11. Drop Out

117 68 5
                                    

Bentuk tubuh yang tinggi dan ramping, memiliki rambut hitam yang lurus, kedua matanya yang berwarna hitam terfokus dengan sebuah buku yang berada di hadapan wajahnya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Bentuk tubuh yang tinggi dan ramping, memiliki rambut hitam yang lurus, kedua matanya yang berwarna hitam terfokus dengan sebuah buku yang berada di hadapan wajahnya. Naraya benar-benar menyukai baca novel dari berbagai genre. Novel ditambah musik, itu adalah paket komplit menurutnya. Tubuhnya menduduki sebuah kursi yang berada di dalam perpustakaan.

"Hai Ray," terdengar suara berat yang berada dihadapannya, membuat Naraya mengalihkan pandanganya sejenak.

"Hai," balas Naraya, kedua matanya kembali membaca setiap paragraf di dalam novel.

"Kemarin di anterin Gaiden, aman Ray?" Ucap Abian dan dibalas anggukan dengan Naraya. "Mulai sekarang lu harus hati-hati ya, karena fans Gaiden pada gawaras," bisik Abian dengan sedikit mendekati tubuhnya.

"Hm, lu juga sama," kata Naraya dengan memutar kedua bola matanya dengan malas. Pokoknya semua geng Aderfia famous, dan memiliki fans yang cukup banyak, kata Anisa yang terus menggema ditelinga Naraya.

Abian terkekeh, mendengar kalimat Naraya dengan nada yang sangat santai. "Lu ga ke kantin Ray?"

"Mau kok." Naraya mengambil pembatas novelnya, lalu diselipi di halaman terakhir dia baca. "Duluan ya," pamit Naraya, dengan tubuh yang ia bangkitkan dan membawa kedua kakinya melangkah.

"Eh Ray, tunggu." Naraya membalikan tubuhnya menghadap sumber suara yang memanggil namanya. "Bareng, gua juga mau ke kantin," ucap Abian, dengan kedua sudut bibir yang terangkat dan menampilkan barisan gigi di dalam mulutnya.

>>>

Semua pasang mata melirikkan bola matanya menuju sepasang lawan jenis yang sedang berjalan beriring memasuki kantin. Naraya melangkahkan kedua kakinya dengan wajah yang sangat datar menatap sekelilingnya, sementara Abian selalu tersenyum disetiap langkah membawa dirinya.

"Sasimo juga ya lu," bisik Cika saat Naraya melewati tubuhnya. Namun Naraya benar-benar tidak ingin meladeni Cika, ia berjalan melewati wanita itu begitu saja.

Sama seperti yang lainnya, anggota Aderfia yang menempati meja paling pojok kantin pun ikut menatap Naraya dan Abian. "Wow, ada apa nih," ucap Lio dengan membentuk bulat mulutnya. "Abian deket sama Naraya apa ya? " Timpal Raka.

Gaiden yang sibuk dengan game yang sedang ia mainkan pun mendongakkan kepalanya, kedua matanya menangkap Naraya dan Abian yang sedang berjalan memasuki kantin, kedua matanya terus menyoroti dua lawan jenis ini tanpa henti. Ia mengambil nafasnya dengan dalam, lalu ia hembuskan. Kedua lenganya kembali sibuk dengan game yang semula ia mainkan, Gaiden berusaha untuk menghiraukan suasana yang ada.

"Kenapa bisa sama Naraya, Bi?" Tanya Lio saat Abian sudah berada di antara Aderfia.

"Engga, tadi ketemu di perpus aja." Dengan menyeruput es teh manis yang berada di dalam gelas plastik. "Lagian gapapa kan," lanjutnya.

Lio menggarukkan kepalanya yang tidak gatal. "Duh gua jadi bingung, mau ngeship Naraya Gaiden atau Naraya Abian," ucap Lio sembari terkekeh kecil.

>>>

"Jadi untuk pertemuan selanjutnya kalian harus mengerjakan suatu kerajinan ya," ucap Bu Tia yang menjadi guru seni budaya di SMA Bandung independent. "Untuk mengerjakannya secara berkelompok, saya akan pasangkan cewe dan cowo, jadi satu kelompok terdiri dari dua orang, paham semua?" Tutur Bu Tia yang berada di hadapan warga kelas XII IPA 2.

"Paham buuuu," seru semua murid dengan kompak.

"Baik, kalo gitu saya mulai bagi, tolong didengarkan baik-baik biar tidak salahan." Lenganya membuka buku absen yang berada di atas meja, yang dialasi dengan sebuah kain bercorak bunga. "Lio dengan Sisil, Abian dengan Anisa, Raka dengan Tasya dan Gaiden dengan Naraya," Ucap Bu Tia, lalu kembali menyebut nama-nama yang akan dipasangkan.

"Yah bu, saya gamau sama nenek lampir," cela Lio dengan melirikkan kedua matanya ke arah Sisil.

"Tidak ada penolakan! Dan tidak bisa dirubah!" Tegas Bu Tia. "Ibu kasih waktu kalian sekarang, untuk berdiskusi dengan pasangan kalian masing-masing."

Naraya berdecak, tatapanya sangat kosong, mengapa dirinya harus satu kelompok dengan Gaiden, hal ini akan membuat hidupnya lebih rumit. Ia benar-benar tidak mau berurusan dengan Gaiden, namun semesta tidak pernah berpihak kepadanya.

Semua murid sudah berkumpul dengan pasangan kelompoknya masing-masing, hanya tersisa Naraya dan Gaiden yang masih terdiam di bangku masing-masing. Kedua mata Gaiden mencoba melirik kearah Naraya, gadis itu sibuk dengan ponsel yang berada di genggamannya, membuat Gaiden mendengus.

"Jadi gimana?" Suara berat terdengar di indra pendengaran Naraya. "Jadi gimana Ray?" Ulang Gaiden, karena Naraya tidak meresponnya.

"Kita buat ini ya," ucap Naraya dengan memperlihatkan ponselnya, di dalam ponsel itu terdapat gambar dream catcher yang sangat cantik. "Mau ngerjainnya terserah lu, gua ngikut."

"Kenapa dream catcher?" Tanya Gaiden dengan menatap ponsel milik Naraya.

"Karena gua suka." Gaiden menganggukkan kepalanya seolah mengerti dengan ucapan Gaiden.

"Kita harus belanja bahannya dulu, hari ini bisa?" Jelas Gaiden yang dibalas jari jempol dengan Naraya.

"Untuk Cika Anastasya, XII IPS 1, dimohon segera memasuki ruangan kepala sekolah." Pengumuman dari speaker di seluruh penjuru sekolah terdengar jelas disemua indra pendengaran.

Kedua mata Naraya melirik ke arah Gaiden, dengan dahi dan alis yang sudah mengkeru. "Lu yang laporin?" Kata Naraya yang dibalas anggukan Gaiden.

"Biar dia jera."

>>>

Di sebuah ruangan yang penuh dengan beberapa foto para pahlawan, beberapa pajangan bendera dari berbagai negara. Foto presiden dan wakil presiden, yang di tengahnya terdapat foto garuda.

Karena perbuatan dirinya sendiri, Cika harus berhadapan dengan kepala sekolah dan harus mempertanggung jawabkan kelakuannya terhadap Naraya.

"Kamu pasti sudah tau kan kenapa saya panggil kamu?" Ucap Pak Fauzi, selaku kepala sekolah. "Saya akan beri kamu hukuman karena perbuatan kamu terhadap Naraya termasuk tindakan kriminal."

Cika hanya bisa terdiam dengan kepala yang sudah menunduk, entah ada perasaan bersalah atau tidak, di dalam dirinya.

"Saya akan keluarin kamu, untuk lebih lengkapnya silahkan bawa orang tua kamu," tutur Pak Fauzi.

Kedua bola mata Cika membulat, ia benar-benar tidak menyangka jika hukuman yang diberikan adalah dikeluarkan dari sekolah. "Maaf pak, saya akan perbaiki sikap saya, saya mohon jangan keluarin saya," alibi Cika dengan nada bicara yang terbata-bata.

"Tindakan kamu sudah tidak bisa di toleransi lagi Cika, masih untung Naraya tidak bawa ke jalur hukum."

Seluruh tubuh Cika sudah terasa dingin, air keringat perlahan mulai membasahi keningnya, kedua lenganya sudah ia kepalkan, di dalam hatinya ia memendam amarah yang bergeolak.

°°°
Hallo! Thank you for reading♡
See you in the next chapter

GAIDEN and NARAYA (SEGERA TERBIT) Where stories live. Discover now