Saat itu, peri rumahnya, Binky, muncul di pintu dengan ekspresi ragu. Matanya besar menatap tuannya yang tampak seperti berbicara sendiri-dan tertawa sendiri. Draco sedang mengatur dasinya sambil tersenyum puas, seperti sedang membayangkan skenario kemenangan lain atas Potter.
Binky berdeham pelan, namun Draco tidak menyadarinya. Ia kini tengah menirukan dialog imajiner. "'Oh, Tuan Malfoy,' mereka akan berkata, 'Anda benar-benar jenius.' Dan aku akan berkata, 'Tentu saja, aku Malfoy.'"
Melihat tuannya mulai tertawa lagi, Binky memiringkan kepalanya bingung, tetapi memutuskan untuk tidak mengintervensi. Dia kembali ke dapur, bergumam pelan pada dirinya sendiri,
"Tuan Malfoy tampak sedikit... aneh hari ini. Mungkin itu karena tugasnya yang baru."
Sementara itu, Draco masih berdiri di kamar, senyum puas di wajahnya. Ia merasa sedikit lebih percaya diri, seolah sudah menaklukkan misi ini sebelum benar-benar memulainya. Namun, di sudut pikirannya, tetap ada sedikit keraguan-sebuah bisikan yang mengingatkannya bahwa Potter selalu punya cara untuk membalikkan keadaan.
"Potter, siap-siaplah," katanya dengan penuh tekad, menutup kopernya dengan bunyi keras.
"Draco Malfoy akan membuatmu menyesal pernah menjadi guru TK."
°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆
Keesokan paginya, Draco meluncur menuju toko bunga mewah ibunya di pusat kota London dengan gaya khasnya. Mobil sport merah terang dengan mesin menggelegar berhenti mendadak di depan toko. Asap knalpot mengepul seperti naga yang baru saja bangun tidur.
Di dalam toko, Narcissa Malfoy, dengan elegansi yang tidak tertandingi, sedang menyusun rangkaian bunga mawar putih. Aroma lembut melati dan anggrek memenuhi udara. Interior toko adalah perpaduan sempurna antara gaya klasik dan modern: lantai marmer mengilap, rak kayu mahoni berisi bunga-bunga eksotis dari seluruh dunia, dan chandelier kristal yang memancarkan cahaya lembut.
Suara mesin mobil Draco membuat Narcissa nyaris menjatuhkan vas porselen di tangannya. Ia menatap keluar jendela besar toko, mendapati putranya melangkah masuk dengan kacamata hitam besar dan mantel desainer yang terlalu mencolok untuk suasana toko bunga.
"Draco, bisa tidak kau berhenti mengendarai benda bising itu seperti seorang pemuda kurang ajar?" tegur Narcissa dengan nada lembut namun menusuk.
Draco melepas kacamatanya, menyampirkannya di atas rambut pirangnya yang rapi. Ia menatap ibunya dengan ekspresi jengkel. "Benda bising ini adalah Ferrari, Bu. Tidak semua orang punya selera kuno seperti kereta labu."
Narcissa menghela napas, melanjutkan pekerjaannya dengan tenang. Ia menata bunga anggrek ungu ke dalam vas kaca bening, gerakannya begitu anggun seolah sedang melukis di kanvas.
"Kalau begitu, apa urusanmu kemari pagi-pagi, sayang?"
Draco melempar surat dari Kementerian ke atas meja kayu di dekat Narcissa. "Baca ini," katanya tajam.
Narcissa dengan tenang melepaskan sarung tangan kainnya sebelum mengambil surat itu. Matanya yang dingin namun penuh kasih sayang membaca isinya dengan seksama. Setelah selesai, ia hanya mengangkat alis, lalu kembali ke pekerjaannya.
"Ya, aku sudah tahu," ujarnya ringan.
Draco melongo. "Sudah tahu? Dan kau tidak memberitahuku?"
Narcissa tersenyum tipis, mulai merangkai buket mawar merah. "Ayahmu memberitahuku kemarin malam. Kami pikir lebih baik kau mengetahuinya sendiri."
YOU ARE READING
If Tomorrow Was Yesterday | Drarry
Fanfiction𝑺𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊, 𝒌𝒂𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 𝒅𝒊 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒕𝒖𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒍𝒖𝒑𝒂 𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖. 𝑰𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝑯𝒂𝒓𝒓𝒚 𝑷𝒐𝒕𝒕𝒆𝒓. ⸻Draco Malfoy 𝑫𝒖𝒍𝒖, 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈�...
~~ Chapter 03 ~~
Start from the beginning
