~~ Chapter 01 ~~

Mula dari awal
                                        

"Draco..." gumamnya, mencoba merasakan sesuatu—apa saja—yang bisa membantunya mengingat lebih jelas. Namun, seperti biasa, pikirannya hanya memberinya kilasan-kilasan yang tidak lengkap. Sebuah ruangan gelap. Suara langkah kaki. Cahaya tongkat sihir. Sebuah tatapan yang intens—entah dari amarah, ketakutan, atau sesuatu yang lain.

Harry menutup matanya, berharap bayangan itu akan menjadi lebih jelas. Tetapi, alih-alih mendapatkan jawaban, ia hanya merasakan sakit yang tajam di kepalanya. Ia meraih obatnya dengan tangan gemetar, meminumnya dengan air yang tersisa di gelas di sampingnya.

"Kenapa aku tidak bisa mengingat Wajahnya?" bisiknya putus asa. Tetapi meskipun ingatannya terus memudar, ia tahu satu hal dengan pasti: nama Draco Malfoy tidak akan pernah benar-benar hilang darinya.

Harry menatap sticky note itu sekali lagi sebelum berbisik pada dirinya sendiri, "Aku mungkin lupa segalanya... tapi aku tidak ingin melupakan dia."

Cahaya lampu kota London di luar apartemennya berkelip-kelip, seolah mengingatkannya bahwa hidup, meskipun penuh dengan kehilangan, masih terus berjalan. Namun, bagi Harry, nama itu adalah satu-satunya jangkar yang membuatnya merasa tetap ada—Draco Malfoy.

°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆.ೃ࿔*:・°❀⋆

Malfoy Manor yang dulu megah namun mencekam kini terasa lebih hidup, seperti napas baru mengalir melalui lorong-lorongnya. Lukisan-lukisan keluarga Malfoy, yang dulunya memancarkan aura dingin dan penuh superioritas, kini seolah memandang lebih lembut. Ruang-ruang besar yang dulu sering menjadi tempat pertemuan para Pelahap Maut kini digunakan untuk acara keluarga kecil atau pertemuan kerja Lucius dengan kolega-koleganya di Kementerian Sihir.

Keputusan Cornelius Fudge untuk memberinya kesempatan kedua mengejutkan banyak orang, namun Lucius berhasil membuktikan dirinya. Dengan keahliannya dalam politik dan hukum sihir, ia kembali menjadi sosok yang dihormati di Kementerian.

Narcissa Malfoy memilih jalan yang berbeda. Ia membuka toko bunga di London, sebuah kota yang dulu dianggapnya penuh dengan Muggle kotor. Namun, di balik etalase toko bunganya yang elegan, tersimpan kerinduan akan masa lalu. Narcissa sering melamun mengingat masa-masa ketika ia masih muda, sebelum perang mengubah segalanya.

Halaman depan Daily Prophet pagi itu menampilkan sosok Draco Malfoy dalam seragam Auror, wajahnya bersih dan tajam, rambut pirangnya tertata sempurna. Ia tampak berdiri di tangga Kementerian Sihir, tongkat sihirnya terikat rapi di ikat pinggang. Judul besar di bawah fotonya berbunyi:

"𝐃𝐫𝐚𝐜𝐨 𝐌𝐚𝐥𝐟𝐨𝐲: 𝐃𝐚𝐫𝐢 𝐏𝐞𝐰𝐚𝐫𝐢𝐬 𝐊𝐞𝐥𝐮𝐚𝐫𝐠𝐚 𝐆𝐞𝐥𝐚𝐩 𝐡𝐢𝐧𝐠𝐠𝐚 𝐏𝐚𝐡𝐥𝐚𝐰𝐚𝐧 𝐃𝐮𝐚 𝐃𝐮𝐧𝐢𝐚."

Artikel itu membahas perjalanan hidupnya yang penuh transformasi. Setelah perang, Draco memilih dua jalur karier yang mengejutkan: sebagai Guru Pertahanan Terhadap Ilmu Hitam di Hogwarts dan sebagai Auror di Kementerian Sihir.

Hanya sedikit yang tahu bagaimana ia bisa mengemban dua jabatan sekaligus, tetapi tidak ada yang meragukan keahliannya. Draco telah membuktikan dirinya sebagai salah satu penyihir terkuat di generasinya.

Namun, meskipun artikel itu dipenuhi pujian, ada satu pertanyaan yang tidak terjawab, bahkan oleh Draco sendiri: Di mana Harry Potter?

Hari itu, Draco baru saja menyelesaikan misi berbahaya. Ia keluar dari Kementerian dengan langkah tegap, masih mengenakan seragam Aurornya yang hitam dengan simbol Kementerian Sihir bersulam perak di dadanya. Wartawan sudah menunggunya di luar, kamera berkedip-kedip, dan suara mereka saling tumpang tindih.

If Tomorrow Was Yesterday | DrarryTempat di mana cerita hidup. Terokai sekarang