CHAPTER 34: Teknologi Digital

1.1K 111 13
                                    

Chapter 34 | Seorang Penjahat

•••

Mereka ikut merasa prihatin akan penjalasan dari Tante Windi dan Om Chandra

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Mereka ikut merasa prihatin akan penjalasan dari Tante Windi dan Om Chandra. Agrey mengusap punggung tangan Tante Windi berusaha menguatkan.

"Kalau Tante dan Om setuju, kami bisa bantu angkat lagi ke media untuk keadilan Hilmi," ujar Shen.

"Kami sangat ingin, le. Tapi kami juga bingung kalau berita itu naik lagi, pasti kami sebagai orang tua Hilmi yang pertama kali dicurigai Bu Deana."

"Kami belum cukup pulih dalam ekonomi setelah bangkrut, dan rumah ini satu-satunya tempat yang bisa kami tempati," jelas Om Chandra, lelaki paruh baya itu menghela napasnya.

"Soal rumah, saya ada satu unit apartemen di Jakarta Pusat. Unit itu gak saya tempati karena saya sekarang ngekost di Jogja, Om-Tante bisa tinggal di sana tanpa bayar uang sewa," balas Shen cukup membuat Om Chandra dan Tante Windi terkejut.

"Jangan le, kami ndak mau merepotkan kamu dan orang tuamu," jawab Tante Windi, wanita itu menggeleng kuat.

"Unit itu saya beli pakai uang pribadi, Tante. Orang tua saya juga gak akan keberatan sama sekali. Ini juga demi Hilmi, Tante dan Om mau ya?" bujuknya.

Ada pertimbangan yang cukup rumit dalam diri kedua orang tua itu.

"Tante dan Om tau kan? Berita pembobolan ruangan dari lima belas murid SMA Widitama?" tanya Agrey menginterupsi kedua orang tua itu dari lamunan.

Om Chandra mengangguk, "Tau, nduk."

Agrey menarik napasnya, "Di rekaman itu ada saya dan Alfandra. Saat kami masuk ke ruangan itu, kami menemui ponsel Kak Hilmi."

Alfandra mengeluarkan ponsel berwarna putih dari saku celananya.

"Ini bisa jadi bukti, Om, Tante. Kalau pihak sekolah memang banyak menyembunyikan sesuatu dari kasus meninggalnya Kak Hilmi," jelas Agrey.

Tante Windi menerima ponsel itu, menatapnya sembari membolak-balikkan benda pipih di tangannya.

"Iya, Pak! Ini handphone Hilmi," terkejutnya saat ia menyalakan ponsel, hal pertama yang dilihatnya adalah wallpaper foto ketiga anggota keluarganya.

Ada Hilmi, Bapak, dan Ibu yang tersenyum menatap kamera saat wisuda kelulusan SMP.

Tante Windi menitikan air matanya, sosok ibu itu tak kuasa saat melihat wajah mendiang anaknya yang tersenyum begitu bahagia di sana.

Agrey mengusap punggung Tante Windi, "Ayo Tante, Kak Hilmi butuh keadilan. Kasian Almarhum kalau nunggu lebih lama lagi."

"Om Chandra, gimana? Setuju kami dokumentasikan?" tanya Shen menatap lelaki paruh baya itu yang sama terpukulnya.

Bukan Kelas UnggulanWhere stories live. Discover now