"Oh Bunga itu cocok untuk mu Wanita cantik sepertimu~."

Ibu muda itu tersenyum malu-malu. "Terima kasih, Bu. Bunganya sangat indah."

Melihat Narcissa melayan pelanggan dengan ciri khasnya, Draco hanya mengangkat alisnya singkat, lalu kembali menatap layar ponselnya.

"Draco!" Suara Narcissa meninggi. "Jangan bersikap seperti itu! Ingat, kita harus menjaga nama baik keluarga Malfoy. Layani Pelanggan!"

Draco menoleh ke arah ibunya dengan tatapan kesal. "Ibu, apa bedanya aku bekerja di sini atau di Hogwarts? Sama-sama menyebalkan."

Narcissa menaikkan alisnya. "Oh, jadi mengajar sihir lebih menyenangkan daripada menjual bunga?"

"Tentu saja!" jawab Draco tanpa ragu.

Aroma bunga segar memenuhi hidung saat gadis remaja itu melangkah masuk ke toko bunga milik keluarga Malfoy. Cahaya matahari pagi menyinari deretan vas bunga berwarna-warni, menciptakan suasana yang ceria. Gadis itu mengedarkan pandangannya, mencari-cari bunga mawar merah yang ia inginkan.

"Permisi, Pak. Saya ingin membeli bunga mawar merah," ucap gadis remaja itu dengan suara manja, matanya berbinar-binar.

Draco menatap gadis itu dengan malas. "Maaf, Nona. Bunga mawar merah sedang habis. Mungkin Kau bisa memilih bunga tulip atau lili?"

Gadis itu cemberut. "Tapi Pak, saya ingin mawar merah, Tuan. Untuk pacar saya."

Draco yang sedang merapikan bunga tulip, mendongak. Wajahnya yang biasanya datar kini sedikit berkerut.

"Eh, tunggu dulu. Jangan panggil aku 'Pak'. Aku ini masih muda, tau!" suaranya terdengar sedikit kesal, namun tetap terdengar menawan di telinga gadis remaja itu.

Gadis itu terkekeh. "Maaf, Tuan Muda. Kebiasaan. Lagian, Bapak terlihat lebih tua dari umurku." Ia menunjuk kearah wajah rambut Draco.

Draco mendengus kesal, tangannya mengacak rambut pirangnya yang sedikit berantakan.

"Tua? Warna rambutku memang seperti ini, Aku ini belum lagi Tiga puluh tahun! Jangan-jangan kamu masih sekolah dasar?"

Gadis itu menggeleng cepat, "Sudah SMA, Tuan."

"SMA? Seumurku waktu sekolah, kamu masih pakai popok!" kesal Draco.

Gadis itu melotot, namun tak bisa menyembunyikan senyumnya.

"Hei, jangan berlebihan!"

Draco mengangkat alisnya, menatap gadis itu dengan tatapan meremehkan.

"Pacar? Di usia semuda ini sudah punya pacar? Sungguh, anak-anak zaman sekarang."

Gadis itu berkata bangga "Iya, Tuan. Kami sudah pacaran selama dua minggu."

Draco menahan tawa. "Dua minggu? Wah, cinta monyet sekali. Sudah siap untuk patah hati?"

Gadis itu memutar bola matanya. "Terserah Tuan saja. Saya tetap ingin mawar merah."

Draco mengabaikan protes gadis itu. Ia berjalan menuju rak bunga mawar, matanya mencari-cari kelopak merah yang sempurna.

"Jadi, kamu ingin bunga mawar merah? Untuk pacarmu yang masih bau kencur itu?" suaranya terdengar sedikit mengejek.

Gadis itu memutar bola matanya. "Sudah kubilang, jangan meremehkan cinta kami!"

Draco mengangkat bahu acuh tak acuh. "Terserah. Tapi ingat, cinta pertama itu biasanya tidak bertahan lama. Nanti jangan nangis-nangis kalau putus."

If Tomorrow Was Yesterday | DrarryWhere stories live. Discover now