyunggingkan senyum tipis, menatap tulisan yang baru saja tersusun dengan sempurna. Lalu, tanpa ragu, ia menyodorkan buku itu kepada Harry.

"Ini untukmu" katanya ringan, nadanya terdengar bersahabat, tetapi ada kilatan misterius di matanya.

Harry memandang buku itu dengan ragu sebelum menerimanya. Jemarinya menyentuh sampul kulit yang halus, merasakan ukiran kecil di sudutnya bertuliskan Memori Harry Potter. Dengan sedikit gugup, ia membuka halaman pertama.

Tatapannya tertumbuk pada judul besar yang tertulis dengan tinta emas, Tujuh Tahun Harry di Hogwarts. Ia membalik beberapa halaman, membaca sekilas isi catatan itu. Nama Theodore Nott muncul beberapa kali dalam paragraf-paragraf tersebut, sering kali disebut dalam konteks yang positif-membantu, mendukung, bahkan melindungi Harry di masa-masa sulitnya.

Harry tertegun, dahinya berkerut mencoba mengingat.

"Apa aku... sedekat itu denganmu dulu?" tanyanya pelan, menatap Theodore dengan bingung.

Theodore tersenyum tipis, tetapi senyumnya penuh arti.

"Kau tidak ingat?" tanyanya, nadanya seperti sedang menyelidik.

Harry menggeleng pelan, rasa bersalah terpancar di wajahnya.

"Aku sungguh tidak ingat," bisiknya.

Theodore memutuskan untuk memanfaatkan situasi ini. Ada kesempatan yang terlalu manis untuk dilewatkan. Ia merendahkan suaranya, memberikan sentuhan lembut pada nada bicaranya.

If Tomorrow Was Yesterday | DrarryWhere stories live. Discover now