chapter 35

3.9K 421 23
                                    

Pepatah dan para orang tua bilang, hal apapun yang diawali dengan kebohongan tidak akan pernah berakhir baik. Renjun tidak percaya akan hal itu, terakhir kali dia berbohong dengan pura-pura sakit agar tidak masuk sekolah padahal niat aslinya adalah supaya dia bisa mengikuti audisi menyanyinya, itu berakhir baik karena Renjun lolos sampai menjadi runner up — membuka jalan hingga dia bisa membesarkan namanya seperti sekarang.

Tapi, kalau orang tua bilang soal sebuah karma, menuai apa yang sudah ditabur, mungkin Renjun akan percaya pepatah soal kebohongan dan akhir yang buruk. Bisa saja ini adalah harga atas semua kebohongannya demi menjadi seorang penyanyi. Hanya saja Renjun tidak menyangkah bahwa apa yang harus ia bayar ternyata semahal ini.

Kepalanya terasa sangat berat, untuk memikirkan soal apa yang harus dia lakukan satu jam setelah duduk diam di atas kasurnya saja rasanya sudah tidak mampu. Doyoung sudah mengetuk pintunya sebanyak lima kali, memanggil namanya— memastikan dirinya baik-baik saja, tapi Renjun masih belum siap melihat siapapun atau mungkin dilihat siapapun.

Renjun terlalu malu. Malu pada Mamanya yang menangis dan memeluk dirinya setelah mengetahui semua kebohongan yang Renjun lakukan dan bagaimana Jeno juga Yangyang membawanya pada situasi seperti ini. Dia malu pada Doyoung yang terus-terusan membantu dia, membuat Renjun merasa dia menyita hampir semua waktu Doyoung. Renjun malu pada Papanya yang hanya diam sembari keluar rumah untuk mengusir seluruh wartawan dengan nada marah seolah melampiaskan rasa kecewanya karena sudah dibohongi putra tunggalnya. Renjun juga malu pada semua penggemar yang setia menunggunya kembali berkarya. Renjun juga malu pada dirinya sendiri. Selama ini tidak satupun hal bisa membuatnya setidakberdaya sekarang, tapi sekarang lihatlah dia yang cuma bisa menatap kosong tembok kamarnya, menghapus air mata, dan menyesali semua hal.

Kemarin semua hal terasa begitu indah dan mudah. Dia punya sahabat yang selalu mendukungnya, punya kekasih yang selalu memberikan cinta padanya kendati semua itu sekarang hanyalah kepalsuan semata. Dalam satu malam, Renjun kehilangan semuanya. Termasuk dirinya sendiri.

***

"Para wartawan dan media sudah nggak bakal ganggu kamu lagi. Aku udah bilang ke agensi supaya mereka bikin pernyataan soal kenyamananmu dan bahwa kamu memang hiatus karena masalah kesehatan."

Doyoung meletakkan pantatnya di sebelah Renjun, di atas kasur empuk putra tunggal Huang. Sudah ada dua puluh empat jam lebih Doyoung berdiam di rumah Huang, memastikan Renjun baik-baik saja, apalagi artisnya itu masih menghindari kedua orang tuanya setelah menceritakan yang sebenarnya kepada mereka. Meski Renjun masih susah diajak berkomunikasi setelah terakhir menangis keras selepas menghubungi Yangyang, Doyoung masih tidak menyerah untuk menyakinkan Renjun bahwa apa yang terjadi sekarang bukanlah apa yang pantas dia dapatkan.

"Ayo makan, sedikit aja ya?" Doyoung menghela napas ketika gelengan adalah jawaban dari tawarannya. "Mamamu sedih banget loh lihat kamu kaya gini." Tidak ada cara lain, menggunakan kedua orang tua Renjun untuk membuat lelaki itu setidaknya menelan satu sendok nasi saja adalah jalan terakhir yang bisa Doyoung gunakan.

"Nanti aku makan, Kak, sekarang rasanya buat telan ludah aja susah." Renjun nyatanya masih pada pendirian. Layaknya orang yang mengalami patah hati pada umumnya; tidak selera makan, lemas, semangat hidup memudar. Apalagi masalahnya bukan hanya satu, datang beruntutan dalam satu waktu.

Doyoung adalah saksi bagaimana Renjun menangis semalaman, di dalam mobil saat perjalanan pulang malam itu juga, dia juga melihat Renjun kembali menangis di pelukan Mamanya, lalu air mata itu luruh lagi saat ucapan Yangyang menusuk dirinya lebih dalam. Doyoung tidak habis pikir bagaimana Yangyang seolah menyalahkan Renjun perihal Jeno tidak mencintainya, yang ia tau Renjun dan Yangyang teman sejak mereka kecil, sangat disayangkan hancur dengan cara seperti ini.

"Jangan kaya gini terus ya, Njun? life still goes on, sekarang gak papa kalo kamu mau muasin buat nangis, tapi besok ayo bangkit, lawan rasa sakit kamu, ya?" Doyoung mengusap bahu ringkin Renjun, suhu tubuh lelaki itu masih hangat. Dokter saja masih bilang kalau Renjun membutuh istirahat total, tapi artisnya itu untuk makan saja tidak mau.

Renjun pilih diam saja, dalam hatinya masih tidak tau harus bagaimana setelah semua ini. Satu sisi dirinya ingin mendengarkan setidaknya satu kali saja penjelasan yang akan Jeno dan Yangyang berikan, tapi di sisi lainnya Renjun tidak tau dia akan mampu melihat dua orang itu langsung di hadapannya atau tidak.

"Aku liat mobil Jeno sering berhenti di jalanan depan." Doyoung tau harusnya dia nggak bilang soal Jeno yang sering sekali mencoba menemui Renjun.

"Usir aja, Kak. Aku belum siap ketemu dia lagi." Renjun mengalihkan pandangannya ke jendelan luar. "Aku takut makin dengar penjelasan mereka, nanti malah nambah rasa sakitnya."

"Nggak harus sekarang, Renjun, fokus sama diri kamu sendiri. Heal youself first, nanti coba lagi pelan-pelan, ya?" Doyoung mengulas senyum lembut mencoba menenangkan Renjun.

Dalam hal ini, Renjun gak mau terlalu larut jadi korban, dia tau ada kesalahannya yang membuat ini semua terjadi. Kalau saja malam itu dia nggak meneguk wine sialan dari orang asing, semua gak akan serumit ini sekarang. Bertahun-tahun berteman dengan Yangyang, Renjun tidak pernah membayangkan bahwa persahabatan mereka akan terlibat pada konflik cinta segitiga seperti ini.

"Aku mau ke kantor agensi, kayanya sampai besok nggak bisa mampir dulu." Doyoung bangkit, langkah sang manajer itu menuju balkon kamar Renjun yang tertutup membuat suasana makin gelap. "Aku buka ya ini, biar udaranya bisa ganti." Setelah mendapatkan anggukan tanda setuju dari Renjun, Doyoung membuka pintu balkon itu, semilir angin masuk, cuaca kota memang sedang mendung sejak tadi.

"Aku tinggal dulu ya? Jangan lupa nanti itu dimakan." Doyoung menunjuk piring makanan yang tidak tersentuh di atas meja samping kasur Renjun. Setelah mengusap surai Renjun lembut, Doyoung akhirnya menghilang dibalik pintu coklat kamar itu meninggalkan Renjun yang masih larut dalam pikirannya sendiri.

Mata indah Renjun tertutup, ia menikmati semilir angin yang menerbangkan gorden yang menutupi pintu balkon yang terbuka. Suasana sejuk seperti ini adalah kesukaan Renjun, rasanya menenangkan. Perlahan Renjun bangkit dari kasur, menyingkirkan selimut seolah itu adalah halangan terbesar dalam hidupnya, berjalan dengan kaki telanjang yang terkejut merasakan dinginnya lantai marmer kamar.

Renjun berpegangan pada teralis balkon, mengamati area luar rumahnya yang kini sepi, mungkin para wartawan yang menerobos masuk area komplek rumah Renjun sudah terkena getahnya. Kadang Renjun merasa hidup sebagai seorang penyanyi terasa melelahkan di saat-saat seperti sekarang. Dari posisinya sekarang, Renjun bisa melihat mobil Doyoung yang keluar dari gerbang, ia amati dalam diam mobil manajernya itu. Kening Renjun mengerut kala melihat Doyoung berhenti di depan sebuah mobil mewah lain yang terparkir tak jauh dari area rumah Renjun.

Doyoung terlihat keluar dari mobilnya, mengetuk pintu mobil mewah lain itu dengan ekspresi yang dari jarak cukup jauh ini pun Renjun tau bahwa Doyoung seperti sedang marah. Sedetik setelahnya, Renjun bisa melihat siapa sosok yang keluar dari mobil mewah itu membuatnya meremas teralis balkon dengan mata berkaca. Sosok yang sebenarnya ia rindukan berdiri lemas di hadapan Doyoung yang tampak mengoceh. Renjun tau pasti Doyoung memarahi Jeno. Iya, Jeno, lelaki itu dengan kemeja kusut dan ekspresi melas hanya diam ketika Doyoung mengoceh di depannya. Renjun tidak mengenali mobil itu mungkin karena Jeno menggunakan mobil yang lain agar tidak dikenali. Dadanya terasa sesak melihat bagaimana kondisi Jeno ternyata tidak jauh beda dengan dirinya, sama-sama berantakan. Tapi, Renjun belum mampu untuk menatap mata Jeno untuk sekarang dan entah sampai kapan. Rasanya seperti dihantam ribuan kali setiap mengingat bagaimana foto Jeno dan Yangyang berciuman di mobil itu lewat diingatannya. Untuk apa Jeno mencium Yangyang jika tidak ada rasa diantara mereka?

Renjun menghapus setetes air mata yang lolos luruh dari netranya. Dia tau akan sulit untuk sembuh jika tetap berada di tempat yang sama seperti penyebab dia sakit. Ini mungkin butuh waktu lama untuk dia kembali menjadi kuat dan tegar menerima setiap penjelasan Jeno atau merelakan melihat lelaki yang ia cintai itu bersanding dengan sahabatnya.

Dalam kurun waktu kurang dari setengah jam, Renjun akhirnya tau apa yang harus dia lakukan setelah ini. Pergi dari kota itu dan kembali ke China adalah jalan terbaik yang terlintas dipikirannya sekarang.

[]

tbc

Scandal | ft. NorenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang