2

1.9K 9 1
                                    

"Tunggu sebentar, Rik. Sekolah? Kamu masih sekolah?" tanya Kinar penasaran.

"Iya, Mba Kinar cantik."

"SMA?"

"SMK lebih tepatnya."

"Woah ... 'Gak nyangka, aku jalan sama bocil."

"Bocil? Bocil kayak gini, juga sudah bisa buat bocil, Mba. Mau buktiin?"

"'Gak usah ngadi-ngadi. Berarti umur kamu berapa? 18 atau 19?"

"19 tahun Mba. Wait  ... kenapa bilang, kalau aku bocil? Mba Kinar emang berapa umurnya? Jangan bilang kalau seumuran sama Eyang," tanya Erik sambil terkikik.

"Dih. Bener apa kata temenmu tadi. Aku lebih cocok jadi Kakakmu. Kita selisih 6 tahun."

"Gak pentinglah, Mba. Umur hanya sebuah angka. Aku juga 'gak keberatan kalau Mba Kinar jadi pacarku."

"Jangan ngawur, bocil."

"Bocal bocil, aku sewain hotel lho, Mba. Hahaha .... "

"Erik!!!"

Mereka berdua melanjutkan makan. Setelah selesai, kemudian, mereka keluar mengendarai motor untuk menghabiskan malam minggu. Erik parkir di sebuah taman yang berisi banyak komunitas motor. Erik parkir tidak jauh dari sana. Ada seseorang yang mengisyaratkan untuk bergabung dengannya. Tapi, Erik kembali memberi isyarat untuk diam, dengan satu jari mengatup ke bibirnya.

"Kita lesehan saja, ya, Mba?" tawar Erik.

Kinar mengangguk, kemudian mengikuti Erik di belakangnya. Mereka duduk berdua di sebuah tikar dan sebuah meja di depannya.

"Mba mau wedang ronde? wedang jahe? Atau aku? Biar badannya anget?" canda Erik.

"Erik. Kamu tu, ya, selain bocil, omes juga ternyata."

"Mba, sekali lagi nyebut bocil, Mba Kinar aku bawa ke hotel."

Lalu, Erik memesan dua gelas wedang ronde kepada penjual yang tak jauh dari tempat duduknya. Tidak lama, minuman hangat itupun tersaji.

"Emmm  ... Rik, kamu gak gabung atau ikut mereka gitu?" tanya Kinar, karena melihat banyak motor terparkir yang mirip dengan motor Erik.

"Ikut Mba, tapi, dulu. Sekarang udah enggak. Fokus sekolah, udah kelas 3."

"Uwihhh ... manis banget kalau kamu ngomong gini," kata Kinar sambil mencubit pipi Erik.

Tangan Erik kemudian memegang tangan Kinar yang berada di pipi Erik. Lima jari Erik di eratkan ke sela-sela jari-jari Kinar.

"Erik, apa-apaan?" kata Kinar sambil mencoba melepas tangannya.

" Biar anget, Mba."

"Malu, tahu!"

"Udah, Mba diam saja."

"Dasar boc  ....."

Erik menatap Kinar sambil tersenyum.

"Ayo, Mba, sebut. Ayolah, Mba. Uangku masih ada dan sisa kalau cuma semalam kita nginep."

"Erik! Omes." mendengar itu, Erik tertawa.

Mereka menghabiskan malam sampai dengan pukul sebelas. Erik mengajak Kinar untuk pulang setelah membayar wedang ronde.

"Rik, mau balik?" tanya seorang yang berada di Parkiran.

"Iya, Bro, udah malem, kasihan biniku kalau kena angin malam," jawab Erik ngasal sambil melirik Kinar. Mendengar itu, Kinar memukul pelan lengan Erik sambil melotot.

"Oke, Bro, take care," balas orang yang kelihatannya kenal dengan Erik.

"Temen kamu?"

"Kenal, Mba. Namanya juga tongkrongan anak komunitas. Ayo naik!"

My Big BoyWhere stories live. Discover now