Chapter 48

49.6K 4.3K 2.6K
                                    

P E M B U K A

Kasih emot dulu buat chapter ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasih emot dulu buat chapter ini

***

Sewaktu mengiyakan saran Jiro agar pulang dan segera istirahat, Manggala merasa energinya hanya tersisa 10% saja. Bisa sampai rumah dalam keadaan utuh adalah sebuah keajaiban, mengingat kondisi fisiknya akhir-akhir ini terus memburuk—sebab terlalu diforsir. Lebih ajaibnya lagi, ketika sampai di rumah dan menemukan pemandangan dimana Askara sedang diperlakukan dengan sangat baik oleh Kala dan Viola, entah dari mana datangnya, energi berbondong-bondong datang mengisi tubuhnya.

Manggala sampai terdiam beberapa saat. Memastikan kalau lelah dan nyeri di kepala yang sempat dirasakan memang sudah lenyap pasca mendengar gelak tawa Askara. Baru setelah itu kakinya kembali terayun, ingin bergabung dengan calon istri dan anak-anaknya yang menjadi sumber energi terbesar untuknya saat ini.

"Papi boleh ikut bantu Askara nggak?" adalah pertanyaan yang Manggala layangkan begitu duduk di lantai, tepat di hadapan Askara yang duduk di sofa. Di sisi kiri bocah itu ada Kala, sedang mengoleskan body lotion ke kedua tangan kecil bocah itu secara bergantian. Sedangkan di sisi kanan ada Viola, sedang menyisir rambut Askara yang masih sedikit basah. "Papi mau bantu pakaikan kaos kaki dan sepatu ini," sambungnya seraya menunjukkan benda yang baru saja diambil dari dekat kaki Viola.

"Papi!"
Spontan Askara menjatuhkan diri.  Menaruh kepercayaan penuh kalau sang papi tak akan membiarkannya terjatuh begitu saja. Dan bocah berpipi gembil dengan rona merah alami itu memang tak pernah salah memberi kepercayaan. Tubuh kecilnya ditangkap begitu mudah dan kini sudah berada di tempat paling aman juga nyaman—pelukan papi.
Dipeluk. Disayang-sayang. Askara sangat menyukai dua hal itu. Terlebih jika papi yang memberi. Dengan perasaan senang, ia gerakkan kepala. Tenggelamkan wajah ke dada bidang papi.

"Askara sayang nggak sama Papi?"

"Sayang! Sayang Papi banyak-banyak. Muah muah muah muah."

Pipi kanan-kiri Manggala basah pasca dicium kasar oleh si bungsu yang melibatkan saliva. Meski begitu, ia tak ada niat untuk menyekanya. Membiarkan pipinya tetap basah. Lalu saat Askara berhenti menciumi wajahnya, Manggala pun melakukan serangan balik. Menyentuh sekitaran wajah Askara dengan jambang-jambang tipis di rahang. Sengaja menusuk kulit lembut anaknya yang mulai merengek kegelian. Kemudian ia hidu dalam-dalam aroma segar dari perpotongan leher sampai turun ke perut buncit Askara. Di sana Manggala berikan banyak kecupan yang membuat empunya melayangkan protes disertai usaha menjauhkan wajahnya.

"No, no, no! Geli, Papiii. Lepaskan! Aku tidak mau dicium-cium Papi yang belum mandi. Mamiw Pio, Akak, tolong aku!"
Mulanya di pelukan papi memang nyaman, tapi kalau dicium-cium sebrutal ini, Askara jelas berontak.

Alih-alih melepaskan si bungsu, Manggala yang masih sangat membutuhkannya, justru mengeratkan pelukan. Kemudian menjatuhkan diri ke lantai bersama Askara yang tak bisa banyak bergerak, sebab terjerat sepasang lengannya. Ia setengah berguling ke kanan-kiri, kemudian perkuat jeratan pada anaknya dengan melibatkan kedua kaki. Mengunci pergerakan kaki pendek Askara yang terus berusaha meloloskan diri.

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang