Setelah jam istirahat anak-anak langsung berlari menghampirinya. "Guru Harry! Guru Harry!" seru mereka serempak sambil memeluknya. Aroma khas sampo bayi yang selalu melekat pada Harry membuat anak-anak merasa nyaman.
Salah satu murid perempuan kecil, Sophie, memandang Harry dengan serius. "Guru Harry, nanti kalau aku besar, aku mau menikah sama guru!"
Harry tertawa kecil, menepuk kepala Sophie dengan lembut. "Oh, Sophie, kamu harus cari pangeran tampan yang seumuran denganmu. Guru sudah terlalu tua."
Sophie menggeleng keras. "Tidak mau! Guru Harry kan paling baik dan wangi!"
Para guru lain yang mendengar itu ikut tertawa. Di antara mereka ada Noah, guru yang baru beberapa bulan bekerja di sekolah itu. Ia sering mencari-cari alasan untuk berbicara dengan Harry.
Saat istirahat makan siang, Noah mendekati Harry yang sedang duduk di ruang guru sambil mengerjakan buku catatan murid-muridnya. Ia membawa dua cangkir kopi dan meletakkannya di meja Harry.
"Guru Harry, ini kopi untuk Anda. Saya tahu hari ini sibuk" ucap Noah dengan senyum percaya diri.
Harry mendongak, sedikit terkejut. "Oh, terima kasih, Pak Noah, tapi saya sebenarnya tidak minum kopi. Saya lebih suka teh."
Noah mengangkat bahu santai. "Kalau begitu, besok saya bawakan teh hijau. Apa Anda suka teh hijau?"
Harry tertawa kecil, pipinya sedikit memerah. "Tidak perlu repot-repot, sungguh. Saya sudah membawa termos teh sendiri."
"Tapi saya ingin," Noah menjawab dengan nada menggoda. "Bolehkan saya mengantar Anda pulang nanti? Saya tahu Anda biasanya naik bus, tapi saya punya mobil dan—"
Harry mengangkat tangan kecilnya sedikit, memotongnya dengan lembut. "Terima kasih atas tawarannya, Pak Noah. Tapi perjalanan dengan bus adalah waktu saya untuk membaca buku. Anda tidak ingin mengganggu kebiasaan saya, kan?"
Noah tertawa pelan, meski Harry menolak dengan cara yang sangat manis, ia merasa dirinya semakin terpikat.
Di ruang guru, saat istirahat, beberapa guru membicarakan Harry. Seorang guru perempuan berseru dengan kagum,
"Harry itu benar-benar seperti malaikat! Anak-anak sangat menyayanginya, bahkan orang tua mereka juga. Wajahnya manis sekali, seperti tak pernah menua."
Guru lain, seorang pria muda, tersenyum sambil memegang cangkir kopi. "Aku bahkan iri dengan caranya berinteraksi dengan anak-anak. Dia seperti memiliki pesona khusus."
"Pesona itu tidak hanya untuk anak-anak," tambah seorang guru perempuan lain dengan nada menggoda.
"Banyak wali murid yang terang-terangan menyukainya. Bahkan, aku dengar ada beberapa yang mencoba meminta nomor teleponnya."
Setelah kelas selesai, seorang ibu muda menghampiri Harry dengan senyuman lebar. "Guru Harry, terima kasih untuk hari ini. Anak saya terus berbicara tentang Anda di rumah. Dia bilang ingin menikahi Anda ketika besar nanti!"
Harry tersipu, wajahnya memerah. "Itu lucu sekali. Tapi tolong bilang padanya, dia harus menyelesaikan sekolah dulu, ya."
YOU ARE READING
If Tomorrow Was Yesterday | Drarry
Fanfiction𝑺𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊, 𝒌𝒂𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 𝒅𝒊 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒕𝒖𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒍𝒖𝒑𝒂 𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖. 𝑰𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝑯𝒂𝒓𝒓𝒚 𝑷𝒐𝒕𝒕𝒆𝒓. ⸻Draco Malfoy 𝑫𝒖𝒍𝒖, 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈�...
~~ Chapter 01 ~~
Start from the beginning
