20. Miffed

3.7K 898 711
                                    

Vote dulu yuk sebelum baca
Dan jangan lupa penuhin paragraf dengan komen kalian 😙

Tolong tandai kalau ada salah dalam penulisan 🤗
────────────────────────────────────────────

Syuting di pulau itu selesai pada hari berikutnya, tentunya setelah para artis menyelesaikan adegan mereka masing-masing. Mereka meninggalkan pulau pada saat matahari hampir terbenam, dan perlu menempuh perjalanan selama beberapa jam untuk tiba di ibu kota.

Halley dan Marlon langsung pulang ke apartemen setelahnya. Karena terlalu lelah dan enggan membuang tenaga lagi untuk berjalan menuju unitnya, Halley meminta Marlon agar menggendongnya. Dan tentu saja lelaki itu menuruti kemauannya tanpa protes.

"Selain melindungi dan menjaga keamananku, kau berguna juga di saat aku lelah seperti sekarang," celoteh Halley saat mereka berada di dalam lift.

Perkataan Halley barusan diabaikan oleh Marlon.

"Tapi aku tidak berat, kan?" Halley menggerak-gerakkan tubuhnya yang berada di punggung Marlon.

Alih-alih menampilkan reaksi tertentu, bahkan Marlon tidak menyahut sedikit pun. Halley mendengus kesal karenanya. Dasar lelaki kaku dan tidak ramah, rutuknya.

Padahal setelah kejadian memalukan itu, tepatnya saat Halley mengira Marlon akan menciumnya, Halley mencoba bersikap biasa hanya agar dirinya tidak terlihat semakin memalukan di hadapan Marlon. Tapi jika dipikir-pikir, untuk apa juga Halley harus malu? Lagi pula Marlon bersikap biasa saja setelahnya dan mungkin Marlon juga tidak berpikir macam-macam seperti yang Halley cemaskan.

Diingatkan lagi tentang kejadian itu, Halley sungguh tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Kenapa pula ia hampir memejamkan mata saat mengira Marlon akan menciumnya. Bukankah reaksinya itu justru mendeskripsikan jika ia berharap Marlon menciumnya? Tidak. Pasti tidak seperti itu. Tepatnya, Halley tidak mengharapkan ciuman dari Marlon. Halley mengelak bahwa ia berharap. Mungkin saat itu jiwa murahannya sedang memberontak karena sudah lama ia tidak dicium oleh lelaki, sehingga Halley tidak bisa berpikir jernih dan itu membuatnya seolah-olah berharap dicium oleh Marlon. Ya, Halley yakin itu alasannya.

Denting lift yang berbunyi menarik Halley dari lamunannya. Dan kejadian yang terjadi setelah mereka keluar dari lift, Halley nyaris jatuh dari gendongan Marlon karena Marlon hampir saja terpeleset. Entah apa yang membuat lelaki itu terpeleset.

"Halley, singkirkan tanganmu dari leherku," protes Marlon karena kedua tangan perempuan melingkari lehernya terlalu kuat.

"Maaf, aku tidak sengaja. Kau hampir menjatuhkanku tadi." Halley menyingkirkan tangannya dari leher Marlon dan memegang pundak lelaki itu sebagai pegangan.

"Lantainya licin, entah air apa yang barusan aku injak." Marlon manatap air di lantai itu sebelum kemudian melanjutkan lagi langkahnya.

"Jadi aku perlu mencekikmu dulu agar kau mau bersuara?" cibir Halley karena Marlon jarang bersuara, kecuali jika ia mengajak Marlon bicara hal yang menurut lelaki itu penting dan perlu ditanggapi.

"Aku akan bersuara jika itu....,"

Halley menyela ucapan Marlon," Penting dan perlu ditanggapi." Di akhir kalimatnya Halley mendengus.

About Time and DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang