21

158 4 0
                                    

"Ibu, Daffa boleh makan es krim?" suara anak kecil terdengar meminta izin kepada seorang wanita, yang usianya sudah memasuki kepala tiga. Mereka duduk di kursi tunggu di sebuah toko bangunan.

"Boleh, tapi satu saja, ya, Nak. Nanti kalau banyak-banyak takut dimarahi ayah," jawab wanita itu dengan lembut.

Setelah itu, mereka berdua menuju warung kelontong, yang tidak jauh dari toko material tersebut. Mereka membeli satu cup es krim rasa strawberry, dan kemudian kembali lagi ke tempat semula.

Tidak lama seorang laki-laki yang tidak jauh usianya dengan wanita itu, datang menghampiri mereka.

"Yuk, pulang!" ajak lelaki tersebut.

"Sudah selesai, Mas?" tanya si wanita.

"Sudah. Tapi, besok beberapa hari lagi aku kembali buat transaksi."

"Proyek baru?"

"Iya. Perumahan elit. 'Developer' yang pegang sekarang bener-bener pintar. Dia bisa memegang banyak proyek baru hanya dengan beberapa bulan. Jadi, para pekerja seneng juga, kalau proyek sebelumnya selesai bisa lanjut ke proyek berikutnya."

"Termasuk kamu?"

"Iya, banyak bersyukur. Walaupun hanya di posisi sekarang, setidaknya aku bisa memberi jaminan kehidupan yang layak untukmu dan Daffa. Dan satu lagi, maaf belum bisa memberikanmu kendaraan yang bagus. Kemana-mana cuma naik pick up."

Wanita itu hanya tersenyum.

"Akun hargai usahamu. Yang penting kalau pergi jauh, Daffa tidak kepanasan atau kehujanan. Lagian, mobil itu juga berguna buat kamu. Sekali jalan, bisa bawa kebutuhan bangunan, tanpa kirim dari tokonya. Nambah-nambah biaya."

Lelaki itu menghembuskan napas beratnya sambil tersenyum. Dia melihat anak laki-lakinya masih asik menikmati es krimnya.

"Daffa, kelamaan nunggu ayah, ya?"

"Iya, sampai bosen, terus beli es krim sama ibu," jawab anak tersebut, dengan usia sekitar enam tahunan.

"Maaf, ya. Habis ini ayah traktir, deh. Mau makan apa?"

"Emmm  ... Chicken."

Lelaki itu menganggukkan kepala dan menunjukan satu jempol kananya, memberikan tanda persetujuan. "Oke."

Lalu, mereka menuju kendaraan beroda empat berwarna putih, dengan bak terbuka di belakangnya. Mereka bertiga kemudian masuk kedalam kendaraan tersebut.

"Kinar, terimakasih. Kamu sudah menjadi malaikat di kehidupanku dan Daffa," kata Laki-laki tersebut, sebelum menyalakan kendaraannya.

"Mas Yuda  ... udah, deh. Jangan sok romantis begitu. Ada bocil nyelip di tengah ini," Kinar berkata, sambil menunjuk Daffa yang sedang asik menghabiskan es krimnya.

Mereka berdua tersenyum, kemudian kendaraan itupun berlalu.

_____

Kinar menjalani perannya sebagai seorang ibu dan istri dengan baik setelah peristiwa naas tujuh tahun silam. Dia mencoba kehidupan baru dan melupakan kejadian yang mengerikan tersebut. Walaupun, kadang masih menghantui pikirannya. Tidak jarang, dia juga mendapatkan mimpi buruk tersebut, di setiap tidurnya. Kini, kehidupannya terlihat bahagia dengan keluarga kecilnya. Dia mempunyai seorang anak lelaki yang manis dan suami yang baik. Walaupun hidup sederhana, semua kebutuhannya bisa terpenuhi oleh suaminya.

Setelah selesai makan malam, dan membantu belajar Daffa, serta menidurkannya, Kinar duduk santai sambil menonton televisi. Yuda datang sambil membawa dua cangkir coklat hangat dan diberikan kepada Kinar.

"Terimakasih, Mas."

"Emm  ... sekolah Daffa gimana? Lancar?" tanya Yuda basa basi, sambil duduk di samping Kinar.

"Lancar, Mas. 'Gak terasa bentar lagi dia sudah tujuh tahun. Terus masuk Sekolah Dasar. Padahal seperti baru kemarin aku menggendongnya."

"Terimakasih untuk semuanya, Kinar."

Kinar tersenyum dengan ucapan Yuda, sambil menyesap coklat hangat miliknya.

"Emmm  ... maaf, jika selama ini aku belum bisa membuka hatiku untukmu, Mas. Aku juga berterimakasih, kamu sudah memperlakukanku dengan baik. Aku  ... akupun tidak tahu, ini akan sampai kapan," kata Kinar.

Yuda menghembuskan napas beratnya, lalu berucap, "aku tidak memaksamu, Kinar. Begini juga tidak apa-apa asal kita bahagia. Terutama Daffa."

Mereka saling diam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Hanya suara televisi yang terdengar di antara keduanya.

______

Keesokan paginya, keluarga kecil Kinar sedang berada di ruang makan untuk sarapan.

"Kinar, uang belanja masih cukup, kan?"

Kinar hanya mengangguk sambil menyentong nasi goreng yang sudah di buatnya.

"Kalau kurang, ngomong ke aku, ya. Akhir-akhir ini kamu kan sering ke rumah Bapak. Takutnya, uang belanjamu tidak cukup buat beli bensin. Atau, besok aku tambahi."

"Enggak, Mas. Cukup kok. Alangkah baiknya, kalau ada lebihan buat ditabung. Jaga-jaga buat biaya sekolah Daffa."

Yuda tersenyum sambil mengangguk, kemudian dengan lahap menyendok masakan Kinar kedalam mulutnya.

"Ibu kalau masak memang juara. Habis, Bu. Nambah boleh?" tanya Daffa sambil memperlihatkan piringnya yang sudah tandas.

"Boleh, tapi, jangan kebanyakan ya, Nak. Nanti kekenyangan, terus bingung mau ke sekolahnya." Kinar memberikan tambahan menu paginya tersebut kepada anak laki-laki yang sudah lengkap dengan seragam Taman Kanak-kanak.

"Oiya, Kinar, nanti aku pulang terlambat. Ada acara orang-orang yang pegang proyek baru, yang aku ceritain kemarin."

"Jam berapa?"

"Aku tidak tahu. Soalnya, selama kerja di sana, belum ada acara-acara seperti ini. Ada paling cuma makan-makan saja. Kalau sekarang, katanya lebih formal. Di ballroom hotel berbintang katanya," jelas Yuda.

"Udah bawa baju ganti?" tanya Kinar.

"Oiya, untung kamu ingetin."

Kemudian, Yuda bangkit dari duduknya, dan menuju kamar untuk mengambil baju ganti. Sedangkan Kinar, membereskan peralatan sarapan setelah mereka selesai.

"Aku pamit, ya."

Layaknya seorang istri, Kinar mencium tangan Yuda ketika akan pergi, agar Daffa juga mencontohnya, karena itu tanda penghormatan.

"Daffa, jangan nakal. Nurut apa kata ibu. Jangan sampai buat ibu marah, oke?"

"Oke, Ayah," kata bocah kecil itu dengan semangat, serta menunjukan jempol tangan kanannya.

Kemudian, Yuda mengendarai mobil pick upnya yang lama kelamaan menjauh dari rumah. Tugas Kinar benar-benar hanya menjadi ibu rumah tangga, mengurus rumah dan mengawal pendidikan anaknya.

Malampun datang. Yuda bersama rekan-rekannya menikmati acara yang di adakan oleh pemilik tempatnya bekerja. Tepuk tangan meriah ketika nama seseorang disebut dan berdiri memberi salam.

"Perkenalkan, dia adalah anak saya, yang sudah beberapa bulan memegang banyak proyek dimana saya dan kalian semua sudah bekerja. Dia juga anak muda yang berbakat yang telah menyelesaikan studinya, hingga menjadi seorang arsitektur dan juga developer yang handal. Dia adalah Pratama Erik Adiwijaya."

"Terimakasih atas sambutannya. Disini saya tidak ingin banyak kata. Ijinkan saya bergabung di proyek yang selama ini dipegang oleh ayah saya, karena kata beliau sudah kewalahan kalau tidak ada yang membantu. Jadi, mohon kerjasamanya dari rekan-rekan semuanya, sekali lagi saya ucapkan terimakasih," kata Erik yang sudah kelihatan dewasa dan berwibawa untuk menjadi seorang pimpinan.

Bersambung

My Big BoyМесто, где живут истории. Откройте их для себя