“Hmm.”

Adam membuka pintu mobilnya. Ketika hendak melangkah, tiba-tiba Asya mencekal lengannya. “Adam!”

“Iya, kenapa?” tanya Adam membalikkan badannya.

Tangan mungil Asya terulur. “Pinjem handphone.”

Adam tersenyum melihat tingkah lucu Asya. Dengan cepat pria itu memberikan benda persegi panjang itu kepada Asya.

“Boleh. Saya ke dalam dulu, Sya. Kamu tunggu disini sebentar, ya.”

“Iya!” sahut Asya sedikit berteriak lantaran Adam langsung berjalan memasuki super market.

Asya sibuk memainkan handphone Adam. Sedangkan pria itu dilanda keresahan karena bingung mau membeli apa saja. Alhasil, apapun yang ia lihat, maka ia mengambilnya. Kecuali produk-produk yang sekiranya tidak ia butuhkan.

Ketika sudah selesai. Adam berjalan menuju kasir, berniat untuk membayar barang-barang belanjaannya. Namun sebelum itu, ia melihat pertengkaran antara kasir dan seorang pembeli yang berpakaian syar'i.

Perempuan itu seperti kebingungan, terlihat dari gerak-geriknya yang sibuk mencari sesuatu di dalam tas hitamnya.

“Mbak. Maaf, bisa geser sedikit. Saya mau membayar belanjaan saya.”

Perempuan itu mendongak.

Deg!

“Pak Adam?!”

“L-laila?”

Laila langsung menundukkan kepalanya, begitupun dengan Adam yang langsung menepis rasa terkejutnya ketika berpandangan beberapa detik dengan Laila.

“Maaf, Mbak. Totalnya berapa?” tanya Adam kepada kasir yang menjaga.

“Totalnya tujuh ratus lima puluh empat ribu, Pak. Ada yang mau ditambahkan Pak?”

“Sudah, itu saja.”

Adam mengambil dompetnya, memberikan beberapa lembar uang kepada Mbak-mbak kasir tersebut.

Tidak lama kemudian Mbak kasir itu menoleh ke arah Laila. “Jadi bagaimana, Mbak? Apa uangnya sudah ada?”

Laila menggeleng. “Sepertinya aku salah bawa dompet, Mbak. Maaf, untuk sabunnya tidak jadi saya beli. Yang jadi saya beli terigu sama gula aja, Mbak.”

Adam yang mendengar ucapan Laila pun mengernyit. Melihat pergerakan Mbak kasir yang hendak menurunkan beberapa sabun yang telah Laila masukkan ke dalam keranjang.

“Tidak perlu, Mbak. Masukkan saja ke dalam kresek. Saya yang akan membayarnya,” tahan Adam membuat Laila tercengang.

“Pak—”

“Sudah. Anggap saja itu rezeki kamu hari ini.”

Setelah membayar, Adam bergegas pergi. Laila yang terdiam membisu pun bersuara sedikit keras. “Nanti saya bayar!”

“Tidak perlu!” sahut Adam yang sudah berjalan menuju parkiran.

“Ehhh, ini kembalian Mas nya gimana, Mbak?”

Laila nengerjap-ngerjapkan matanya polos. “Uangnya kelebihan, Mbak?”

“Iya. Lebih banget ini, kembaliannya tujuh puluh ribu.”

Laila menghela napas panjang. “Masukkan aja ke kotak amal, Mbak.”

“Loh, gak dititip ke Mbak aja?”

Laila menggeleng. “Gak usah, Mbak. Oh iya, total belanjaan saya sama kembalian Mas-mas yang tadi berapa, Mbak?”

“Semuanya lima ratus tujuh puluh sembilan, Mbak.”

“O-oke. Makasih ya, Mbak.”

Penjaga kasir itu mengangguk. “Sama-sama, Mbak.”

Laila tersenyum dibalik cadarnya, mengambil barang belanjaannya dan langsung keluar dengan jantung berdetak kencang.

“Yaa Allah, kenapa pas aku bertatapan dengan Pak Adam, jantung aku tiba-tiba deg-degan?” batin Laila bertanya-tanya.

---TBC---

LANJUT?

BISA TEBAK GAK? LAILA KENAPA DEG-DEGAN KALAU DI DEKAT ADAM?? 🤔

Pejuang Sepertiga MalamΌπου ζουν οι ιστορίες. Ανακάλυψε τώρα