Chapter 7. Satu Rumah, Satu Kamar

1.9K 194 6
                                    

"Jangan bercanda!!"

Saat ini di depan pintu yang terhubung ke area teras samping, seorang gadis tersentak, mendengar bentakan seorang laki-laki yang bisa ia lihat dari balik pintu kaca.

Bonbon baru saja sampai di kediaman Meredith. Ia dipersilahkan untuk langsung menemui nenek yang sudah berada di teras samping rumahnya, dan kini tersentak karena mendengar suara Matheo.

"Gak pernah ada perjanjian tinggal bareng! kenapa nenek masih seenaknya kaya gini?!"

Sambil menelan ludah, Bonbon mengintip Matheo, yang berdiri di hadapannya nenek Meredith, dan terlihat meluapkan amarahnya.

"Nenek udah bilang ke ibumu, Matheo, persyaratannya ada dua, kalian harus menikah selama dua tahun, dan tinggal satu atap di rumah yang nenek kasih sebagai hadiah pernikahan."

"Kenapa sekarang kamu protes ke nenek? salahin ibumu yang gak ngasih tau kamu soal perjanjian itu secara detail!"

Bonbon menelan ludah, mendengar Meredith yang membalas ucapan cucu pertamanya, dan terdengar sama kesalnya.

Matheo di teras sana juga masih terlihat tak percaya. Wajahnya yang Bonbon lihat tadi begitu tenang, kini gusar dan penuh emosi.

"Hm, apa nenek pikir, aku gak tau?"

Matheo berucap, sambil menatap tajam Meredith yang masih duduk di kursinya.

"Dari dulu, nenek selalu berusaha misahin aku, ngejauhin aku dari Marissa, nenek selalu gunain segala cara biar aku putus dari Marissa."

Bonbon begitu tersentak mendengarnya. Sementara Matheo tersenyum miris, menatap neneknya yang hanya diam dan menelan ludah.

"Nenek selalu bilang kalo Marissa bukan pacar yang baik buat aku, tapi semua itu nenek ucapin cuma berdasarkan ego yang tinggi, yang bikin nenek ngerasa paling tau dalam segala hal."

"Nenek gak peduli walaupun aku berkali-kali bilang kalo aku sayang banget sama dia, nenek gak peduli walaupun aku bilang Marissa udah jadi bagian terbesar dalam hidup aku dan nyelamatin aku dari keterpurukan, nenek tetep bersikap egois dan seenaknya."

Bonbon menelan ludah mendengarkan semua itu secara diam-diam. Ia merasakan jantungnya yang berdebar kencang.

"Aku gak akan pisah dari Marissa, apapun yang nenek lakuin untuk ngewujudin impian yang satu itu, aku tetep gak akan pernah ninggalin dia."

Setelah mengucapkan kalimat terakhir yang penuh penekanan, kini Matheo mulai berjalan menuju ke pintu.

Bonbon yang melihat itu tersentak dan langsung minggir dari posisinya. Ia hendak bersembunyi, namun menyadari tak ada tempat untuk bersembunyi.

Kini Bonbon melihat laki-laki yang sudah resmi jadi suaminya, masuk ke dalam rumah dan menatap ke arahnya dengan wajah yang penuh amarah.

Bonbon menelan ludah dan membenarkan posisi berdirinya. Ia menunggu Matheo berucap, namun laki-laki itu tak mengatakan apapun dan hanya melanjutkan jalannya seolah Bombon tak berada disana.

Kini Bonbonpun memperhatikan Matheo yang sudah berjalan menjauh.

"Bonbon?"

Suara itu terdengar, membuat gadis yang masih merenung segera menengok dan melihat ke arah teras. Bombon membuka pintu dan masuk, sambil menatap Meredith yang duduk di kursinya, dan tersenyum menatapnya.

"Bonbon, sini cantik."

Meredith berucap dengan begitu lembut, sementara Bonbon mendekat ke arahnya dengan wajah khawatir. Ia berdiri di depan Meredith yang memperhatikannya dengan seksama.

Love HeritageWhere stories live. Discover now