||PSM 08||

1K 58 2
                                    

“Jauhi apa yang pernah kamu sakiti, karena hakikatnya tajam duri akan kembali, walau hati kian membara ingin berhenti.”

— Laila Zahratusya'ban.

Penantian yang panjang akhirnya terbalaskan dengan hati yang hanya mampu berangan-angan saja. Faktanya Adam merasa lebih sakit melihat istrinya yang lupa akan kenangan manis bersamanya, ketimbang koma di dalam rumah sakit tiada jeda.

Adam mendorong kursi roda istrinya dengan perasaan gusar. Mereka telah tiba di rumah, disambut hangat oleh Laila yang kini menuntun tangan mungil anak perempuannya.

Laila menundukkan kepalanya sebagai tanda kehormatan atas kedatangan mendiang istri Adam. “Assalamualaikum..”

“W-wa'alaikmsalam,” jawab Asya penuh keraguan. Sedangkan yang lainnya menjawab salam Laila dengan pelan.

“Dam, antar Asya ke kamarnya,” suruh Syifanya kepada menantunya.

“Baik, Mah,” jawab Adam menundukkan kepalanya patuh.

Sepeninggalan Adam dan Asya, Syifanya menyuruh kedua cucu-nya agar bermain di taman belakang rumahnya. Sedangkan Gerald berpamitan untuk kembali ke kantornya karena sudah di tunggu oleh client perusahaan bahwa hari ini adalah jadwal meetingnya bersama rekan kerjanya.

Tinggallah Syifanya bersama Laila yang masih berada di ruang tengah. Sesekali mereka melihat aktivitas yang dilakukan anak-anak lewat jendela rumahnya.

“Kamu jadi pindah hari ini?”

Laila menoleh, seraya tersenyum manis di balik cadarnya. “Iya, Bu. Sesuai usulan Ibu bulan lalu, alhamdulillah saya bisa membeli rumah itu.”

“Alhamdulillah... Jadi sekarang kita tetanggaan dong, ya.”

Laila menganggukkan kepalanya. “Iya, Bu hehe...”

“Ibu senang kalau kamu beli rumah itu. Jadi Kaffa sama Kahfi gak rusuh kalau mau main sama Fitya. Lagian sayang banget rumah seluas itu di kosongin.”

“Bukannya kemarin ada yang nginapin ya?” tanya Laila karena setahunya kemarin ada seseorang yang menjemur pakaian di halaman rumah dekat rumah Adam.

“Owalah iya, cuma sebentar. Dua minggu palingan. Mereka cuma liburan aja disini, sekarang udah gak ada. Makanya Ibu kost itu nawar-nawarin rumah itu buat di inapin lagi. Sayang katanya,” ucap Syifanya menceritakan apa saja yang ia ketahui mengenai rumah yang akan diinapi Laila beserta anak perempuannya sekarang.

“Pantesan sepi lagi, udah pindah lagi kayaknya,” ujar Laila manggut-manggut.

“Iya...”

Laila menganggukkan kepalanya. Tidak lama kemudian Adam datang sambil membawa gelas kosong. “Mah, air galon habis ya?”

“Iya, Dam. Papah belum isi ulang lagi. Ambil yang di kamar Kaffa sama Kahfi aja. Disitu masih banyak kayaknya.”

Adam menghela napas panjang. “Hmm oke. Syukran, Mah.”

“Iya, Dam.”

Adam segera beranjak dari area dapur. Berlari menaiki tangga untuk mengambil air di kamar anak kembarnya. Setelahnya ia turun kembali,  lalu belok ke kamar bawah tangga, tepatnya di kamar Asya.

Pejuang Sepertiga MalamOnde histórias criam vida. Descubra agora