chapter 37

3.2K 380 39
                                    

Langit biru dan teriknya matahari menyambut Renjun ketika ia baru turun dari bus siang itu. Mungkin cuaca terlihat cerah, tapi tidak dengan suhunya, kota kelahirannya ini cukup dingin, maka dari itu hari ini Renjun memakai mantel yang ia dapatkan dari diskonan di toko baju dingin yang tidak jauh dari rumahnya dua hari lalu.

Renjun senang di sini. Dia tidak terlalu terkenal walau beberapa orang terkadang mengenali dirinya dibalik masker dan topi yang selalu ia kenakan. Renjun senang di sini karena ia bisa bebas ke mana saja tanpa takut bertemu orang-orang yang jadi sumber sakit hati—

"Renjun!"

Oh tidak. Renjun harus ralat alasan yang kedua, karena seseorang yang berlarian ke arahnya bersama dua kopi di tangannya itu adalah sosok yang harusnya paling ia hindari. Tapi, malah selama hampir dua minggu ini, Renjun terus bertemu dengan seorang pemuda berkulit agak tan yang secara mengejutkan punya bakat bernyanyi sebab suaranya merdu sekali.

"Sorry telat, Ningning minta beli kopi, tapi kirain dia mau beli sendiri, malah nyuruh gua, terus sekarang dia antri hotdog di sana." Lelaki mengenakan hoodie hitam itu menunjuk ke arah perempuan muda berambut hitam panjang yang antusias menerima makanan dari penjual hotdog. Matanya berbinar melihat makanan ala orang barat kini berada di tangannya.

"Ya gak apa, Hyuck. Aku juga baru sampai kok."

Kalian gak salah baca. Benar, itu adalah Hyuck, Donghyuck Lee si sepupu Jeno yang membuat hidup Renjun berantakan seperti sekarang. Takdir mungkin gak mau Renjun terlalu jauh dari kenyataan hidupnya sampai di hari kedua berada di kota kelahirannya, ia harus menemukan fakta bahwa Hyuck adalah teman dekat sepupunya Ningning selama kuliah di luar negeri. Mau tidak mau, Renjun harus bergaul dengan Hyuck karena Ningning selalu mengajak lelaki itu ke manapun mereka pergi. Kata Ningning sih karena Hyuck juga baru liburan di kota ini, jadi sebagai teman yang baik, Ningning harus mengajak Hyuck ke tempat-tempat seru di sini.

"Hotdognya enak!" Ningning nimbrung dengan mulut penuh dengan saus makanan yang rela membuatnya antri. "Kok kopinya cuma dua?" Lalu kegiatan mengunyahnya berhenti saat melihat bahwa tidak ada kopi untuknya.

"Ya lo nyuruh gua beli sendiri, males lah!" Hyuck menaruh pantatnya di kursi halte sambil menyesap kopi yang rasanya ternyata pahit.

"Kan gue mau antri hotdog makanya gue nyuruh lo! Gimana sih Hyuck ini gak paham strategi banget!" Ningning sewot sampai saus hotdog nya tumpah terkena aspal jalanan depan halte.

Hyuck mengerling, "Ya malas, gua kan gak paham bahasa orang sini, tadi gua kaya orang bego tau."

Renjun tertawa dalam hati melihat ekspresi Hyuck seperti kesal sekali. Sebenarnya lelaki itu ada benarnya, apalagi warga lokal kebanyakan tidak paham bahasa asing walaupun itu bahasa internasional, dia pasti kesusahan untuk memesan dua kopi sampai yang di pesan malah kopi yang rasanya pahit ini. Entah baristanya yang tidak paham ucapan Hyuck, atau Hyuck yang asal pilih saja biar cepat.

Rencananya hari ini mereka akan melakukan piknik di tepi danau, Renjun sudah bawa banyak cemilan di ransel coklat kesukaannya, tapi karena rumah mereka tidak searah, jadi setiap keluar bersama seringnya bertemu langsung di tempat seperti sekarang.

Berpikir berdebatan itu akan selesai, maka Renjun salah, karena kedua orang itu masih menatap tajam masing-masing sambil saling memaki membuat Renjun pusing sendiri.

"Udah diem!" Renjun meninggikan intonasi suaranya. "Biar aku beliin kopi buat kamu."

"Gak usah, Ren, biar dia beli sendiri." Hyuck masih bersungut menatap sebal Ningning yang hendak mengucapkan terima kasih ke Renjun, tapi tidak jadi setelah mendengar ucapan Hyuck.

"Apaan sih loh iri ya gak dibeliin sama Renjun Ge juga?" Sewot Ningning.

"Udah ya udah, kita udah diliatin banyak orang daritadi teriak-teriak pakai bahasa lain, takut dikira pembuat onar." Renjun berdiri, meletakkan cup kopinya di kursi halte. "Ningning jaga sini dulu, kopinya aku beliin sekalian sama punyamu." Renjun melihat ke arah Hyuck.

"Lah ngapain Hyuck juga? Dia kan udah."

"Kopi yang dia beli pahit."

Hyuck terlihat malu. Kedua daun telinga lelaki itu jadi merah. Berarti benar kalau dia sudah salah pesan kopi.

"Emang gak becus sih!"

"Eh jangan sembarangan ya kalo ngomong!"

"Kalian diem atau aku pulang sekarang juga?"

Lantas kedua orang di depan Renjun sekarang sama-sama kicep. Statusnya aja teman dekat, padahal isi pertemanan mereka cuma saling berdebat dan menyalahkan. Mungkin konsepnya memang tom and jerry.

"Kalian tunggu di sini, aku beli dulu."

Renjun beranjak dari sana, tapi tangannya ditahan oleh Hyuck yang sudah berdiri di sampingnya. "Gua ikut."

"Nggak usah—"

"Udah ajak aja, Ge, ajarin tuh cara beli kopi yang bener biar gak pahit lagi."

Terpaksa sekali lagi Renjun harus menerima Hyuck mengikutinya. Keduanya berjalan beriringan menuju coffee shop yang letaknya tidak terlalu jauh. Tidak ada percakapan berarti setiap ia hanya berdua saja dengan Hyuck. Mau bagaimanapun Renjun harus menjaga jaraknya dengan orang ini, dia bisa saja mata-mata Jeno, atau mungkin lebih buruk dari itu.

Tapi, Renjun tidak bisa menampik fakta bahwa Hyuck ternyata punya kepribadian yang menyenangkan. Lelaki itu kerap bersikap konyol, random, beberapa jokes nya lucu dan masuk ke selera humor Renjun. Dua minggu ini juga tidak ada hal yang terjadi di kehidupannya walau berada sedekat ini dengan orang yang sengaja mencampurkan obat ke dalam minumannya.

Semua orang punya sisi lain. Mungkin Hyuck juga punya sisi baik, atau memang lelaki itu sebenarnya baik?

"Ren, awas!"

grep

Renjun memejamkan mata saat tubuhnya ditarik Hyuck sampai jatuh ke pelukan lelaki itu. Baru saja ada pengendara sepeda hampir menabrak Renjun. Napas Renjun memburu tanpa sadar memegang erat kedua sisi hoodie Hyuck yang membuat mereka terlihat seperti berpelukan.

"Lo kenapa ngelamun? Ini tuh jalanan rame tau gak? Kalo ketabrak tadi gimana? Emang lo pikir nggak sakit?" Hyuck menarik kedua bahu Renjun sampai lelaki cantik yang awalnya menempel pada tubuhnya itu kini mendongak berhadapan langsung dan bisa menatap raut khawatir Hyuck yang ketara.

Renjun segera melepaskan diri dari Hyuck, dia menunduk sembari merapikan mantelnya yang kusut sana sini, dan mengucapkan, "Maaf, aku nggak ngelamun, cuma nggak liat aja ada sepeda lewat."

Hyuck terdengar menghela napas berat, lalu Renjun terbelalak saat tangan kecilnya kini dibalut tangan lebih besar dan kasar— Hyuck menggandengnya. Lantas Renjun melempar tatapan bingung atas tindakan Hyuck itu.

"Biar gampang narik lo kalo udah mulai jalan keluar jalur."

Renjun hendak melepaskan genggaman tangan Hyuck, tapi itu terlalu erat, sangat erat.

***

tbc

kalian mau renjun cepet cepet ketemu jeno apa gak?
btw, makasih ya udah mau nunggu cerita ini dan suka sama karya aku ini. <3

Scandal | ft. NorenWhere stories live. Discover now