~~ Chapter 04 ~~

Mulai dari awal
                                        

Draco menatap Harry seperti melihat sesuatu yang tidak nyata. Ia benar-benar kehilangan kata-kata.

"Kau pikir aku ini orang lain?" tanyanya akhirnya, suaranya hampir berbisik karena marah.

"Kau tahu, Potter, aku mulai berpikir kau sengaja melakukan ini hanya untuk membuatku gila."

Harry menggeleng dengan tenang. "Aku serius, Malfoy. Aku benar-benar tidak tahu kenapa kau ada di sini atau kenapa Kementerian peduli padaku. Aku tidak melakukan apa-apa. Aku hanya menjalani hidupku."

Draco mengusap wajahnya dengan kedua tangan, berusaha menahan keinginannya untuk berteriak. Ia mengambil napas panjang, lalu menatap Harry lagi.

"Potter, dengar baik-baik. Kau dianggap berbahaya oleh Kementerian. Mereka mengira kau menyembunyikan kekuatan sihirmu, menjadi ancaman, dan aku diutus untuk mengawasi serta memastikan bahwa kau tidak berubah menjadi Obscurus."

"Berbahaya?" Harry mengulang kata itu dengan bingung. "Aku bahkan tidak tahu apa itu Obscurus. Dan kenapa aku dianggap ancaman? Aku hanya guru taman kanak-kanak. Anak-anak lebih takut padaku karena aku tidak bisa melipat origami dengan benar."

Draco ingin tertawa, tapi rasa frustrasi menelannya bulat-bulat. "Origami?! Potter, ini bukan lelucon. Ini serius. Kalau aku melaporkan bahwa kau tidak bisa memberikan penjelasan yang masuk akal, mereka akan mengirim auror lain untuk membawamu ke Azkaban."

Harry mengangguk kecil, wajahnya tetap tenang. "Kalau begitu, mungkin kau harus melaporkannya. Aku tidak bisa membantumu karena aku benar-benar tidak tahu apa yang sedang terjadi."

Draco hampir meledak. "Kau ini... Kau... benar-benar tidak berubah. Selalu saja sok santai, bahkan di situasi genting seperti ini!"

Harry tersenyum lagi. "Aku serius. Aku hanya ingin hidup tenang, Malfoy. Kalau itu berarti aku harus dibawa ke Azkaban, aku rasa itu tidak masalah. Tapi, sebelum itu, bisakah kau kembalikan ponselku? Aku harus membalas pesan dari kepala sekolah TK."

Draco menatapnya dengan tatapan kosong selama beberapa detik sebelum akhirnya mendengus, mencubit batang hidungnya sendiri. Ia merasa seperti berbicara dengan tembok yang tidak hanya keras kepala, tapi juga tidak memiliki konsep tentang pentingnya keselamatan diri.

"Potter, aku bersumpah, kau akan membuatku kehilangan akal sehat," gumam Draco, lebih kepada dirinya sendiri daripada kepada Harry.

Suasana kafe semakin sunyi. Hujan di luar menambah kesan melankolis pada ruangan kecil itu, sementara Harry Potter duduk dengan tenang di kursinya, memegang cangkir susu hangat yang kini hampir kosong. Di depannya, Draco Malfoy memandanginya dengan tatapan dingin yang bercampur frustrasi, seperti seorang guru yang tidak sabar menghadapi murid yang terlalu bodoh.

"Kau tahu, hidup ini seperti permainan catur," ujar Draco, sambil menyilangkan tangan di dadanya. Ia mencondongkan tubuh ke depan, menatap Harry dengan intensitas yang menusuk.

"Dan aku... aku selalu menang."

Harry hanya menatapnya, ekspresinya tetap datar dan polos, tanpa tanda-tanda emosi berarti. Namun, sikapnya itu justru membuat Draco semakin gusar.

"Cepat atau lambat, aku akan tahu semuanya. Dan ketika aku tahu..." Draco menekan kata-katanya dengan nada dramatis, seolah ingin memastikan setiap suku kata terukir di benak Harry,

"aku akan memastikan bahwa Kementerian tahu juga. Kau tahu, rumor tentang Obscurus itu sangat menarik. Mungkin kau ingin berbagi sedikit kisah tragismu sebelum aku menyeretmu ke Azkaban?"

If Tomorrow Was Yesterday | DrarryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang