~~ Chapter 05 ~~

Comincia dall'inizio
                                        

"Aku tidak menyembunyikan apa-apa," jawab Harry pelan.

Draco tertawa dingin. "Kau tahu? Aku hampir percaya. Tapi perintah adalah perintah. Tugasku bukan mempercayaimu, tapi memastikan kalau kau tidak membahayakan siapa pun. Kalau itu berarti mengawasi setiap langkahmu, maka aku akan melakukannya."

Malam itu, suasana di apartemen Harry terasa semakin berat. Lampu remang-remang dari lampu tidur di ruang tamu menyinari siluet Draco yang duduk di meja, sibuk menulis sesuatu di jurnal tugasnya. Tangannya menari lincah di atas kertas, mencatat setiap hal yang ia anggap penting-termasuk hal-hal kecil yang tak pernah lepas dari pengawasan Kementerian.

Harry duduk di ujung meja, menatap Draco dari kejauhan, meskipun dia tahu Draco tidak akan memperhatikannya. Sosok Draco yang angkuh dan dingin itu selalu membuatnya merasa semakin kecil, seolah dia hanyalah objek yang tak lebih dari sekadar subjek untuk diperhatikan, bukan manusia yang layak dihargai.

Namun, meskipun akal sehatnya tahu bahwa Draco tidak peduli padanya, bagian kecil dalam hatinya terus berharap. Harapan itu, bagaimanapun, selalu terasa seperti mimpi yang tak mungkin tercapai.

Sesaat kemudian, Draco menutup jurnalnya dengan suara yang cukup keras, menatap Harry dengan tatapan tajam.

"Kau sebaiknya tidur," katanya, nada suaranya penuh ejekan.

"Kau terlihat seperti mayat hidup. Atau mungkin itu memang penampilan aslimu sekarang?" Senyumnya menyeringai dengan sarkasme yang tidak lagi mengherankan bagi Harry.

Harry hanya tersenyum tipis, senyum yang sudah begitu sering ia pakai untuk menutupi semua rasa sakit yang menggunung di dalam dadanya.

Namun, sebelum ia benar-benar melangkah ke pintu kamar, langkah Harry terhenti. Sesuatu dalam dirinya mendorongnya untuk bertanya, meskipun ia tahu jawabannya mungkin tidak akan berbeda.

"Malfoy..." suaranya rendah, sedikit ragu. "Kau yakin ingin tidur di sofa? Aku khawatir kalau itu tidak nyaman untukmu."

Draco menoleh, ekspresinya sulit dibaca, tapi matanya tetap penuh sikap arogan. "Kenapa? Kau kira aku akan tidur di tempat tidurmu?" tanya Draco dengan nada yang tak bisa diartikan selain sarkastik.

"Aku lebih suka sofa ini, daripada berbagi tempat tidur dengan seseorang yang seperti kau, Potter."

Harry menundukkan kepala, tidak tahu harus berkata apa lagi. Dia tahu bahwa Draco tidak akan berubah. Meski ada keraguan kecil dalam dirinya, Harry tak punya pilihan lain selain menerima kenyataan itu. "Baiklah," jawabnya pelan, suaranya hampir hilang.

"Selamat malam, Malfoy."

Draco hanya mengangguk dengan sikap acuh, lalu kembali menundukkan kepala pada jurnalnya, melanjutkan apa yang seharusnya menjadi rutinitasnya: mengawasi, mencatat, dan memastikan bahwa Harry tidak melanggar aturan.

Harry melangkah masuk ke kamar dan menutup pintu dengan pelan, tetapi tidak ada suara yang bisa menahan air matanya. Saat pintu tertutup, semua ketegangan, semua rasa sakit yang terpendam, seolah meledak begitu saja. Dia duduk di tepi tempat tidur, tangan memegangi wajahnya, berusaha menenangkan dirinya, tetapi hanya ada kesendirian yang semakin terasa menyakitkan.

Sementara itu, Draco masih duduk di sofa, menyelesaikan pekerjaannya dengan wajah yang tampak tegas dan tidak peduli. Namun, di balik sikap dinginnya, sesekali ia melirik ke arah pintu kamar Harry. Tidak ada ekspresi yang menunjukkan penyesalan atau kekhawatiran-hanya kecemasan yang tersembunyi di dalam diri Draco, yang ia tutupi dengan keteguhan sikapnya.

Suasana itu tetap hening, dipenuhi oleh suara detakan jam dinding dan suara pensil yang menggores kertas. Draco tahu apa yang harus ia lakukan-menyelesaikan misinya, memastikan Harry tetap dalam pengawasannya-tapi di dalam hati, ada sebuah pertanyaan yang mulai mengganggu. Bagaimana jika, di balik semua kebohongan dan penolakan, ada sesuatu yang lebih dalam antara mereka?

If Tomorrow Was Yesterday | DrarryDove le storie prendono vita. Scoprilo ora