Chapter 50

46.1K 4.2K 2.1K
                                    

P E M B U K A

Kasih emot dulu buat chapter ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kasih emot dulu buat chapter ini

***

Arjuna sangat menunggunya.
Menunggu Jihan memberi pukulan lagi. Yang lebih keras, lebih banyak, lebih membuatnya kesakitan melebihi rasa sakit perempuan itu. Juga menunggu Jihan memberi penghakiman padanya tanpa kenal ampun. Mengeluarkan sumpah-serapah lampiaskan marah, atau apapun itu asal jangan diam saja dengan sorot penuh luka. Diamnya Jihan yang pura-pura tegar saat ia ingkar, justru membuatnya tampak lebih menyedihkan. Jihan berhak marah. Pun Arjuna sudah siap dengan segala jenis kemarahan dan cercaan.

"Jihan ....." Mulut Arjuna terbuka. Ingin mengatakan banyak hal—terutama permintaan maaf—tapi tak bisa. Ia sepenuhnya sadar, maafnya mungkin tak berarti apa-apa. Tak ada gunanya. Tak akan kembalikan seluruh kepercayaan yang pernah Jihan berikan.

Yang dipanggil bereaksi.
Mengangkat dagu, menatap sosok Arjuna tepat pada matanya dengan sorot tak sama seperti sebelumnya. Tak ada sorot cinta penuh damba. Yang tersisa hanyalah kebencian untuk kesalahan tak termaafkan. Pada pria yang tak pernah disangka-sangka akan melukainya sekejam ini, Jihan tunjukkan senyum miring. Kemudian ayunkan tungkai melewati Arjuna, sengaja benturkan  bahunya ke lengan besar pria itu sekuat mungkin.

Baru dua langkah melewatinya, kaki Jihan berhenti. Harapan kalau yang terjadi saat ini hanyalah sebuah kesalahpahaman, lenyap ketika ia dapati seorang perempuan duduk di sofa dengan kondisi berantakan. Menuduk dalam sembari mempertahankan selimut sebagai satu-satunya pelindung, sebab pakaiannya sudah ditanggalkan. Berserak saling berjauhan.

Pertahanan Jihan yang kian rapuh, tak hentinya runtuh. Dan Arjuna tahu itu dari tubuh istrinya yang mulai bergetar. Ingin sekali ia merengkuhnya, membawanya ke pelukan, kemudian ditenangkan dengan mantra penenang yang dirapalkan penuh kelembutan. Namun Jihan menolak. Mengambil jarak disaat ia baru saja bergerak hendak melakukannya.

"Jadi ... anak kalian?" Jihan katakan itu dengan nada getir.

"Jihan, Mas bisa jelasin. Mas bakal jelasin semuanya, tapi kita pulang dulu, ya? Kita selesaikan ini di rumah. Mau, ya, Sayang?"

Jihan meraih uluran tangan Arjuna bukan karena menyetujui ajakan pria itu. Melainkan untuk mengucapkan sesuatu tentang pencapaian terbaru pria itu. "Selamat ya, Mas. Akhirnya sebentar lagi jadi ayah kayak yang kamu mau selama ini. Tapi caramu bener-bener brengsek. Kayak ... ini beneran nggak, sih? Beneran kamu sebrengsek ini?"

Tatapan Jihan berubah kosong.
Dalam kepala, sedang memproses serangkaian peristiwa yang terjadi belakangan ini. Dimulai dari kedatangan Nagita yang membawa banyak kesedihan dan ketakutan saat mendapari dirinya dalam keadaan hamil. Lalu atas nama persahabatan dan rasa iba, Jihan berikan dukungan penuh pada perempuan yang nyaris putus asa itu. Selalu tunjukkan kepedulian, melakukan banyak hal demi Nagita tetap waras dan tetap melanjutkan hidup apapun yang terjadi. Dan baru-baru ini, Arjuna—si paling brengsek—beri harapan baru. Beri sebuah wacana dan kesempatan padanya untuk menjadi ibu, walaupun bukan dari bayi yang dikandung sendiri. Ajaknya lakukan banyak kebaikan untuk Nagita dan calon bayi yang akan dirawatnya nanti.

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang