07. Insiden

143 77 13
                                    

Matahari mengumpat diantara awan-awan, sehingga pagi ini tidak menampakkan bentuknya dengan jelas, serpihan-serpihan air kecil berhasil menetes di permukaan tanah, tercium bau khas tanah yang beradu dengan air

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Matahari mengumpat diantara awan-awan, sehingga pagi ini tidak menampakkan bentuknya dengan jelas, serpihan-serpihan air kecil berhasil menetes di permukaan tanah, tercium bau khas tanah yang beradu dengan air.

Kedua kaki Naraya di langkahkan diatas trotoar halaman sekolah, ia berjalan melewati berbagai genangan air bekas hujan.

Suara mesin motor terdengar semakin mendekat, pengendara itu melajui motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Percikan air berwarna coklat, membasahi setengah androk membuat Naraya mendadak hentikan langkahnya. Kedua bola matanya terbuka lebar dengan alis yang sudah mengkerut. "Anjir," gumam Naraya dengan kedua mata yang menatap kondisi androknya, kemudian bergantian menatap si pengedara. Untung saja hanya androknya yang kena, karena seragam putih tertutup dengan hoodie.

Pengendara itu mengenakan motor sport berwarna hitam, tubuh yang dilapisi dengan jaket jeans berwarna hitam, mengenakan helm fullface dan sepatu hitam yang terdapat logo bintangnya. Kedua mata elangnya melirik ke arah spion, dibelakang sana terlihat seorang gadis yang tengah menatap dirinya dengan tajam, namun ia hiraukan dan melanjutkan perjalanannya.

Kedua kaki Naraya berlari kecil, agar bisa menyusul si pengendara. Dengan nafas yang terengah-engah, sudut bibirnya terangkat sebelah ketika melihat si pengendara masih ada di parkiran. "Lo tau kan salah, tapi gaada inisiatif buat berhenti dan minta maaf?" Ucap Naraya yang tiba-tiba ada dibalik punggungnya, membuat si pengendara tersentak kaget.

Laki-laki itu melepaskan helm yang berada di kepalanya, jari-jemarinya merapihkan rambutnya di spion, kedua kakinya menuruni kendaraan yang sedari tadi ia tunggangi, lalu tubuhnya berbalik untuk menghadap Naraya. "Sorry," ucap Gaiden, kedua bola matanya melirik ke arah androk Naraya yang terdapat noda berwarna coklat, kedua lengannya melepaskan jaket yang ia gunakan, lalu lengan kekarnya menyodorkan jaket itu ke hadapan Naraya. "Tutupin pake ini," kata Gaiden dengan tatapan datar.

Pupil Naraya membesar, dengan menatap kosong ke satu arah, saat mengetahui bahwa si pengendara adalah Gaiden. "Gausah!" Ketusnya, kedua kakinya mengambil langkah, namun lengannya dicekal oleh lengan kekar, Gaiden melangkahkan kedua kakinya agar lebih dekat dengan tubuh Naraya.

"Pake." Lengan Gaiden melepaskan cekalan itu, lalu kembali menyodorkan sebuah jaket miliknya.

Naraya memutar kedua bola matanya dengan malas. "Gausah Gaiden, lu deng-" Gerutu Naraya namun tidak dilanjutkan, Naraya menahan nafasnya ketika kedua lengan milik Gaiden melingkar di permukaan pinggangnya untuk memasangkan jaket itu tanpa persetujuan Naraya, jantungnya terasa berdebar dengan cepat.

"Dikenal sebagai cewe dingin, tapi ko ini rewel," sindir Gaiden, dengan mengangkat sebelah alisnya.

Naraya mencoba menelan salivanya dengan susah payah, debaran di jantungnya masih sangat kencang, "Suka-suka gue," desis Naraya, lengannya mencoba melepaskan jaket Gaiden yang sudah melingkar di pinggangnya, namun lagi-lagi Gaiden mencekal lengan Naraya.

GAIDEN and NARAYA (SEGERA TERBIT) Where stories live. Discover now