||PSM 09||

986 62 3
                                    

“Dalam persimpangan malam. Inilah yang aku takutkan. Rahasia memang mudah tertutupi, tapi kenyataan akan singgah tanpa tapi.”

— Muhammad Adam As-sidiq.

Laila terbangun dari tidur malamnya. Ia tersenyum ketika melihat Fitya yang masih tertidur nyenyak di sampingnya. Ujung mata lancip Laila teralihkan, melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 02:15

Kedua tangan Laila terangkat, membaca do'a selepas tidur. Alhamdulillahiladzi ahyanaa ba'damaa ama tanaa wailahinnusyur...”

Kemudian Laila beranjak dari ranjangnya, berjalan ke arah toilet guna mengambil wudhu. Setelahnya ia mendirikan shalat sunnah tahajud. Dalam do'anya ia tidak henti-hentinya mendo'akan mendiang suaminya yang sudah lama meninggalkan dirinya.

Laila tersenyum pedih. Mengingat Hashi yang ketika malam sering membangunkannya untuk shalat sunnah bersama. Kenangan manis yang tidak bisa Laila lupakan sampai sekarang.

“Aku kangen sama kamu, Mas,” monolog Laila mengusap pipinya yang basah.

“Bahkan air mataku seakan-akan mendukung kesendirian yang aku rasakan ini, Mas.” Laila kembali mengadu. Tak lama ia beristighfar sambil bersujud di atas sejarahnya, memohon pengampunan kepada Allah sebab ia terlalu larut dalam kesedihan.

Laila melepaskan mukena putihnya, membuka jendela kamarnya seraya tersenyum. Menatap bulan malam yang terasa indah untuk ia pandang. Kebiasaan memandang bulan ketika tengah malam menjadi hal wajib baginya. Karena ketika ia melihat sinarnya, maka ia merasa melihat bayang-bayang suaminya.

“Kamu yang tenang disana ya, Mas,” lirih Laila mengangkat tangannya, mengukur bulan malam yang hanya terlihat separuh saja, karena tertutup awan hitam.

Setelah dirasa cukup, ia berniat untuk menutup jendela kamarnya dan kembali tidur. Namun ketika ekor matanya melihat ke arah lain, betapa terkejutnya Laila mantap seorang pria jangkung berdiri di halaman rumah tetangganya.

“Astaghfirullah! Maling!” teriak Laila langsung turun dari tangga, membuka pintunya dan berlari ke rumah Adam untuk menyelamatkan rumah tetangganya yang malang.

Tidak lupa ia membawa sapu lidi untuk memukul pria berjubah hitam itu.

Bugh!

Bugh!

Bugh!

“Pergi kamu maling! Memangnya kamu kira tidak ada yang melihat kelakuan bejat kamu! Tentu saja ada! Awas yah kamu. Aku jeblosin kamu ke penjara karena udah mau maling di rumah tetanggaku!” gerutu Laila menuntut.

“Shhh! Apa yang kamu lakukan!” bentak orang itu mencoba menghindar serangan lawan.

Deg!

“P-pak Adam...”

Adam mendelik tajam, menyapu jejak pukulan Laila yang sempat mengenai ubun-ubun kepalanya.

Laila langsung menundukkan pandangannya ke bawah. “Astaghfirullah... maafkan saya, Pak Adam. Saya sudah lancang memukul Pak Adam tanpa sebab.”

Pejuang Sepertiga Malamजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें