11

1.6K 93 4
                                    

"Kok Lo hapus sih!." Ucapnya kesal namun di abaikan oleh Leana yang langsung keluar dari Cafe dan meninggalkan cafe tersebut menggunakan taksi yang tadi menunggunya.

Selama di perjalanan kembali ke mansion Al-faza, Leana termenung menatap keluar jendela sebelum di kejutkan dengan berhentinya taksi yang ditumpanginya secara mendadak padahal masih setengah jalan.

"Pak? Kenapa berhenti?." Tanya Leana pada sang sopir sembari mengalihkan pandanganya dari jendela mobil.

"Maaf neng, di depan macet." Jawab sopir melihat beberapa kendaraan yang antri di depannya lalu turun dan menghampiri salah seorang pengemudi motor yang juga terjebak macet.

"Maaf mas mau tanya, itu didepan ada apa ya?." Tanya kang sopir penasaran.

Pemuda yang di tanya menghela nafas panjang sebelum menjawab dengan raut prihatin.

"Kecelakaan pak, denger-denger katanya si pengendara ngebut bawa mobilnya, lampu merah pun di trobos makannya kecelakaannya lumayan parah." Jelas si pemuda yang sempat mendengar pembicaraan dari pengendara lain.

Leana yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang pak sopir merasakan jantungnya berdetak tidak karuan, berbagai prasangka buruk yang dibalut kecemasan dan kekhawatiran merangsak masuk ke otaknya, terlebih di kehidupan pertamanya Leana juga pernah mengalami hal serupa yang ujungnya kabar kematian kekasihnya.

Kali ini dia berharap bahwa apa yang terjadi tidak sesuai dengan yang di cemaskannya, Viano pasti baik-baik saja dan mungkin belum bangun dari tidurnya, dengan tangan gemetar, Leana menelepon kontak yang bertuliskan my hubby lalu mendekatkannya ke telinga.

Sayangnya setelah mencoba berkali-kali, panggilannya tidak di angkat, jangankan di angkat tersambung saja tidak.

Hal itu membuat kekhawatiran Leana kian meningkat, tidak ingin berkecil hati dia menghubungi nomor ayahnya untuk menanyakan apakah Viano masih disana atau tidak, tapi sayangnya teleponnya tidak di angkat.

Tubuhnya hampir limbung kebelakang jika saja sepasang tangan kokoh tidak menahan tubuhnya dengan sebuah pelukan erat.

"Calm down, baby." Bisiknya di telinga Leana membuat Leana lega setengah mati setelah menyadari bahwa apa yang di takutkannya tidaklah terjadi.

Tanpa aba-aba, Leana berbalik dan  membalas pelukan Viano dengan erat.

Isakan kecil lolos dari bibirnya membuat Viano mengelus punggungnya dengan lembut.

"Sayang, kamu tenang aja, selama kamu nggak ngulangin apa yang udah kamu lakuin pagi ini, apa yang kamu takutkan itu nggak akan terjadi." Ucapnya yang terselip sebuah ancaman terkait dengan perbuatan Leana yang keluar dan menemui orang secara sembunyi-sembunyi.

Masih Viano ingat bagaimana kacaunya perasaannya saat dia terbangun dan tidak mendapati Leana di sisinya, untung saja dia memasang pelacak di ponsel Leana sehingga dia bisa langsung menyusul Leana ke Cafe namun begitu sampai di Cafe taksi yang di tumpangi Leana justru telah berbalik arah membuat Viano tidak jadi menyebrang ke Cafe dan memilih membuntuti taksi Leana dari belakang sampai akhirnya dia memilih turun begitu melihat kondisi Leana yang kurang baik.

"Maaf..." Lirih Leana sembari melepaskan pelukannya dan menangkap kedua pipi Viano, memperhatikan wajah tampan Viano yang terpampang jelas di depan mata dengan tatapan yang menyimpan kelegaan.

Viano tersenyum sembari menggenggam tangan Leana yang berada di pipinya lalu mengusapnya.

"Iya sayang, aku maafin." Ucapnya sebelum mengambil tangan Leana dan mengecupnya membuat Leana sedikit tersipu.

"Emm, ngomong-ngomong kenapa ponsel kamu nggak aktif?." Tanya Leana berusaha mengalihkan fokusnya dari apa yang baru saja Viano lakukan pada tangannya di tempat umum.

Aleana Second lifeWhere stories live. Discover now