Chapter 11. Just a Wife, not Lover

2K 201 7
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan pagi. Saat ini, seorang gadis baru saja turun dari mobil yang mengantarnya.

Inaya melihat ke arah suaminya yang berada di mobil, dan melaju lagi bersama mobilnya, meninggalkan Inaya di depan rumah baru mereka yang sudah selesai diperbaiki.

Kini Inayapun memasuki gerbang. Ia diantar oleh Matheo, yang harus langsung berangkat ke kampus setelah mengantarnya dari hotel kesini.

Sesungguhnya, Inaya sedang ngambek pada Matheo, karena masalah nasi goreng dua ratus ribu yang ia makan semalam. Akan tetapi Inaya sadar ia begitu bergantung pada laki-laki itu, sebab ia tidak tahu bagaimana caranya pulang ke rumah.

Kini Inaya memasuki rumah, dan menyalakan lampu. Ia tersenyum melihat lampu rumahnya yang sudah berfungsi seperti biasa. Ia juga langsung mencoba menyalakan semua AC di rumahnya, seperti yang tadi Matheo perintahkan padanya.

Semua alat elektronik di dapur juga sudah menyala, membuat Inaya mengangguk-angguk, dan menyadari bahwa tak ada lagi kerusakan yang terjadi di rumah ini.

Kini Inaya berjalan ke arah ruang cuci. Ia menelan ludahnya, mengingat awal mula kekacauan ini adalah ketika ia berusaha mencuci bajunya dan baju Matheo.

Sepertinya, Inaya akan mencuci pakaian mereka menggunakan tangan terlebih dahulu, sambil menunggu Matheo pulang untuk mengajarinya cara menggunakan mesin cuci.

Ia sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tidak menciptakan kekacauan lagi. Inaya tidak akan membebankan Matheo lagi.

***

Tanpa terasa, hari sudah malam.

Saat ini, Inaya baru saja selesai makan malam dan membereskan dapur. Ketika hendak masuk ke dalam kamarnya dan beristirahat, Inaya melihat ke arah jam dinding.

Ini sudah hampir pukul sembilan, dan Matheo belum pulang.

Baru saja dipikirkan, tiba-tiba Inaya mendengar suara mobil yang memasuki gerbang. Ia langsung berjalan dan mengintip lewat jendela ruang tamu, dan melihat seorang laki-laki yang baru saja sampai di depan rumah.

Setelah melihat Matheo turun dari mobil, kini Inayapun melanjutkan jalannya ke arah pintu kamar. Ia tidak mau terlihat seperti menunggu laki-laki itu pulang.

Inaya yang berada di dalam kamar, kini merapikan kasur sesaat, kemudian duduk di tepinya.

Tiba-tiba, pintu kamar Inaya terbuka dari luar, membuatnya tersentak dan melihat ke arah sana.

"M-mas Theo?" ucap Inaya.

Matheo berjalan mendekati Inaya, membuat gadis itu seketika berdiri dengan wajah panik.

"Kenapa??" tanya Inaya.

"Aku mau istirahat," jawab Matheo, dengan wajah yang begitu serius, membuat Inaya mengernyit.

"Kamu jangan pura-pura lupa, Inaya."

Kedua mata Inaya membulat tak percaya. Ia tidak pura-pura lupa, namun memang lupa.

Inaya lupa bahwa ia sudah kalah dalam pertandingan berenang mereka, dan harus merelakan kamar ini dimiliki Matheo selama seminggu ke depan.

"Ah.. sial.." ucap Inaya, memijat keningnya frustasi.

Sementara Matheo kini meletakkan ponsel dan kunci mobilnya di atas nakas, kemudian langsung menghempaskan dirinya ke atas kasur yang empuk.

Ini adalah pertama kalinya, Matheo bisa menikmati kasur ini.

"L-lepas dulu sepatunya!" ucap Inaya, melihat Matheo yang sudah telungkup di atas kasur padahal masih mengenakan sepatunya.

"Males."

Love HeritageWhere stories live. Discover now