||PSM 14||

725 43 8
                                    

“Laksana surga yang kamu butuhkan itu seperti apa? Sampai aku tidak bisa menyaingi rasa cintamu kepada Rasulullah yang selalu kamu panjatkan namanya disetiap kali kamu berdzikir.”

—Asyana Viola Ganlades

Selepas subuh Asya berinisiatif memasak di dapur untuk menyiapkan sarapan untuk suaminya, serta kedua anak kembarnya. Namun musibah datang menghampiri Asya ketika ia hendak memasukkan tempe yang sudah ia potong ke dalam wajan yang panas.

Sebuah cipratan minyak mengenai ujung tangannya, Asya yang kaget langsung melemparkan susuknya. Mengambil gelas, hendak membasuh tangannya. Tapi hal itu gagal, karena tangannya licin, alhasil gelas itu pun jatuh.

Prank!

Semua orang terkejut. Bahkan Kaffa dan Kahfi yang sibuk menonton televisi pun langsung berlari menghampiri Asya.

“Bunda!”

Adam tergesa-gesa menuruni tangga, mematikan kompornya, dan langsung menghampiri Asya dengan napas tersenggal-senggal. Bahkan kaitan dasi dilehernya pun belum terikat sempurna akibat panik mendengar suara anaknya yang meneriaki istrinya dengan suara melengking.

“Ada apa ini? Kenapa berantakan sekali?” tanya Adam kaget, melihat dapur bak kapal pecah.

Sayuran dimana-mana, pecahan kaca yang berserakan. Centong nasi yang terlempar ke tong sampah. Bahkan ember pun ikut serta memberantaki dapur Adam yang mulanya biasa-biasa saja, jadi sangat luar biasa ketika Asya terjun ke dalamnya.

Tatapan panik Adam menyoroti Asya. Sedangkan wanita itu terisak, menangisi tangannya yang panas.

“A-adam aaaa...”

“Kenapa?” tanya Adam khawatir.

“S-sakit,” adu Asya memperlihatkan tangannya yang memerah.

“Astaghfirullah!” kaget Adam langsung menarik tangan Asya.

Laki-laki itu segera mengompres lengan Asya. Sedangkan kedua anak kembarnya berkacak pinggang, bingung mau membereskan kekacauannya dari mana.

“Bunda sungguh unik. Bahkan memotong tempe pun harus pakai golok seperti ini,” gumam Kaffa mengangkat golok di atas meja makan.

“Kaffa! Kaffa! Turunkan!” perintah Adam dengan tangannya yang sibuk mengusap-ngusap punggung tangan Asya.

“Hmm.”

Kaffa diam. Beralih kepada Kahfi yang sibuk memungut beling, akibat pecahan gelas yang mengenai lantai. “Aih, Kahfi! Lepaskan. Tanganmu bisa terluka nanti.”

Kahfi mendongak. “Tapi aku mau bantu beresin, Ayah! Kasian Bunda tangannya masih sakit.”

Adam menggeleng. “Simpan belingnya, Kahfi. Nanti biar Ayah yang beresin. Kamu sama Kaffa main lagi, gih. Jangan ke dapur sebelum Ayah suruh kalian untuk sarapan bareng.”

“Iya, Ayah!” sahut keduanya kompak, menurut apa yang Adam perintahkan.

“Awshhh s-sakit! Jangan diteken-teken!”

“Kenapa bisa gini?”

Asya Mengerucurutkan bibirnya. “Aku mau masak tadi. T-tapi, gak bisa hehe...”

Pejuang Sepertiga MalamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang