Chapter 46

51.8K 4.1K 3.1K
                                    

P E M B U K A

kek biasa, taburin emot dulu sebelum baca 🙇🏻

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

kek biasa, taburin emot dulu sebelum baca 🙇🏻

***

"Kasih tau apa ya, Pi?" 

Manggala tersentak hebat.
Jantungnya seolah berhenti berdetak detik itu juga, bersama dengan napas tercekat di tenggorokan, ciptakan nyeri pada rongga dada. Tak ada pergerakan yang berarti. Pria itu benar-benar diam. Hanya bola matanya yang bergerak mengikuti langkah kaki Kala dari ujung tangga. Setiap kali tungkai kaki remaja itu terayun, remasan tangan Manggala—yang mulai lembab oleh keringat dingin—pada tangan Viola, semakin menguat. Rasa cemas berlebihan berbondong-bondong datang. Menyelimutinya yang belum memiliki kesiapan apa-apa menghadapi Kala di situasi ini.

Semua terasa begitu cepat.
Tahu-tahu Kala sudah berdiri di hadapannya. Menatapnya penuh tanda tanya, buatnya meneguk saliva susah payah. Sementara Viola, sedari tadi perempuan itu berusaha menenangkan sebisanya.

"Apanya yang jangan dikasih tau?"
"Kenapa aku nggak boleh tau?"
"Papi? Kenapa diem aja?"
"Kalau emang aku berhak tau soal itu, jangan disembunyiin. Aku nggak suka." Kalimat terakhirnya adalah sebuah pengingat sekaligus peringatan.

Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Sampai sepuluh detik terlewat, Manggala masih diam tanpa sebuah keputusan. Segala kemungkin buruk yang bisa saja terjadi, meniupkan ketakutan begitu hebat.
Mengecewakan, menjadi sebab rasa sedihnya, dan berakhir kehilangan ... Manggala belum siap dengan hal-hal mengerikan semacam itu. Rasanya lebih baik menjadi pembohong selamanya daripada harus membuatnya kehilangan Kala.

Lalu, dengan lemah ia gerakkan kepala. Pertemukan netranya yang kian redup dengan milik Viola. Dari anggukan sekali, sorot memberi dukungan penuh, juga elusan ibu jari sang kekasih pada punggung tangannya, Manggala dapat tangkap maksudnya. Hanya saja ... ini tak sesederhana dan semudah kelihatannya. Masalah sesungguhnya bukan pada kejujurannya, melainkan apa yang akan terjadi setelah ia berani untuk jujur. Dengan kondisinya sekarang, dimana perhatian sedang disita penuh oleh bisnis yang akan dirintis, juga masalah yang belum sepenuhnya terselesaikan, rasa-rasanya Manggala tak akan mampu kalau dihadapkan dengan masalah baru. Terlebih menyangkut anak yang menjadi kelemahannya. 

Sebab itulah ia gelengkan kepala begitu pelan—nyaris tak terlihat. Saat itu juga sorot matanya berubah penuh harap agar Viola tetap mendukung keputusannya. Dan ketika bahu perempuan itu turun disertai helaan napas berat, ia tarik kesimpulan kalau Viola mengikuti maunya.

"Papi mau bohongin aku, ya? Kok lama banget jawabnya?"
Kala mulai curiga sekaligus kesal. Alih-alih dipuaskan rasa penasarannya, ia justru disuguhi pemandangan kurang mengenakan. Dimana papi terus menatap ke arah Viola dan menggenggam erat tangan perempuan itu.

"Dulu gue emang ngarang doang, sengaja bercandain lo biar tantrum. Tapi sekarang serius. Gue sama bokap lo pacaran," celetuk Viola mendahului Manggala yang masih mencari alibi. "Nggak usah drama, dilarang menentang hubungan dengan cara basi apapun, wajib kasih restu. Sebelum nekat ngelakuin hal bodoh, ada baiknya lo liat sisi baiknya. Gue rasa lo udah cukup dewasa buat menilai gimana perubahan bokap ataupun adek lo, dan itu bukan perubahan ke arah yang buruk. Normalnya, lo seneng dengan perubahan itu."

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang