||PSM 16||

624 34 0
                                    

“Keberkahan dalam keluarga adalah merasa bahagia bersama malaikat kecilnya, walau setengah belahan jiwanya telah hilang.”

—Laila Zahratusya'ban

Malam pun tiba. Keluarga kecil Adam masih asik bercerita di ruang tengah. Sedangkan Adam memisahkan diri untuk masuk ke ruang kerjanya, karena tugas kantornya yang menumpuk.

Adam teringat sesuatu, ia mengecek ponselnya seraya mengeluarkan dompet cokelat di dalam laci. Memandangi sebuah foto kusam sepasang pengantin yang cukup membuat hatinya teriris.

“Hasbi. Sesungguhnya saya ingin bertanggung jawab atas dosa yang telah saya perbuat kepadamu kala itu. Maka, izinkanlah saya untuk menjadi peran pengganti untuk keluargamu. Semoga dengan secuil nafkah ini, bisa meringankan beban istrimu yang tengah ia rasakan sekarang.”

Adam tersenyum, mengetik nomor Laila yang terdaftar di aplikasi dana miliknya. “Bismillahirrahmanirrahim...”

“Kamu lagi apa? Dam.”

“Astaghfirullah!” Adam bergejolak kaget.

Pria itu langsung berbalik, menyembunyikan dompet cokelat itu dibelakang punggungnya.

Asya merentangkan tangannya. “Mau tidur! Kaffa sama Kahfi udah tidur duluan. Aku jadi nonton sendirian tadi.”

Adam tersenyum, mengatur napas serta detak jantungnya yang masih berdetak kencang, karena ulah Asya yang datang tiba-tiba seperti itu.

“A-ayo. Tapi bentar, saya beres-beres dulu.”

Adam merapihkan ruang kerjanya. Sedangkan Asya bersandar di ambang pintu. Menunggu sang suami beres-beres.

Setelah selesai, barulah Adam menghampiri istrinya. “Ayo, katanya mau tidur.”

“Gendong!” rengek Asya merentangkan kedua tangannya.

“Tentu, istri manjaku. Sini, saya gendong. Kursi rodanya simpan saja di ruang kerjaku, ya.”

“Hmm.”

Adam mencium ubun-ubun istrinya penuh kasih sayang. Mengunci ruang kerjanya, dan langsung berjalan menaiki tangga, seraya menggendong istrinya penuh kehati-hatian.

Ketika sudah sampai di kamar. Adam menurunkan tubuh Asya di atas ranjang. “Saya buka kerudung kamu ya.”

Asya mengangguk patuh. Adam pun bergerak, menarik jarum pentul yang Asya gunakan. Melepas jilbab abu-abu yang dikenakan istrinya itu dengan senyuman manis yang terpatri di bibirnya.

Terlihatlah surai rambut panjang Asya yang menggelombang. Adam mencium wangi shampo yang Asya gunakan setiap keramas. “Wangi banget, kamu pakai shampo siapa sih? Kok wanginya kayak bayi.”

“Yang biasa kamu beliin, lah!” sahut Asya bersandar di pinggiran ranjang.

Adam tersenyum, bergeser hingga keduanya menempati ranjang yang sama. Melihat Asya yang menguap, Adam menghela napas panjang.

“Kamu udah ngantuk ya? Padahal saya mau ajak kamu ibadah bareng tadi.”

Mata Asya tiba-tiba berbinar. “Ibadah? Kan tadi kita udah ibadah bareng-bareng. Sholat berjamaah 'kan?”

Pejuang Sepertiga MalamWhere stories live. Discover now