Satu hal yang Harry tahu pasti, kehadiran Draco adalah sebuah kekacauan indah yang diam-diam ia nikmati.
°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆
Draco kembali ke sifat aslinya: arogan dan tidak peduli. Dia duduk di sofa sambil membaca laporan kementerian, membiarkan Harry membereskan dapur sendirian. Ketika Harry mencoba menyalakan penyedot debu, Draco mengangkat tangan, memberi isyarat agar Harry berhenti.
"Bising sekali. Aku sedang bekerja, Potter" katanya, tanpa mengalihkan pandangannya dari dokumen.
Harry menahan diri untuk tidak memutar mata. Dia mematikan penyedot debu dan kembali ke mejanya, menyiapkan berkas untuk rencana pelajaran anak-anak TK di ruang makan kecilnya.
"Hei, Potter," panggil Draco tiba-tiba. "Kau tahu, aku menemukan sesuatu yang menarik tentangmu."
Harry menghentikan pekerjaannya, menatap Draco dengan waspada.
"Apa maksudmu?"
Draco melambaikan berkas di tangannya. "Aku mulai yakin bahwa kau memang menyembunyikan sesuatu. Bagaimana mungkin seorang penyihir legendaris seperti kau sering melupakan hal-hal kecil? Kunci apartemen, jadwal makan malam, bahkan fakta tentang masa lalu kita. Kau benar-benar mencurigakan."
Harry tidak menjawab. Dia hanya menoleh sekilas ke arah Draco, lalu kembali menyusun berkas-berkasnya. Ia mengambil secarik kertas berwarna-warni, hasil karya seorang muridnya, dan meluruskan sudutnya dengan hati-hati.
"Aku serius, Potter," Draco melanjutkan, duduk di sofa dengan gaya santai yang berlebihan. "Kementerian sudah memberiku akses penuh untuk mengawasi setiap gerakanmu. Kau tahu apa yang kupikirkan? Kau ini kandidat kuat untuk menjadi Obscurus. Pelupa, emosional, dan terus-menerus menghindar dari pembicaraan tentang trauma masa lalu. Kalau aku benar, kau bisa langsung dikirim ke Azkaban."
Harry, yang sedang menuliskan catatan kecil untuk muridnya, hanya tertawa kecil. "Malfoy, kau tahu aku tidak punya waktu untuk hal-hal seperti itu. Aku sibuk menjadi guru TK, bukan calon tahanan Azkaban."
Draco menyipitkan mata, melemparkan koran sihirnya ke meja. "Itu bukan jawaban, Potter. Kau tidak pernah menjawab pertanyaanku dengan serius. Kau terus bermain-main dengan kebenaran, dan aku ada di sini untuk membuktikannya."
Harry menghela napas, menyusun tumpukan kertasnya dengan rapi. "Tentu, Malfoy. Buktikan saja. Kalau kau benar, mungkin kau bisa menjadi pahlawan Kementerian. Lagi pula, bukankah itu yang selalu kau inginkan?"
Draco tersenyum dingin, berdiri, dan mendekati Harry. "Kau tahu apa yang lebih menyenangkan daripada menjadi pahlawan, Potter? Melihatmu akhirnya mengakui semua kebohonganmu."
Harry menatapnya sebentar, lalu kembali fokus pada pekerjaannya. "Malfoy, kalau aku benar-benar menyembunyikan sesuatu, kau pasti sudah menemukannya sekarang. Kau terlalu pintar untuk tertipu, kan?"
Draco mendecakkan lidahnya, kecewa karena usahanya memprovokasi Harry gagal. "Kau selalu menghindar dengan jawaban seperti itu. Tapi tunggu saja. Aku akan mendapatkan bukti. Pelupa sepertimu tidak akan bisa berbohong selamanya."
Harry menghela napas panjang. Dia tahu Draco tidak benar-benar peduli tentang kondisi dirinya. Draco hanya peduli pada tugasnya, dan mungkin pada kenyamanannya sendiri. Tapi meskipun begitu, Harry tidak bisa membenci Draco sepenuhnya. Bagaimanapun, dia masih mencintai pria itu-dengan segala keangkuhan dan ketidaksempurnaannya.
"Apakah kau menikmati tinggal di sini?" tanya Harry tiba-tiba, mencoba mengalihkan topik.
Draco mendongak, ekspresinya sarkastik. "Tentu saja. Siapa yang tidak ingin tinggal di apartemen kecil yang hampir runtuh bersama seorang penyihir yang bahkan lupa di mana dia meletakkan sepatunya?"
YOU ARE READING
If Tomorrow Was Yesterday | Drarry
Fanfiction𝑺𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊, 𝒌𝒂𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 𝒅𝒊 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒕𝒖𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒍𝒖𝒑𝒂 𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖. 𝑰𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝑯𝒂𝒓𝒓𝒚 𝑷𝒐𝒕𝒕𝒆𝒓. ⸻Draco Malfoy 𝑫𝒖𝒍𝒖, 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈�...
~~ Chapter 05 ~~
Start from the beginning
