||PSM 20||

404 34 1
                                    

“Jangan menjadi rumah untuk orang yang cuma ingin singgah. Jangan pernah serius pada orang yang ngajak bercanda. Dunia hanya sementara, sedang akhirat selamanya.”

—Laila Zahratusya'ban

Usai kajian malam jum'at, Adam beserta keluarganya berkumpul di ruang tamu. Bersiap menyambut kedatangan Robih yang pulang dari Mesir. Disana juga terdapat Laila yang masih beres-beres, membantu pekerjaan Syifanya dan Asya yang masih sibuk di dapur.

Sedangkan Gerald mengobrol ria bersama Adam, begitu juga dengan anak-anak yang sibuk bermain monopoli di atas tikar.

“Adam izin ke toilet sebentar, Pah.”

“Iya, Dam. Silahkan,” jawab Gerald menganggukkan kepalanya.

Asya mendorong kursi rodanya sampai ke pertengahan ruang tamu. “Oh iya, kue pesanan aku belum dibayar ya, Mbak? Totalnya berapa tadi?”

“Lima ratus tujuh puluh ribu, Mbak.” Laila menyahut dari arah dapur, berjalan menuju ruang tamu, bergabung bersama keluarga tetangganya itu.

“Ouh iya. Bentar ya, aku bayar pakai dana punya Adam,” ujar Asya menoleh ke arah Gerald. “Pah, Adam dimana?”

“Ke toilet katanya.”

“Ohh, lama gak?”

“Gak tau,” jawab Gerald mengedikkan bahunya acuh.

Asya menghela napas panjang. Menunggu Adam yang tak kunjung kembali. Karena kesal Asya pun beranjak dari sana. Mendorong kursi rodanya mendekati pintu toilet.

“Adam! Kamu lagi ngapain sih?! Kok lama banget!” teriak Asya dari luar.

Adam yang sedang di dalam toilet pun menyahut. “Lagi kencing, sekalian wudhu, Sya. Air kerannya habis. Jadi harus nunggu dulu.”

Asya mengerucutkan bibirnya, menatap pintu toilet dengan tatapan berharap. “Aku pinjam handphone kamu ya! Mau bayar kue pesanan aku sama Mbak Laila.”

“Iya! Ambil aja, ada di meja dekat Papah,  kok.”

“Okay! Makasih!” teriak Asya kembali ke ruang tamu kembali.

Syifanya mengusap punggung Asya ketika ia sudah kembali ke ruangan itu. “Kamu sama Adam teriak-teriak gitu kenapa sih? Udah kayak di hutan aja.”

Asya cengar-cengir tanpa dosa. “Hehe... maaf, Mah. Aku minta izin dulu tadi, eh taunya Adam lama di dalam toilet karena air kerannya habis.”

“Minta izin apa?”

“Mau bayar hutang,” sahut Asya seraya mengambil handphone milik suaminya.

Untung saja handphonenya tidak memakai password atau pola semacamnya. Memudahkan Asya untuk membukanya tanpa harus meminta bantuan dari Adam, sang pemilik handphone itu sendiri.

“Aduh, kenapa harus daftar ulang sih. Berabe amat,” gerutu Laila, lantaran aplikasi dana yang Adam instal belum terdaftar sama sekali.

“Loh, Adam pakai tiga nomor? Duh, nomor yang mana ya, yang udah terverifikasi sama akun dananya?” tanya  Asya kepada dirinya sendiri.

Lantas gadis itu pun mencoba semua nomor yang tertera. Dan ternyata, hanya satu yang sudah terverifikasi, sehingga Asya tidak harus berlama-lama lagi membayar pesanannya kepada Laila.

“Sudah ada, belum Mbak?” tanya Asya kepada Laila yang kini duduk di hadapannya.

“Bentar, Mbak. Saya cek dulu.”

Deg!

Laila meneguk ludahnya susah payah. Menatap Asya yang kini memperhatikan raut wajahnya penasaran. “M-mbak.”

Pejuang Sepertiga MalamDonde viven las historias. Descúbrelo ahora