Chapter 42. Are You still Angry?

3.2K 274 11
                                    

"Kamu ngapain, Inaya? apa yang kamu pikirin??"

Saat ini di depan area lobby mall yang cukup ramai, Matheo baru saja menarik lengan istrinya, dan menahannya pergi.

Inaya hampir mengejar Marisa, sesuatu yang sama sekali tak Matheo duga akan dilakukan olehnya. Kini Matheo masih menatap Inaya dengan tajam, tak menyangka akan melihat istrinya bersikap begitu ramah dengan mantan kekasihnya.

Menyadari Inaya yang membalas tatapannya dengan ketakutan dan terlihat gugup hendak berucap,  Matheopun menarik tangan istrinya, dan berjalan menuju ke mobil. Ia membuka pintu dan meminta Inaya masuk, kemudian berjalan menuju ke kursi kemudi.

Matheo menjalankan mobilnya, sementara Inaya di sampingnya kini masih terdiam dan berusaha mengatur nafasnya. Ia benar-benar kaget akan semua ini. Ia refleks hendak mengejar Marisa tadi.

Inaya lupa bahwa Matheo tidak mungkin diam saja melihat dirinya melakukan hal seperti itu.

***

"Aku tadi ketemu mbak Marisa di mall, dia nawarin bantuan ke aku buat nyari-nyari barang disana."

Saat ini di dalam rumah, Matheo dan Inaya sudah sampai. Keduanya memasuki rumah, tanpa membawa barang belanjaan yang ditinggal di dalam mobil.

Suasana tegang menyelimuti mereka. Inaya sudah berniat menjelaskan situasinya di perjalanan tadi, namun Matheo malah memintanya untuk diam dan menjelaskan setelah di rumah nanti.

Inyapun langsung menjelaskan tepat setelah mereka memasuki rumah. Ia berjalan mengikuti suaminya yang masuk ke dalam kamar.

"Mbak Marisa baik ke aku, dia juga udah minta maaf," ucap Inaya lagi.

Matheo yang mendengar itu masih terdiam. Matheo sedang berusaha menenangkan dirinya, dan memikirkan apa sesungguhnya niat Marisa melakukan semua ini.

Matheo berbalik. Ia melihat istrinya, yang berdiri di hadapannya dengan wajah dipenuhi kegusaran. Inaya mengtaur nafasnya, sama seperti Matheo sedari tadi.

"Aku gak ngasih kamu uang untuk jalan-jalan dan ngakrabin diri sama Marisa, aku ngasih kamu uang buat belanja kebutuhan sekolahmu, Inaya."

"Aku tau! tapi tadi gak sengaja ketemu dia, terus dia nawarin bantun ke aku! kan aku udah bilang tadi!" ucap Inaya, sedikit berteriak karena Matheo tak mau mendengarkannya.

"Kenapa kamu gak langsung nelfon aku waktu ketemu dia?? kenapa kamu malah jalan sama dia??" ucap Matheo, tanpa menaikkan nada suaranya, namun melotot pada istrinya.

Inaya yang melihat itu menelan ludah. "T-tadi.. aku udah berniat nelfon, tapi ragu, dan gak keburu juga, soalnya kita bertiga langsung pergi belanja."

"Bertiga?"

Matheo seketika berucap. "Bertiga sama siapa?" tanyanya.

"S-sama mbak Jeny," jawab Inaya jujur.

Matheo semakin tercengang mendengarnya. "Kamu bertigaan sama mereka, jalan-jalan keliling mall?" ucapnya tak percaya.

Senyuman miring tersungging di bibir Matheo. "Apa kalian udah ngebentuk geng baru sekarang? bertigaan? hm?"

Kedua mata Inaya membulat, begitu tersentak mendengar ucapan suaminya.

"Aku gak nganter kamu kesana buat jalan bertiga sama mereka! kamu cuma aku suruh belanja buat kebutuhanmu!" ucap Matheo, mulai emosi dan tak bisa menahannya.

Inaya kini ikutan emosi, sama seperti suaminya.

"Yaudah, kenapa mas Theo nganter aku ke mall kaya gitu?? emangnya mas Theo pikir aku ngerti mall-mall orang elit kaya gitu?? aku gak paham!" ucap Inaya, yang kembali berteriak sambil menahan bendungan di kedua matanya.

Love HeritageWhere stories live. Discover now