chapter 04

4.4K 474 7
                                    

Renjun sedang memasak di apart nya, hari pertama libur setelah menjalani masa promosi satu bulan lebih dua minggu membuat dia merasa seluruh waktunya buat diri sendiri habis dan membuat dia kurang sehat beberapa hari ini, tenggorokkannya terasa agak sakit, serta suaranya jadi serak.

Hari ini dia akan kedatangan tamu yaitu Yangyang, sebenarnya Renjun masih marah sama sahabatnya itu karena membatalkan janji mereka ke club tanpa alasan jelas. Renjun mana mungkin datang ke bar tanpa Yangyang atau pengawalan orang terdekatnya, nanti dia bisa keciduk media, hancur karir yang dia bangun susah payah.

Tapi, mendengar Yangyang ingin bercerita soal sesuatu, Renjun jadi melupakan rasa marahnya, mempersilahkan temannya itu buat datang dan menginap selama sehari sampai Renjun merasa tenggorokkannya membaik, lalu mereka akan bersenang-senang seperti apa yang sudah direncanakan. Libur tiga minggu Renjun harus dirayakan, ini bisa dibilang libur paling panjang yang pernah ia dapatkan sejak jadi seorang diva terkenal tanah air.

ting tong!

Senyum Renjun merekah, sudah pasti itu Yangyang. Setelah mematikan kompornya, Renjun berlari ke arah pintu, begitu pintu terbuka, figur Yangyang dengan hoodie hitam dan celana kain berwarna putih selutut tertangkap oleh indra penglihatannya.

"Yangieeee!" Renjun menyerbu Yangyang dengan pelukan, mereka sudah tidak bertemu lama, apalagi Yangyang sok sibuk beberapa hari terakhir, jadi Renjun sangat rindu dengan sosok berambut hitam tersebut.

"Injunieee!"

Mereka tertawa karena merasa konyol dengan diri sendiri, lantas menjatuhkan diri ke sofa depan televisi yang Yangyang bilang itu sangat empuk!

"Aku kangen banget, kamu sok sibuk beberapa hari ini." Renjun pura-pura merajuk lagi. Omong-omong, Renjun adalah anak yang dididik dalam keluarga penuh kelembutan dan rasa sopan yang tinggi, kendati saat sekolah banyak teman yang lebih sering pakai gue-lo atau panggilan gaul lainnya, tapi Renjun tetap pada aku-kamu karena itu seperti peraturan yang harus dia taati.

Yangyang mengerlingkan mata, merasa gemas pada kelakuan Renjun yang selalu manja sama dia. "Ya, aku emang sibuk, aku disuruh mengurus peternakan keluarga."

"Oh! Nggak club lagi?" Tanya Renjun polos.

"Ya itu juga, sih, makanya jadi sibuk. Eh, ngomong soal club, nanti malam kita ke sana."

Renjun melotot. "Tenggorokan ku lagi sakit, nggak boleh lah sama Kak Doyoung."

"Ya makanya nggak usah ijin. Nggak usah minum juga." Yangyang memang selalu menganggap semua hal itu mudah, dia tipe yang tidak mau anggap ribet suatu hal.

Renjun menyandar pada sandaran sofa. "Kenapa sih, emang?"

Tiba-tiba Yangyang senyum-senyum sendiri. Itu buat Renjun natap sahabatnya aneh. Dia baru sadar kalo sejak datang, Yangyang keliatan lebih berseri daripada sebelum-sebelumnya. "Kenap senyum-senyum? Udah gila ya?" Tanya Renjun yang dibalas cubit di pahanya. "Sakit! Aku cuma tanya, lagian aneh banget." Dia mengusap pahanya yang merah sedikit karena cubitan kecil Yangyang.

"Aku mau kenalin kamu ke orang."

Mata Renjun memicing, menatap Yangyang curiga. "Pacar barumu, ya?"

Yangyang menggeleng ragu-ragu. "Bukan, sih, buat sekarang."

Ah, pantes aja Yangyang keliatan berseri dan lebih sering senyum, dia pasti lagi jatuh cinta. Renjun jadi ikut berseri bahagia liat Yangyang seperti ini, kalo dipikir-pikir kapan ya dia bisa merasakan jatuh cinta juga?

***

"Harus banget ya gua ikut lo ketemu calon lo itu?" Jaemin memukul-mukul dashboard mobil Jeno dengan protesan yang gak berhenti sejak dijemput paksa temannya ketika ia baru saja selesai membenarkan kulkasnya yang tiba-tiba berhenti berfungsi.

Jeno menggedik, "Gua takut aja jadi canggung sama dia, di club lagi."

"Lagian aneh banget dah ketemu di club." Jaemin membuka jendela mobil Jeno, melihat hiruk pikuk jalanan kota di jam sembilan malam pun masih ramai seolah gak ada hentinya orang melakukan aktifitas.

"Soalnya itu club milik keluarga dia. Keren juga usahanya, kalo gitu uangnya jadi haram apa gak sih?"

Kalo boleh Jaemin pukul kepala Jeno sekarang pasti udah dia lakukan. Pertanyaan yang muncul di bibir sahabatnya itu kadang diluar dugaan manusia biasa. "Gak usah banyak cingcong, buruan lu nyetir, gua ngantuk. Daripada ngadepin ocehan lu mending gua minum nanti."

Dan Jeno cuma mencibir respon Jaemin yang selalu penuh emosi. Lelaki dua puluh enam tahun itu pun membawa mobilnya dengan kecepatan agak laju agar cepat sampai, mengingat mereka janjian jam sepuluh malah, tapi jalanan akan macet menurut Jeno, jadi dia berangkat satu jam lebih awal.

Hubungan Jeno dan Yangyang sebenarnya masih biasa-biasa saja, mereka beberapa kali makan bersama bila ada waktu, atau terkadang bertemu di pertenakan keluarga mereka yang bekerja sama. Lalu, dua hari yang lalu, Yangyang mengatakan ingin mengenalkan Jeno ke sahabat baiknya yang harus tau soal dia dan apa hubungan mereka sejauh ini. Pandangan Jeno ke Yangyang semakin lama juga berubah, lelaki itu cukup menarik, dan seru, bisa mengimbangi Jeno yang kadang aneh. Tapi, soal perasaan lebih, Jeno belum bisa menyimpulkan itu hingga sekarang.

Setengah jam setelahnya, mobil Jeno sudah terparkir sempurna di tempat parkir club mliki keluarga Yangyang. Keadaan sudah ramai, banyak anak muda yang menikmati malam di tempat penuh dengan tarian dan bau alkohol itu.

"Widih, berasa muda lagi gak sih, Jen, kalo ke tempat ginian." Jaemin berdiri di samping Jeno sembari menata rambutnya, sesi tebar pesonanya tidak boleh terlewat kendati sudah hampir tiga puluh tahun. "Bahkan gua masih kaya seumuran sama anak-anak muda di sini."

"Gak jelas dah lu, udah sana lo masuk duluan." Jeno mendorong bahu Jaemin agar berjalan lebih dulu.

"Kok gua? Kan lo yang tau orangnya?"

"Ya iya, tapi gua mau ke kamar mandi dulu, lo tunggu di sana." Jeno menunjuk sebuah meja di sudut ruangan, musik mekekakkan telinga mulai terdengar, bau alkohol yang jarang Jeno dan Jaemin rasakan membuat mereka agak pusing berada di tempat itu.

"Ck, ya! Jangan lama-lama lu!"

Jeno hanya balas dengan acungan jempol. Lalu, kakinya melangkah menuju ke arah toilet sesuai arahan office boy yang dia tanyai. Keadaan toilet lebih parah, jujur Jeno bukan lelaki sok suci yang tidak pernah pergi ke kelab malam, hanya saja, pemandangan ini sudah lama tidak ia lihat, sejak memegang perusahaan keluarga, Jeno tidak punya banyak waktu itu menikmati hidup seperti apa yang orang-orang di sini lakukan.

Memandang pantulan dirinya di cermin, Jeno merasa dirinya gugup, dia sudah lama tidak minum alkohol, akan memalukan kalau teler di depan Yangyang. Setelah merasa dirinya sudah siap, Jeno melangkahkan kaki untuk keluar dari toilet.

bruk!

"Ma—maaf!"

Dengan sigap Jeno menangkap sosok mungil yang menabrak tubuhnya. Keliatan sekali di tengah remang cahaya lorong kalau lelaki kecil yang menabraknya ini tengah mabuk berat. Bau alkohol menyeruak dan menyengat membuat Jeno menghindarkan sedikit wajahnya dari orang yang kini ada di dekapannya itu.

"Hah... panas...." si kecil itu merintih, mencekram kerah kemeja biru dongker Jeno membuat Jeno agar tertarik ke depan dan mereka semakin dekat. "Panas... tolong aku...."

Mata Jeno melotot, tidak percaya dengan pandangan yang ada di depannya ketika wajahnya dan sosok yang menarik kerah kemejanya dengan kuat. Begitu dekat sampai Jeno merasa ikut mabuk hanya dengan melihat wajah sosok berambut abu-abu ini.

"Huang Renjun?"

[]

to be continued

Scandal | ft. NorenWhere stories live. Discover now