Marah?
Jelas!
Bahkan level marahnya sudah menyentuh titik kecewa. Viola merasa dibohongi dan ia benci kejahatan semacam itu. Lagi pula, yang memiliki kesibukan di sini bukan hanya Manggala kok. Viola pun sama sibuknya—sibuk mengurus anak-anak Manggala, sibuk dengan urusan pribadinya—namun tetap bisa meluangkan waktu dan menempatkan persiapan pernikahan di deret perihal yang harus diprioritaskan.

Sedangkan Manggala, seenteng itu membatalkan janji. Pun tampaknya tak merasa bersalah. Membuatnya mempertanyakan kembali apa arti pernikahan ini? Apa karena pernikahan dengannya bukan pengalaman pertama lagi, sehingga tak seantusias seperti saat pertama kali menikah dengan Talia?

Semarah-marahnya Viola pada Manggala, memangnya bisa apa dirinya selain memaklumi dan berpura-pura tak merasa keberatan atas sikap pria itu?

Ia benar-benar tidak bisa marah—sekalipun sangat ingin melakukannya. Besar cintanya pada Manggala membawanya ke titik takut melukai. Sekecil apapun itu. Jadi, Viola membiarkan dirinya yang terluka lebih banyak sebagai tameng prianya. Memilih menyakiti diri dengan memendam perasaan marah yang tak mampu diluapkan pada Manggala. Memilih menjadi si paling bisa memahami dan memaklumi prianya, sekalipun itu bertentangan dengannya.

Berakhir Askara menjadi salah satu korban kemarahan yang seharusnya dilampiaskan pada papi anak itu.
Viola menyadari kekeliruannya. Sesaat setelah mendapat pembatalan janji, dalam sekejap suasana hatinya langsung memburuk. Ia tak memiliki banyak kesabaran untuk menghadapi Askara, sehingga memilih mendiamkan bocah itu. Tak sampai lepas kontrol atau melakukan kekerasan fisik, namun sikapnya pada Askara termasuk jahat. Membiarkannya bermain sendiri, serta hal-hal yang biasa dilayani, diminta melakukannya sendiri.

Hal itu terus berlanjut.

Sepulang bertemu pihak wedding organizer yang mana itu adalah pertemuan paling tidak berguna, paling menyebalkan, dan paling menguras energi, ia masih saja mendiamkan Askara. Lepas tanggung jawab atas anak itu dengan pembenaran butuh ketenangan.

Mengerikannya lagi, Viola semakin kehilangan jati diri. Mendadak berubah menjadi seseorang yang tak dikenali. Seseorang dengan ledakan emosi semakin tak terkontrol karena selalu teringat dengan Manggala. Seseorang yang terus mendorong Askara menjauh, sebab merasa kalau bocah itu hanyalah pengganggu ketenangannya.

Lalu ketika Manggala yang ditunggu-tunggu kabarnya, menghubungi hanya untuk menanyakan Askara, Viola dibuat meradang. Persetan kalau disebut kekanak-kanakan. Karena kenyataannya memang seperti itu. Ia butuh lebih diperhatikan setelah Manggala mengecewakannya. Tapi yang pria itu berikan justru kekecewaan baru.

Lagi-lagi, Askara yang menjadi korban. Menjadi pelampiasan marahnya, kecewanya. Dan pada akhirnya bocah itu sadar akan sikapnya. Terus merengek memohon maaf untuk kesalahan yang tak pernah dilakukan. Hingga berakhir ketiduran.

Sekali lagi, Viola pura-pura tidur ketika mendengar suara pintu dibuka dari luar. Ia tahu, seseorang yang sedang mengintip dari celah pintu adalah Askara. Anak itu memang secara berkala datang dan Viola tahu tujuannya; memastikannya sudah bangun atau belum. Khawatir kalau suasana buruknya hanya akan membawa lebih banyak kekacauan, atau buruknya lagi menimbulkan  kerugian untuk Askara, maka menghindari bocah itu masih harus dilakukan. Paling tidak, Viola harus benar-benar yakin dulu dengan dirinya sendiri agar tak lukai siapapun.

"Belum bangun, kan? Akak bilang juga apa. Mamiw Pio kalau udah bangun, pasti ke ruang tengah dan nemenin Askara main. Tunggu sebentar lagi, ya? Askara main sama Akak Kala dulu, yuk, sambil tunggu Mamiw Pio bangun dan papi pulang," ajak Kala yang menyusul sang adik.

"Akak ... Mamiw Pio-ku sakit, ya? Kok bobok terus? Pas siang juga tidak mau nyam-nyam, tidak mau main sama aku, dan diam-diam terus." Askara tatap khawatir pada maminya yang masih menutup kelopak mata sejak kakaknya pulang. Hendak mendorong pintu lebih lebar, lalu masuk untuk memeriksa kening maminya panas atau tidak, namun Akak Kala menahannya.

Naughty NannyDonde viven las historias. Descúbrelo ahora