Chapter 57

38.7K 3.5K 932
                                    

P E M B U K A

P E M B U K A

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


***

kasih emot dulu sebelum baca


Pagi hari tanpa Viola si pawang bocah tantruman adalah bencana yang sesungguhnya. Begitulah kata Manggala yang selalu dibuat frustrasi oleh drama anak bungsunya. Waktu baru menunjukkan pukul 06.15, namun energinya sudah berkurang 50% lebih. Ada saja hal-hal yang membuat Askara murka sejak membuka mata tanpa eksistensi Mamiw Pio-nya. Sepele, tapi si tuyul magang mengamuk tidak jelas. Melempar benda apa saja yang bisa dijangkau dan berakhir jongkok menghadap tembok di sudut kamar mandi. Menangis sesenggukan di sana, seolah-olah baru saja mendapat perlakuan tidak baik dari orang dewasa yang berdiri di dekat pintu dengan raut nelangsa. Padahal Manggala tak melakukan kejahatan apapun. Jangankan memukul, meninggikan suara saja tidak.

Tapi si tuyul magang ... buntut bangun tanpa dimanja-manja induknya memang sangat mengerikan. Manggala nyaris menyerah kalau saja sabarnya tak seluas samudra. Ahh andai saja Viola sudah menjadi istrinya. Pasti perempuan itu bisa tinggal di rumahnya setiap saat. Kalau pun pulang ke rumah orangtuanya, ia dan perintilannya bisa ikut menginap. Sepertinya Manggala harus segera menemui orangtua calon istrinya untuk memajukan tanggal pernikahan demi kebaikan bersama. Toh, di sini bukan hanya Askara yang membutuhkan Viola. Manggala juga. Bahkan Manggala butuh lebih dari apa yang Askara butuhkan.

"Askara ...." Manggala panggil anaknya dengan penuh kelembutan. Yang dipanggil abai. Tetap menangis sembari menggambar abstrak pada dinding menggunakan jari telunjuk yang basah oleh air mata. Usai embuskan napas berat, pria itu pun ayunkan tungkai. Bawa dirinya mendekat dan berakhir jongkok di samping Askara. Selama beberapa saat, ia hanya diam. Memperhatikan anaknya yang menangis tersedu-sedu. "Askara masih belum mau maafin Papi, ya?"

Askara menggeleng pelan dengan bibir bawah maju beberapa centimeter. Dengan gerakkan lambat, ia menoleh. Mendongak sampai tatapannya membentuk garis lurus dengan tatapan sang papi.
"Papi bad sekali. Papi buat aku sedih sampai menangis keras-keras."

"Iya, Papi bad. Papinya Askara yang bad ini, kan, sudah minta maaf, tapi belum dimaafkan."

"Tapi Papi belum kembalikan eek aku!" hardik Askara.

Astaga ....
Kapan drama per-eek-an ini berakhir?
Pagi-pagi meributkan soal eek, sangatlah memalukan. 
Singkatnya begini,
bangun tidur Askara kebelet buang air besar. Lantaran masih mengantuk, bocah itu merengek minta digendong ke kamar mandi. Manggala pun mengabulkan permintaannya. Disuruh menemani buang hajat pun mau-mau saja. Alhasil, Manggala berdiri di dekatnya. Menyemangatinya yang minta disemangati saat mengejan dramatis sembari memegangi tangan bocah itu.

Awalnya semua berjalan dengan baik.
Hingga tiba-tiba, Askara yang sedang ia pakaikan kembali celananya, melongok ke arah kloset. Mendapati kloset sudah bersih, bocah itu kemudian menanyakan kotorannya. Mengaku penasaran ingin melihat bentuk si kuning mungil-nya. Manggala pikir ketika ia menjawab kalau si kuning sudah disiram, tidak masalah.

Naughty NannyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang