"Aku dipermalukan, Bu! Tinggal di dunia Muggle selama setahun penuh bersama Potter? Kau tahu dia akan membuat hidupku seperti neraka!" Draco mengibas-ngibaskan surat itu di udara.

Narcissa menyeringai kecil, sesuatu yang jarang terjadi. "Kementerian pasti punya alasan. Lagipula, aku pikir ini kesempatan yang bagus."

"Kesempatan? Untuk apa? Membalas dendam?"

"Tidak, Draco." Narcissa menatap putranya tajam, matanya memancarkan ketenangan yang penuh makna. "Untuk memperbaiki hubunganmu dengannya."

Draco tertawa sarkastik. "Memperbaiki hubungan? Dengan Potter? Kau bercanda, kan?"

"Aku serius, Draco." Narcissa mengambil buket mawar merah yang baru saja ia selesaikan dan menyodorkannya ke Draco. "Bawa ini untuk Harry. Jadilah ramah."

Draco menatap bunga itu seolah-olah ibunya baru saja menyodorkan ular berbisa. "Bunga? Untuk Potter? Ibu, kau sedang berusaha menghancurkan reputasiku?"

"Bunga adalah simbol niat baik. Kau akan memulainya dengan baik, atau tidak sama sekali," kata Narcissa sambil tersenyum lembut namun penuh otoritas.

Lucius Malfoy tiba-tiba muncul dari belakang toko, mengenakan jubah rumah dengan motif rumit dan membawa segelas anggur. "Ah, anakku Draco sudah bersiap berangkat?" tanyanya santai, seolah topik itu tidak lebih penting daripada cuaca.

"Dan kau sudah tahu dari kemarin," balas Draco dengan nada dingin.

"Tentu saja. Aku hanya ingin melihat bagaimana reaksimu." Lucius duduk di kursi kayu dengan ukiran mewah, mengamati Draco seperti seorang ayah yang menikmati drama kecil anaknya.

"Kementerian memilihmu karena kau bisa menyelesaikan tugas ini dengan efisien, dan karena mereka tahu hubungan masa lalumu dengan Potter akan membuatmu termotivasi."

Draco mendengus. "Motivasi? Satu-satunya motivasi yang kupunya adalah memastikan Potter membuat kesalahan, lalu melaporkannya sehingga dia berakhir di Azkaban."

Narcissa melipat tangan di dada, menatap putranya dengan tatapan penuh kasih namun tegas. "Draco, ini bukan hanya soal tugas. Kau punya kesempatan untuk membuktikan dirimu lebih baik daripada permusuhan lama itu."

Draco menghela napas panjang, mengambil buket bunga itu dengan enggan. "Baiklah, aku akan memberikannya bunga. Tapi jangan harap aku akan tersenyum saat melakukannya."

Narcissa tersenyum puas. "Bagus, sayang. Dan jangan lupa, sopan santun itu penting."

Draco berjalan keluar dari toko, langkahnya berat, membawa buket bunga mawar merah di tangannya. Suara mobil sportnya kembali menggelegar, membuat Narcissa menggelengkan kepala dan Lucius tersenyum kecil di balik gelas anggurnya.

"Dia akan baik-baik saja," ujar Narcissa dengan keyakinan lembut.

Lucius mengangkat gelasnya. "Tentu saja. Meski aku sangat ingin melihat wajah Potter saat menerima bunga itu."

°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆

Di TK 'Sunflower'

Draco Malfoy, dengan setelan jas hitamnya yang mengkilat dan kacamata hitam yang tak pernah lepas, berdiri di depan gerbang taman kanak-kanak. Gedung berwarna pastel itu tampak begitu kontras dengan aura dingin yang selalu melekat pada dirinya.

Draco menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan dirinya. Lima tahun sudah berlalu sejak ia lulus dari Hogwarts, dan selama itu pula ia bekerja sebagai Auror. Namun, tugas terbarunya ini benar-benar di luar dugaan.

If Tomorrow Was Yesterday | DrarryWhere stories live. Discover now