chapter 4

112K 5.6K 405
                                    

P E M B U K A

Dari awal Manggala sudah memperingati Kala agar tidak membangunkan monster kecil yang sedang tertidur karena itu berbahaya, tapi peringatan darinya tidak digubris sama sekali

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dari awal Manggala sudah memperingati Kala agar tidak membangunkan monster kecil yang sedang tertidur karena itu berbahaya, tapi peringatan darinya tidak digubris sama sekali. Anak sulungnya yang keras kepala dan tidak mau mendengar nasihat dari orang lain itu nekat masuk ke kamar Askara. Berbaring di sana dan tangan jahilnya usil sampai adiknya terbangun dengan tampang kesal.

Untung saja Manggala bergerak cepat menggendong Askara, menjadikan bahu kokohnya sebagai sandaran bocah dengan muka lesu yang tengah mengumpulkan kesadaran. Baru setelah itu ia menyeduh susu tanpa menurunkan si bungsu dari gendongan. Sedikit kerepotan memang, tapi mau bagaimana lagi? Dalam hal ini Kala tidak bisa diandalkan. Meski umurnya sudah menginjak tahun ke enam belas, Kala belum bisa melakukan apa-apa selain menghabiskan uang untuk hal yang tidak berguna. Sekadar merapikan kamar saja harus Manggala yang bertindak.

Usai menghabiskan susunya, Askara merengek minta diturunkan, lantas berlari kencang memenuhi panggilan sang kakak yang mengajaknya bermain bersama. Di atas karpet bulu, mereka duduk bersisian. Nampak kompak dan akur menyusun lego baru. Tentu saja di bawah pengawasan langsung dari Manggala yang duduk anteng di sofa.
Tidak ada yang bisa menebak suasana hati Askara. Dalam hitungan detik saja bisa berubah. Jadi, pria itu harus selalu waspada mengingat kesabaran Kala setipis tisu. Ketika suasana Askara memburuk, keras kepalanya dan ketidaksabaran Kala hanya akan membuat adiknya semakin buruk. 

"Papi!"

"Papi di sini," sahut Manggala seraya tersenyum melihat anak-anaknya akur. Senang rasanya. Coba saja bisa seperti ini dalam jangka waktu lama, pasti tensi darahnya normal terus.

"Akak-nya Askara jago susun lego. Keren!"

"Iya keren, keren banget. Askara juga keren karena bantu Akak. Akak sama Askara keren!"

Baru dipuji seperti itu saja, bocah yang terus menggenggam telinga boneka kelinci dekil sudah kegirangan. Ia berlari memeluk papi sebentar lalu meminta usapan dan kecupan di puncak kepala sebelum melompat-lompat seperti katak menghampiri kakaknya.

Saat melirik jam dinding, Manggala baru sadar kalau sebentar lagi waktunya anak-anak sarapan. Nasi sudah ada karena hal pertama yang dilakukan begitu bangun adalah menanak nasi. Manggala hanya perlu menyiapkan lauk kalau anak-anaknya tidak mau mencari sarapan di luar.
"Papi punya paha ayam, nugget dino, telor, sosis, sama sayuran. Akak sama Adek mau nyam-nyam pakai apa?" tanya Manggala. "Atau mau sarapan sereal?"

"Mau nugget dino yang jantan," adalah jawaban Askara. Bocah itu berdiri lantas berhitung dengan bantuan jari. Empat jari ia tunjukkan. "Mau empat. Nugget dino jantan semua."

"Okay. Kalau Akak?"

"Samain aja sama adek."

"Siap. Berarti Papi goreng delapan nugget dino. Empat buat Akak, empat buat adek. Tunggu di sini sebentar, ya," pinta Manggala dengan suara selembut mungkin. "Akak jagain adek."

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang