Tetapi di dalam hatinya, Draco tahu bahwa perasaan yang ia miliki untuk Harry jauh lebih rumit daripada sekadar kebencian atau rasa bersalah. Harry adalah sosok yang telah mengubah hidupnya—satu-satunya orang yang membuatnya ingin menjadi lebih baik.
"Seharusnya aku tidak pernah membiarkanmu pergi."
Draco tidak pernah tahu apa yang sebenarnya ia rasakan terhadap Harry. Kebencian, persaingan, atau sesuatu yang lebih dalam? Tetapi satu hal yang pasti: kehilangan Harry telah meninggalkan luka yang tak pernah bisa sembuh.
Ia menghela napas panjang, menyeka matanya dengan kasar. Lalu, dengan suara yang hampir tak terdengar, ia berkata:
"Aku tidak akan percaya kau mati sampai aku melihatnya sendiri. Kau selalu lebih kuat daripada yang kau pikirkan.."
Namun, di dalam hatinya, ada rasa takut yang tak bisa ia hilangkan. Apa yang akan ia lakukan jika Harry benar-benar sudah tiada?
Draco menghela napas panjang, menatap vas bunga lily di mejanya. Dalam keheningan malam, ia membuat sebuah keputusan. Entah bagaimana caranya, ia harus menemukan Harry. Karena, meskipun lima tahun telah berlalu, rasa itu tidak pernah benar-benar hilang.
°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆
Pagi itu, sinar matahari masuk melalui jendela kecil di apartemen sederhana Harry. Di meja makan kecil, ada secangkir teh hangat, sepiring roti panggang, dan sebuah buku harian tebal dengan sampul kulit yang sudah usang. Harry duduk di kursinya, mengenakan piyama hangat bergambar bintang-bintang. Ia membuka buku harian itu perlahan, jarinya menyusuri tulisan tangannya sendiri, mencoba mengingat hari-hari sebelumnya.
Di salah satu halaman tertulis:
"Hari ini aku mengajar di TK. Anak-anak sangat ceria. Aku membuat kue cokelat untuk mereka. Jangan lupa membeli lebih banyak cokelat di supermarket nanti."
Harry tersenyum kecil, meskipun ia merasa samar-samar terhadap kenangan itu. Ia tahu, ini adalah caranya bertahan melawan alzheimer dini yang menggerogoti ingatannya perlahan-lahan.
Setelah mandi dengan sampo bayi favoritnya, yang menjadi ciri khas Harry, ia mengenakan seragam kerjanya—kemeja putih sederhana, celana kain hitam, dan celemek lucu bergambar karakter kartun. Dia menyematkan dasi kupu-kupu merah kecil di lehernya, membuatnya tampak seperti boneka hidup.
Ketika Harry tiba di taman kanak-kanak, suara riang anak-anak menyambutnya. "Guru Harry datang!" teriak seorang anak kecil, berlari ke arahnya.
Anak-anak lainnya segera mengikuti, mengerubungi Harry, memeluknya dengan tawa riang.
"Apa hari ini kita membuat kue lagi, Guru Harry?" tanya seorang anak perempuan dengan mata berbinar.
Harry tertawa lembut. "Hari ini kita akan membuat kue pelangi. Tapi, siapa yang akan membantu Guru Harry membersihkan mejanya dulu?"
Anak-anak serentak mengangkat tangan mereka, berlomba-lomba ingin membantu. Mereka selalu senang berada di sekitar Harry. Bagi mereka, Harry adalah guru terbaik, bukan hanya karena keceriaannya tetapi juga karena aroma harum yang selalu melekat padanya—bau sampo bayi yang menenangkan.
Setelah menyusun jadwal hariannya, Harry mengenakan seragam guru taman kanak-kanaknya. Ia tampak manis, seperti biasa, dengan rambut hitamnya yang sedikit berantakan meski sudah ia sisir rapi.
YOU ARE READING
If Tomorrow Was Yesterday | Drarry
Fanfiction𝑺𝒖𝒂𝒕𝒖 𝒉𝒂𝒓𝒊, 𝒌𝒂𝒖 𝒂𝒌𝒂𝒏 𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 𝒅𝒊 𝒓𝒖𝒎𝒂𝒉 𝒕𝒖𝒂 𝒅𝒂𝒏 𝒍𝒖𝒑𝒂 𝒔𝒊𝒂𝒑𝒂 𝒅𝒊𝒓𝒊𝒎𝒖. 𝑰𝒕𝒖𝒍𝒂𝒉 𝒂𝒌𝒉𝒊𝒓 𝒚𝒂𝒏𝒈 𝒑𝒂𝒏𝒕𝒂𝒔 𝒖𝒏𝒕𝒖𝒌 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝑯𝒂𝒓𝒓𝒚 𝑷𝒐𝒕𝒕𝒆𝒓. ⸻Draco Malfoy 𝑫𝒖𝒍𝒖, 𝒂𝒌𝒖 𝒎𝒆𝒏𝒈�...
~~ Chapter 01 ~~
Start from the beginning
