Chapter 19. Keraguan Matheo

2K 223 4
                                    

Pagi hari yang cerah ini, seorang gadis duduk sendirian di dalam rumahnya, dan mengaduk bubur ayam yang ia buat untuk dirinya sendiri.

Seberapa wangi dan lezatpun masakannya pagi ini, Inaya tetap tidak nafsu untuk memakannya. Ia hanya mengaduknya, sambil merenung memikirkan kejadian besar yang terjadi kemarin, di rumah ini.

Tepat setelah Inaya mengatakan bahwa Matheo pantas mendapatkan perempuan yang lebih baik dari Marisa, perempuan itu kembali berteriak dan mengamuk, hendak menyerang Inaya untuk kedua kalinya.

Namun Matheo dengan sigap menahannya, dan membawa kekasihnya keluar dari rumah ini.

Itu adalah hal yang terbaik, sebab jika tidak, Inaya dan Marisa akan kembali menampar satu sama lain, sebab Inaya tidak akan diam saja jika perempuan itu melakukan kekerasan lagi padanya.

Kini di dalam rumah yang terasa sunyi, Inaya menelan ludahnya. Renungannya sedari tadi, tidak terjadi karena mengingat pertengkaran antara dirinya dan Marisa. Inaya tidak peduli pada Marisa. Ia tidak peduli pada apapun yang terjadi antara dirinya dan perempuan itu.

Namun yang Inaya pedulikan, adalah sesuatu yang sedari tadi membuatnya merasa gusar dan tidak nafsu makan. Inaya mengingat pengakuannya sendiri, tentang perasaannya terhadap Matheo.

Bukankah itu sangat tiba-tiba? kenapa Inaya tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengungkapkan hal tersebut?

Kini segalanya jadi terasa aneh dan memalukan. Inaya jadi terlihat seperti gadis yang tidak tahu diri, dengan beraninya mengakui perasaan pada suaminya sendiri.

Bagaimana ini?? batin Inaya, begitu panik menghadapi hari-hari.

"Permisi? paket!"

Inaya mengerjap, mendengarkan suara bel gerbang, yang diikuti suara kurir paket di depan rumahnya.

"Iya." Inayapun menjawab sambil berdiri dari kursi meja makan. Ia bergegas keluar rumah, dan menghampiri kurir yang membawa satu kardus kecil di tangannya.

"Atas nama Matheo Reynor?"

"Benar pak," jawab Inaya, kemudian menerima paket tersebut. Iapun menandatangani bukti bahwa paket tersebut sudah diterima.

"Terima kasih."

"Sama-sama pak," jawab Inaya, sambil menutup kembali gerbang rumahnya. Iapun berjalan ke arah rumah yang ada di samping rumah utama.

Inaya berjalan di teras dan hendak meletakkan kardus itu di atas meja, namun ia seketika tersentak, ketika melihat seorang laki-laki yang baru saja keluar dari rumahnya.

Inaya dan Matheo sama-sama terdiam dan saling memandang. Jantung Inaya seketika berdebar kencang. Ia merasakan seluruh tubuhnya yang kaku dan sulit bergerak.

Namun akhirnya Inaya berhasil mengalihkan pandangannya, dan melanjutkan tujuannya datang kesini, yaitu meletakkan paket Matheo di atas meja.

Setelah itu Inaya langsung kabur. Gadis itu bergegas pergi tanpa mengatakan sepatah katapun pada Matheo. Ia terlalu takut melakukannya, dan juga malu karena apa yang ia ucapkan kemarin.

Sementara di depan pintu rumahnya sendiri, Matheo masih memperhatikan Inaya, gadis yang hampir tersandung karena terlalu buru-buru memasuki pintu dapur.

Matheo masih mengingat segala hal yang diucapkan Inaya kemarin. Entah itu yang berhubungan dengan Marisa, atau bukan.

Matheo menghela nafas kasar. Ia memijat keningnya frustasi, tidak menyangka situasinya akan jadi serumit ini.

Kini Matheopun mengambil paketnya yang berada di atas meja. Ia membaca keterangan di atasnya. Paket ini berisi beberapa jenis vitamin serta suplemen untuk kesehatan tubuh.

Love HeritageWhere stories live. Discover now