Chapter 26. The Honeymoon

3.1K 271 3
                                    

Pagi ini di dalam sebuah mobil mewah yang melaju cukup kencang, seorang gadis duduk sambil terus melihat ke layar ponselnya. Ia begitu fokus sebab dirinya kini sudah mulai lancar menggunakan ponsel tersebut.

Sudah hampir satu minggu terlewat semenjak Inaya memiliki ponsel baru ini. Ukurannya terlalu besar di tangannya, namun Inaya tidak protes sebab ia sudah sangat berterimakasih Matheo membelikan ini untuknya.

Inaya juga sudah diajari banyak hal oleh Matheo mengenai cara penggunaan ponsel yang tak memiliki tombol ini. Butuh waktu satu minggu lamanya hingga Inaya mulai terbiasa dengan ponsel barunya, dan tidak lagi membutuhkan ponsel jadulnya.

Drrt drrt

Tiba-tiba ponsel yang Inaya pegang kini bergetar. Inaya sedikit tersentak, namun kemudian ia mengerjap melihat nama seorang kawannya yang nomornya sudah ia pindahkan dari ponsel lama, yaitu Alya.

Ini adalah pertama kalinya, Alya menelfonnya semenjak kejadian seminggu yang lalu.

Dengan ragu, Inaya menekan tombol berwarna hijau.

"Halo?"

Inaya mendekatkan ponsel tersebut ke arah telinganya, dan berucap pada sahabatnya.

"Bonbon?"

"Iya, Alya," ucap Inaya, begitu gugup.

"Kamu lagi dimana? bisa ketemuan gak hari ini?"

Kalimat itu berhasil membuat Inaya menelan ludahnya. Ia sudah menduga Alya akan mengajaknya bertemu. Ia pasti penasaran pada apa yang sesungguhnya terjadi, dan kenyataan bahwa Inaya sudah menikah dan memiliki seorang suami.

Inaya kini menengok ke samping, melihat laki-laki yang duduk bersamanya disini, di dalam mobil mewah yang membawa mereka ke bandara, sebelum menuju ke bagian dunia yang begitu jauh dari sini.

"Maaf Alya, aku gak bisa hari ini," jawab Inaya akhirnya.

"Aku ada kegiatan sampe dua minggu ke depan, nanti kalo kegiatannya udah selesai, aku kabarin kamu biar kita ketemu ya," tutur Inaya.

"Gitu.."

Alya dibalik telfon langsung merespon, namun kemudian keheningan menyelimuti mereka.

"Yaudah kalo gitu, aku mau berangkat ke pasar, mau bantuin ibuku jualan."

"Oke, hati-hati Alya," sahut Inaya, kemudian menunggu kawannya mematikan panggilan tersebut.

Inaya kini menurunkan ponselnya dan merenung sesaat. Ia lagi-lagi merasa bersalah, dan merasa buruk atas situasi saat ini.

Alya dan Yudha pasti masih kepikiran dengan kejadian di rumah kakeknya waktu itu. Mereka pasti bertanya-tanya disaat Inaya tak kunjung memberi penjelasan, sambil melanjutkan aktivitas mereka demi bertahan hidup di desa.

Sedangkan disini, Inaya duduk di dalam mobil mewah milik suaminya, memegang ponsel pemberian suaminya, dan hendak terbang menaiki pesawat untuk liburan bersama suaminya.

Inaya merasa sangat bersalah karena hidupnya yang terlalu menyenangkan. Padahal, dirinya lah yang sudah membuat kedua orang itu mengalami hal tidak menyenangkan, dan masih kepikiran sampai sekarang.

Kadang Inaya berpikir. Apakah ia pantas mendapatkan semua ini? atau ia seharusnya kembali ke desanya dan melanjutkan hidup yang sudah semestinya ia lalui?

Benar. Inaya akan pulang ke rumah kakeknya setelah dua tahun menikah dengan Matheo. Ia akan meninggalkan segala kemewahan ini, dan melanjutkan hidupnya yang dulu, hidup yang tentram dan penuh ketenangan.

Tak lama, mobil yang membawa Inaya dan Matheo akhirnya sampai di tujuan, yaitu sebuah Bandara Internsional.

Inaya turun dari mobil. Ia langsung mendekati supir yang sedang menurunkan barang dari bagasi.

Love HeritageWhere stories live. Discover now