||PSM 18||

352 27 0
                                    

“Salah satu bukti cinta dari Allah adalah ketika kamu menjadi baik pastilah akan mendapat jodoh yang baik pula meskipun dulu keduanya sama-sama pernah berbuat kesalahan.”

—Muhammad Adam As-Sidiq

Syifanya tersenyum melihat perkembangan Asya yang semakin hari semakin dekat dengan kedua anaknya. Ia juga terus bercerita tentang keseharian Asya, guna memancing daya ingatnya agar bisa kembali lagi. Namun sepertinya Tuhan belum mengabulkan do'a-do'anya, sehingga sampai sekarang Asya belum bisa terbuka saat bertemu dengan dirinya.

“Sya, tadi pagi Laila udah kesini belum?” tanya Syifanya memecahkan keheningan.

“Belum ada kayaknya. Soalnya aku juga baru bangun, Mah. Tadi habis sholat subuh, aku tidur lagi.”

Syifanya mengernyit. “Tumben tidur lagi. Kamu sakit?”

“E-enggak ... itu, anu—”

“Semalam saya sama Asya ibadah panjang, Mah. Jadi mungkin Asya kecapean. Maklum lah Adam terlalu semangat kemarin,” potong Adam yang tiba-tiba datang menghampirinya dengan koper hitam khas seorang pekerja kantoran.

“Owalah, begitu.” Syifanya tersenyum, menutup mulutnya seraya mengedipkan sebelah matanya kepada Asya.

“Habis buat dede buat si kembar ya semalem?” bisik Syifanya menggoda anak satu-satunya itu.

Asya melotot galak ke arah Adam meminta pertanggung jawaban. Namun yang ia dapatkan hanya kekehan kecil darinya.

“B-bukan gitu, Mah!”

“Terus apa?” tanya Syifanya memancing kekesalan Asya.

“Itu—”

Tok!

Tok!

“Kayaknya itu Laila. Biar Mamah yang bukain,” ujar Syifanya karena sebelum ia berkunjung ke rumah Asya, ia sempat mengirimkan pesan kepada Laila agar datang mengunjunginya juga.

“Assalamualaikum...”

“Wa'alaikumsalam, Laila. Sini nak, masuk.”

Syukran, Bu. Gak usah. Laila mau langsung antar orderan catering soalnya. Ouh iya, ini kue pesanan Ibu. Dan ini, saya bawakan balado udang buat Adam sama keluarga.”

“Wah, makasih banyak loh. Ayok kesini, mampir dulu sebentar. Kebetulan kita juga lagi ngumpul,” ajak Syifanya tanpa persetujuan dari Laila, ia langsung menariknya ke dalam.

Ketika sudah sampai di ruang keluarga. Laila mengucapkan salam, lalu dibalas oleh Adam, Asya serta kedua anak kembarnya.

Laila disuruh duduk oleh Syifanya. “Ini loh yang Mamah tunggu-tunggu. Kamu mau nggak? Oh iya, ini ada balado udang buatan Laila. Katanya buat kamu sama sekeluarga, kalau Mamah jangan ditawarin ya, soalnya Mamah udah berhenti makan udang.”

Adam tertegun, menatap mangkuk yang berisikan balado udang. Sekejap ia teringat sesuatu. Melirik Asya yang tampak penasaran dengan rasa balado udang buatan Laila.

Namun sebelum Asya mencicipinya, Adam berhasil lebih dulu mengambil mangkuk itu. Duduk di sebelah Asya, lalu menghabiskan balado tersenyum tanpa nasi yang menemaninya.

Sontak saja semua orang yang berada di ruang keluarga itu melongo, menatap Adam tak percaya.

“Baladonya enak,” gumam Adam membuat Laila tersenyum dibalik cadar hitamnya.

Syukran, jika Pak Adam suka.”

“Ya Laila. Syukran jazakillahu.”

Laila mengangguk. Lalu berkata, “Sepertinya aku harus pulang, Bu, Mbak. Mau nganter orderan catering.”

Pejuang Sepertiga MalamWhere stories live. Discover now