Chapter 27. Holding Hands

1.9K 206 3
                                    

Setelah melewati perjalanan yang begitu panjang dan membutuhkan waktu hampir dua puluh jam, di pukul lima pagi yang masih gelap dan begitu dingin, sepasang suami istri baru saja tiba di tujuan pertama mereka yaitu London, ibukota Inggris dan Britania Raya.

Seorang gadis berjalan dengan tubuh yang lemas dan wajah yang begitu mengantuk. Ia sempat kesulitan tidur selama berada di pesawat.

Seberapa nyamanpun keadaannya di dalam sana, fakta bahwa dirinya sedang berada di atas langit benar-benar membuatnya kepikiran dan tak bisa tidur.

Kini Inaya berjalan sambil memeluk bantal yang tak sengaja ia bawa dari dalam pesawat. Matheo sudah bertanggung jawab akan bantal tersebut karena kelalaian yang dilakukan istrinya.

Kini keduanya sudah sampai di pintu depan, dimana mobil yang menjemput mereka sudah menunggu. Supir yang sudah mengenali Matheo, langsung menghampiri dan membantu mengangkat semua barang mereka ke dalam bagasi mobil.

Matheo menengok dan melihat Inaya yang masih berdiri dengan lemas, terlihat begitu mengantuk. Ternyata benar ucapan neneknya, akan percuma jika Matheo megganti kursi mereka ke kelas pertama, sebab Inaya tetap akan berujung merasa gusar di pesawat dan tidak bisa beristirahat.

Ting!

Ponsel Matheo yang sudah terhubung dengan jaringan di kota ini, berbunyi dan memperlihatkan pesan yang masuk.

"Matheo, kamu udah sampe?"

Matheo membaca pesan dari Marisa, mantan kekasihnya yang sudah mengetahui bahwa dirinya sedang pergi ke London.

"Jaga kesehatan ya, pake baju yang tebel dan jangan lupa makan, aku selalu mikirin kamu dari sini."

Matheo yang membaca itu kini terdiam. Marisa mungkin mengetahui ia pergi dari Jordan maupun Willy, atau ia mengetahui dari unggahan Matheo di sosial medianya. Foto Inaya, yang ia ambil kemarin di Jakarta.

Apakah Marisa merasa sedih melihatnya? apakah hatinya terasa sakit melihat Matheo mengunggah foto wanita lain?

Marisa memang seharusnya merasakannya. Ia harus merasakan apa yang Matheo rasakan, bahkan jika perlu lebih parah.

Kini Matheo menghela nafasnya kasar. Ia hanya berharap, sepanjang dirinya melewati hari-hari bulan madunya, ia bisa berhenti memikirkan Marisa.

Walaupun sesungguhnya itu terdengar mustahil, sebab sampai saat ini, isi kepala Matheo hanya dipenuhi oleh mantan kekasihnya.

Mobil sudah siap. Matheopun berjalan dan hendak masuk, namun kemudian ia melihat istrinya yang masih berdiri terdiam dan menyandarkan kepala ke bantal yang ia pegang.

"Inaya."

Barulah setelah Matheo memanggil namanya, Inaya membuka kedua mata dan menatapnya. Inaya langsung mendekat, dan masuk duluan ke dalam mobil tersebut.

Matheo menyusul dan ikut masuk. Keduanya langsung dibawa menuju ke sebuah hotel yang akan jadi tempat menginap mereka selama berada di London.

***

Tak memakan waktu lama, saat ini Matheo dan Inaya sudah tiba di kamar hotel mereka.

Keduanya masuk ke dalam, setelah seorang staff selesai membawakan barang mereka ke dalam.

Matheo dan Inaya sama-sama memperhatikan ke dalam, ke kamar hotel yang begitu luas dan mewah. Ada sofa panjang untuk bersantai, TV, dan juga satu kasur yang terlihat berukuran besar dengan berbagai hiasan dari bunga yang dibuat khusus untuk menyambut mereka berdua.

Inaya juga melihat ke arah sebuah meja makan yang tersedia, dengan piring berisi sepotong kue tart yang terlihat begitu lezat, cemilan seperti permen dan biskuit, serta buah-buahan.

Love HeritageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang