6

681 6 0
                                    

Pukul 16.15, Kinar keluar dari kantornya. Motor Erik sudah terlihat saat keluar gedung, begitupula dengan sang penunggangnya. Lalu, Kinar menghampiri Erik sambil terkikik. Ada yang berbeda dengan penampilan anak muda tersebut.

"Sejak kapan kamu punya jaket ojek online kayak begini, Rik?" tanya Kinar tidak percaya.

"Tadi nyarinya, Mba. Untung langsung bisa ketemu. Kalau begini 'kan Mba Kinar tidak perlu malu kalau diantar atau dijemput sama anak sekolahan."

Raut wajah Kinar berubah, saat Erik memberikan jawabannya.

"Tidak usah pasang wajah menggemaskan gitu, deh, Mba. Aku bawa ke hotel, lho."

"Erik! Apa-apaan, sih? Omes," balas Kinar.

"Yaudah, ayo naik!" perintah Erik sambil memberikan helm kepada Kinar. "Eh, aku pakai-kan, ya, Mba?"

"Tidak usah."

"Pegangan, Mbak. Seperti biasa," kata Erik, ketika Kinar menghenyakan pantatnya di jok belakang kendaraan besi tersebut.

Sepasang mata yang berada dalam mobil, memperhatikan interaksi Erik dan Kinar. Tatapannya serius dan senyum sinis mengembang di ujung bibirnya.

____

Hari-hari dilalui oleh Erik dan Kinar, bak sepasang kekasih dengan beda usia. Walaupun, keduanya belum menunjukan secara terang-terangan, tapi, kedekatannya menunjukan bahwa mereka bukan kakak beradik.

"Kinar, pulang bareng aku, yuk!" ajak Bayu, saat mendekati jam pulang kerja.

"Thanks, Bay. Aku pulang pake ojol," jawab Kinar.

"Ojol yang setiap hari jemput kamu?"

Kinar hanya mengangguk, menanggapi pertanyaan Bayu.

"Kalau aku lihat, kayaknya bukan Ojol biasa. Ya, 'kan, Kinar?" lanjut Bayu.

"Apaan, sih, Bay?"

"Kamu pacaran sama bocah itu, Kinar?"

Kinar kemudian menolah kearah Bayu, dia tidak percaya jika Bayu mengeluarkan kalimat itu.

"Bocah?"

"Iya. Bocah ingusan yang lebih layak jadi adikmu daripada pacarmu. Jadi, itu alasannya, kenapa kamu tidak pernah bisa menerima aku dari dulu? Kamu cari berondong?"

"Bay, please .... jangan keterlaluan. Kita ini rekan kerja, tidak pantas kamu ngomong seperti biru. Dari dulu ada alasannya, kenapa aku tidak mau sama kamu. Peraturan tempat kita bekerja, tidak boleh ada hubungan selain pekerjaan." jelas Kinar sambil membereskan ruang kerjanya.

"Oke, jika sebelumnya kamu mau menerimaku, mungkin aku akan 'resign' dari sini dan memilih cari pekerjaan lain. Tapi, sepertinya kamu memang tidak suka denganku, Kinar."

"Nah, itu tahu jawabannya, Bay."

"Tapi, kenapa harus dengan berondong? Apa tidak ada yang lain. Yang lebih dewasa dan yang lebih keren dari aku, mungkin?"

Bayu salah satu lelaki tampan yang pekerja di perusahaan brand kecantikan tersebut. Dengan salah satu modal wajahnya, dia mampu menggaet kerjasama untuk memasarkan produk-produk yang kini sudah ternama itu.

"Apa hak kamu melarang aku, Bay? Kita cuma rekanan. Hidupku ya hidupku, jalan dengan siapa, itu hakku." jawab Kinar dengan wajah kesal.

"Oke-oke, jangan marah, Kinar. Hmmm ... Jangan lupa, nanti malam. Sekedar mengingatkan, kita ada gala dinner, 'launching' produk baru."

"Hmm." jawab Kinar tidak bersemangat.

_____

Seperti biasa, Erik selalu 'standby' menunggu Kinar di dekat area tempatnya kerja. Sebelum Erik menarik gas motornya, sebuah mobil menghampiri dan berhenti di samping mereka berdua.

"Hey anak muda, jaga teman spesial ku ini selamat sampai rumah. Jangan sampai tergores sedikitpun, oke?" kata Bayu kepada Erik.

Di balik helm fullface-nya, Erik hanya melihat Bayu yang kemudian meninggalkan mereka berdua.

Setelah sampai di rumah Kinar, Erik terlihat seperti orang kesal.

"Mba, teman cowokmu tadi suka sama Mba Kinar?" tanya Erik, dengan muka serius.

"Kenapa emang?" tanya Kinar, sambil menyodorkan minum untuk Erik.

"Cara dia mandang Mba Kinar dan intimidasi aku tadi," jawab Erik, kemudian terdengar suara air yang masuk ke dalam kerongkongan. Cleguk ... cleguk ....

"Sudahlah, Rik. Dia itu cuma teman kerja, tidak lebih. Lagian pernah aku tolak juga."

Uhuk-uhuk ...
Air menyembur dari mulut dan hidung Erik.

"Erik, kamu tidak apa-apa?" tanya Kinar, sambil buru-buru mengambil tisu di depan meja yang dekat dengan dirinya. "Kayak anak kecil, deh." lanjut Kinar, mencoba membersihkan air di dagu Erik.

"Mba, jangan buat aku cemburu!"

"Cemburu apa?"

"Itu tadi, Mba Kinar pernah menolak temanmu. Berarti dia mengagumimu, Mba."

"Tapi, aku tidak mau. Puas?"

Mereka terdiam sejenak.

"Rasanya ... aku seperti pernah lihat temanmu itu, Mba? Tidak asing gitu mukanya. Tapi, dimana?"

"Halah, perasaanmu saja. Udah sore, sana pulang, Erik."

Erik tidak menggubris perkataan Kinar. Dia masih mengingat-ingat sosok seorang Bayu.

"Helo, bocil ganteng!" Kinar menyadarkan lamunan Erik.

"Mbaa .... Udah dibilangin jangan panggil aku bocil. 'Ntar aku nikahi, biar tahu rasa."

Kinar tertawa terbahak mendengar apa yang diucapkan Erik.

"Sekolah dulu yang bener, baru mikir kesana, bocil." Kinar mencoba menggoda Erik dengan mencubit pipi lelaki yang berada di depannya. Dengan pandangan serius, Erik mencengkeram tangan Kinar, hingga membuat Kinar tersentak kaget.

"Mba, aku serius, kalau bisa, sekarang Mba Kinar aku nikahi."

Bibir Kinar yang semula tersenyum merekah, kini mengatup sempurna. Mereka berdua saling tatap. Mata mereka beradu. Kinar, mencoba sadar dengan jantung yang berdebar.

"Jangan ngawur. Sekolah dulu, Erik. Kalau bisa sampai kuliah, baru kerja, mapan, terus menikah dengan gadis yang kamu cintai." jelas Kinar sambil melepas pergelangannya dari tangan Erik.

"Aku maunya sama kamu, Mba."

"Erik, masa depanmu masih panjang."

"Mba Kinar tunggu aku, ya. Akan aku wujudkan semuanya."

Kinar tersenyum mendengar perkataan Erik.

"Kalau aku nungguin kamu, keburu jadi nenek-nenek." kata Kinar sambil terkikik.

"Mba, pegang ucapanku. Aku tidak peduli dengan semua itu. Aku akan menikahi Mba Kinar."

"Ck, udah pulang sana. Belajar yang bener. Bentar lagi ujian." Kinar berdiri di depan pintu, seakan mengusir Erik agar segera pergi.

"Mba Kinar jangan nikah dulu sebelum aku melamarmu, ya?" kata Erik sambil berdiri mendekati Kinar.

"Dasar bocil."

"Mba Kinar aku seret ke kamar, lho. Kita bikin bocil bareng-bareng."

"Omesnya kumat. Udah pulang, di cariin Eyang nanti."

"I Love You, Mba," kata Erik, lalu meninggalkan rumah Kinar. Kinar tidak menjawab apa yang dinyatakan, Erik. Dia hanya tersenyum mendengar apa yang di katakan anak muda yang tinggal di samping rumahnya itu.

Bersambung

My Big BoyWhere stories live. Discover now